Ayat Al-Qur'an merupakan sumber petunjuk dan hikmah yang tak ternilai bagi umat Islam. Di antara ayat-ayat yang sarat makna, terdapat Surah Ali Imran ayat 62 yang memberikan pencerahan mendalam mengenai hakikat penciptaan Nabi Isa Al-Masih 'alaihissalam, serta menegaskan keagungan mutlak Allah SWT sebagai Sang Pencipta. Ayat ini seringkali menjadi titik tolak dalam diskusi teologis untuk meluruskan kesalahpahaman mengenai kedudukan Isa Al-Masih dalam Islam, serta memperkokoh akidah tauhid.
Surah Ali Imran ayat 62 secara tegas menyampaikan bahwa penciptaan Isa Al-Masih memiliki kesamaan fundamental dengan penciptaan Adam Al-Masih. Keduanya diciptakan oleh Allah SWT dengan cara yang luar biasa, namun bukan berarti keduanya memiliki status ilahi atau sebagai anak Tuhan. Adam diciptakan langsung dari tanah, tanpa ayah dan ibu. Sementara itu, Isa diciptakan melalui proses yang berbeda, yaitu dari seorang ibu, Maryam, tanpa campur tangan ayah. Keduanya adalah bukti kekuasaan Allah yang Maha Kuasa untuk menciptakan segala sesuatu hanya dengan berfirman "Jadilah," maka jadilah.
Penegasan ini sangat krusial dalam konteks Islam. Umat Islam meyakini Isa Al-Masih sebagai seorang nabi dan rasul utusan Allah yang mulia, salah satu dari nabi-nabi ulul azmi. Namun, keyakinan ini tidak pernah menyentuh batas kekufuran dengan menganggapnya sebagai Tuhan atau anak Tuhan. Ayat Ali Imran 62 hadir untuk mengklarifikasi bahwa keajaiban penciptaan Isa tidaklah menjadikannya setara dengan Allah SWT. Kesamaan yang dimaksud adalah dalam hal bagaimana keduanya adalah makhluk Allah yang diciptakan dengan cara yang tidak lazim, menunjukkan kekuasaan mutlak Sang Pencipta.
Dengan memahami ayat ini, umat Kristen yang meyakini Isa sebagai Tuhan atau anak Tuhan dapat diajak untuk melihat perspektif Islam yang lebih murni mengenai tauhid. Bahwa Allah adalah Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan. Keduanya, Adam dan Isa, adalah ciptaan Allah yang istimewa, namun tetaplah hamba Allah. Perumpamaan dalam ayat ini bertujuan untuk mengarahkan pemahaman agar tidak terjebak dalam pemujaan makhluk, melainkan hanya kepada Khaliq (Sang Pencipta).
Inti dari Surah Ali Imran ayat 62, bahkan lebih dari sekadar klarifikasi tentang Isa, adalah pengukuhan keagungan Allah SWT sebagai Pencipta alam semesta dan segala isinya. Penciptaan Adam dari tanah dan penciptaan Isa dari Maryam adalah dua dari sekian banyak bukti kekuasaan-Nya. Allah mampu menciptakan dari ketiadaan, mampu menciptakan dengan cara yang normal maupun yang luar biasa.
Firman Allah "Jadilah, maka jadilah" adalah representasi dari sifat Qudrah (Mahakuasa) dan Iradah (Berkehendak) Allah. Tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Ayat ini mengingatkan manusia untuk senantiasa merenungi kebesaran Allah ketika melihat alam semesta, atau ketika memikirkan keajaiban hidup dan penciptaan manusia. Ini adalah panggilan untuk meningkatkan rasa syukur dan takwa kepada Dzat yang Maha Segalanya.
Dalam tafsirnya, ayat ini juga menyoroti bagaimana Allah SWT memberikan ujian dan cobaan kepada umat manusia. Persoalan mengenai Isa Al-Masih dan statusnya adalah salah satu bentuk ujian akidah. Orang-orang yang memiliki pemahaman yang benar akan selamat, sementara yang tersesat akan terjerumus dalam kesyirikan. Oleh karena itu, mempelajari dan memahami ayat-ayat Al-Qur'an dengan benar melalui sumber-sumber yang terpercaya adalah suatu keharusan bagi setiap Muslim.
Memahami Surah Ali Imran ayat 62 memberikan beberapa pelajaran penting. Pertama, memperkuat keyakinan pada keesaan Allah (tauhid) dan menolak segala bentuk syirik. Kedua, memahami kedudukan Nabi Isa Al-Masih sebagai nabi yang mulia, bukan sebagai Tuhan. Ketiga, meningkatkan rasa syukur dan kekaguman terhadap kekuasaan Allah sebagai Sang Pencipta.
Dalam kehidupan sehari-hari, ayat ini mengajarkan kita untuk tidak mudah terpengaruh oleh narasi yang menyesatkan. Kita harus senantiasa kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah untuk mencari kebenaran. Selain itu, ayat ini mendorong kita untuk menjadi pribadi yang rendah hati, menyadari bahwa kita adalah makhluk ciptaan-Nya, dan seluruh hidup kita bergantung pada kehendak-Nya. Dengan merenungi keagungan Allah, diharapkan hati kita semakin terpaut kepada-Nya, dan setiap langkah kita senantiasa dalam ridha-Nya.