Surah Al-Imran, ayat 36 hingga 40, menyajikan sebuah narasi yang kaya akan hikmah dan pelajaran berharga. Rangkaian ayat ini tidak hanya menceritakan peristiwa penting dalam sejarah agama samawi, tetapi juga menegaskan keesaan Allah SWT dan kedudukan para nabi-Nya. Fokus utama dari ayat-ayat ini adalah kisah tentang kelahiran Maryam binti Imran dan bagaimana Allah mempersiapkan beliau untuk menjadi ibu dari seorang nabi yang mulia, yaitu Isa Al-Masih.
Kisah bermula dari doa seorang wanita dari keluarga Imran yang sangat mendambakan seorang anak. Dalam ayat ke-35, disebutkan bahwa istri Imran bernadzar (berjanji kepada Allah) bahwa jika dikaruniai seorang anak, ia akan menyerahkannya untuk berkhidmat di Baitul Maqdis. Keinginan ini lahir dari ketakwaan dan harapannya untuk mendapatkan keturunan yang saleh dan dapat melayani agama Allah. Nadzar ini menjadi titik awal dari serangkaian peristiwa yang kemudian menjadi tonggak sejarah penting.
"Ketika istri Imran berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku bernadzar kepada-Mu apa (anak) yang berada dalam kandunganku, merdeka (untuk berkhidmat pada-Mu), maka terimalah (nadzar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'" (QS. Al-Imran: 35)
Namun, takdir Allah seringkali memiliki dimensi yang lebih luas dari apa yang dibayangkan manusia. Ketika istri Imran melahirkan, ternyata yang lahir adalah seorang perempuan. Dalam tradisi masyarakat pada masa itu, perempuan seringkali tidak diharapkan untuk melayani di tempat ibadah seperti laki-laki. Namun, istri Imran tidak berkecil hati. Ia menyadari bahwa hanya Allah yang mengetahui terbaik, dan ia tetap bersyukur atas karunia kelahiran putrinya.
"Maka tatkala istri Imran melahirkan anaknya, dia berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkan seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dia lahirkan; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan; sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku memohon perlindungan kepada-Mu bagi dia dan anak cucunya dari (gangguan) syaitan yang terkutuk.'" (QS. Al-Imran: 36)
Allah SWT menerima doa dan nadzar tersebut, serta memberikan perlindungan kepada Maryam dari godaan syaitan. Allah memberikan penjagaan khusus kepada Maryam sejak dini. Ia tumbuh menjadi seorang wanita yang suci, taat beragama, dan memiliki kedudukan yang istimewa di sisi-Nya. Allah memelihara Maryam dengan pemeliharaan yang baik, memberinya rezeki yang tidak terduga, bahkan sebelum Isa dilahirkan.
Ayat 37 menggambarkan keajaiban pemeliharaan Allah terhadap Maryam. Dikisahkan bahwa Nabi Zakaria AS diperintahkan untuk mengasuh Maryam. Di mihrab (tempat ibadah) Maryam, Zakaria AS sering mendapati rezeki yang tidak semestinya ada di sana, seperti buah-buahan musim dingin di musim panas atau sebaliknya. Ketika ditanya oleh Maryam, ia menjawab bahwa rezeki itu datang dari sisi Allah. Hal ini menunjukkan bahwa Allah Maha Kuasa untuk memberikan rezeki kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya tanpa batas. Keadaan ini semakin menguatkan keyakinan akan kebesaran dan kekuasaan Allah.
"Maka Tuhannya menyambutnya dengan penerimaan yang baik, lalu membesarkannya dengan pertumbuhan yang baik, dan mengasuhnyalah Zakariya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati rezeki di sisinya. Dia berkata: 'Hai Maryam, dari mana (datangnya) rezekimu?' Maryam menjawab: 'Rezeki itu dari sisi Allah'. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa perhitungan." (QS. Al-Imran: 37)
Melihat keistimewaan Maryam dan bagaimana Allah memberinya karunia, Nabi Zakaria AS pun tergerak untuk memanjatkan doa yang tulus kepada Allah. Beliau yang pada usia tua belum dikaruniai keturunan, memohon agar Allah menganugerahkan kepadanya seorang anak yang saleh. Doa ini menjadi contoh bagaimana kita senantiasa memohon kepada Allah dalam segala keadaan, termasuk dalam hal keturunan.
"Di sanalah Zakariya berdoa kepada Tuhannya, katanya: 'Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang zuriat yang baik; sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.' " (QS. Al-Imran: 38)
Allah SWT mengabulkan doa Nabi Zakaria. Beliau dianugerahi seorang putra yang bernama Yahya, yang kemudian juga diangkat menjadi nabi. Kelahiran Yahya menjadi bukti lagi bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah. Ia memberikan keturunan kepada hamba-Nya yang berdoa dengan penuh keyakinan, sekalipun dalam kondisi yang dianggap tidak mungkin oleh manusia.
Selanjutnya, ayat 39 menceritakan bagaimana para malaikat memanggil Maryam ketika ia sedang berada di mihrab. Malaikat menyampaikan kabar gembira bahwa Allah akan menganugerahkan kepadanya seorang putra yang akan bernama Al-Masih Isa, putra Maryam. Disebutkan bahwa Isa akan memiliki kedudukan yang terhormat di dunia dan di akhirat, serta termasuk orang-orang yang dekat dengan Allah.
"Kemudian malaikat (Jibril) memanggilnya, sedang ia berada di atas mihrab (tempat shalatnya): 'Bahwasanya Allah memberitakan kepadamu berita kelahiran (seorang putera yang bernama) Yahya, yang membenarkan kalimat dari Allah, menjadi seorang terkemuka, pemeliharaannya dan (seorang) nabi dari kalangan orang-orang saleh.'" (QS. Al-Imran: 39)
Ayat 40 melanjutkan penjelasan mengenai keistimewaan Isa Al-Masih. Ia akan menjadi nabi yang membenarkan kalimat-kalimat Allah, menjadi seorang yang terkemuka, dan memiliki kedudukan yang mulia. Isa AS akan menjadi bagian dari barisan nabi-nabi saleh yang diutus oleh Allah untuk membimbing umat manusia. Kisah ini menegaskan bahwa kelahiran Isa bukanlah sekadar kelahiran biasa, melainkan sebuah peristiwa ilahi yang penuh makna dan mukjizat.
"Dia (Isa) berkata: 'Ya Tuhanku, bagaimanakah aku akan mempunyai anak, padahal tiada pernah seorangpun yang menyentuhku?' Allah berfirman: 'Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah menetapkan sesuatu urusan, maka Allah hanya cukup berkata padanya: "Jadilah", lalu jadilah ia.'" (QS. Al-Imran: 40)
Surah Al-Imran ayat 36-40 memberikan pelajaran penting bagi umat manusia. Pertama, pentingnya doa dan nadzar yang tulus kepada Allah. Kedua, kebesaran dan kekuasaan Allah yang dapat mewujudkan segala sesuatu, bahkan yang dianggap mustahil oleh akal manusia. Ketiga, kemuliaan para nabi dan para hamba-Nya yang saleh, serta bagaimana Allah menjaga dan memelihara mereka. Keempat, menegaskan kedudukan Isa Al-Masih sebagai nabi yang mulia, anak dari Maryam, yang diutus untuk membimbing umat manusia dengan risalah tauhid. Ayat-ayat ini menjadi pengingat abadi akan keagungan penciptaan dan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya.