Al-Qur'an, kitab suci yang menjadi pedoman umat Islam, sarat dengan ayat-ayat yang mengandung hikmah mendalam dan pelajaran hidup. Salah satu ayat yang sering menjadi bahan perenungan adalah Surah Ali-Imran ayat 79. Ayat ini tidak hanya sekadar bacaan, melainkan sebuah peringatan sekaligus petunjuk berharga tentang konsekuensi dari tindakan seseorang, terutama ketika berhadapan dengan amanah dan janji ilahi.
"Tidak wajar bagi seorang manusia diberi Al Kitab (perintah untuk) mendidik kaumnya dan mengajarkan Al Kitab dan hikmah, sesudah dia berfirman kepadanya: 'Jadilah kamu hamba-Ku yang taat,' lalu ia berkata: 'Jadilah kamu orang-orang pandai mengurus dunia. '" (QS. Ali Imran: 79)
Ayat ini diturunkan dalam konteks di mana umat Islam dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan. Para ulama menafsirkan ayat ini dengan beragam sudut pandang, namun inti pesannya tetap sama: kewajiban bagi seseorang yang telah menerima ilmu dan amanah ilahi untuk menggunakannya demi kebaikan dan kemaslahatan ummat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kesibukan duniawi semata.
Makna tersirat dari Al-Imran ayat 79 adalah penekanan kuat pada pentingnya amanah dan ilmu. Ketika seseorang diberi kemampuan untuk memahami dan mengajarkan Al Kitab serta hikmah (kebijaksanaan), maka ia telah memikul tanggung jawab yang sangat besar. Tanggung jawab ini bukan hanya sebatas menyampaikan teks, tetapi juga mengamalkannya dan menjadikannya sebagai sumber panduan dalam setiap aspek kehidupan.
Ayat ini secara tegas menolak sikap "menjadi orang-orang pandai mengurus dunia" sebagai prioritas utama ketika seseorang telah diberi ilmu agama. Hal ini bukan berarti Islam melarang umatnya untuk aktif dalam urusan duniawi, tetapi lebih kepada peringatan agar urusan dunia tidak sampai mengalahkan atau melupakan kewajiban yang lebih fundamental, yaitu pengabdian kepada Allah SWT dan penyebaran ajaran-Nya. Kesibukan mengejar materi atau kekuasaan duniawi tanpa landasan ilmu agama yang kuat bisa menjauhkan seseorang dari tujuan hidup yang sebenarnya.
Bagi mereka yang diberi ilmu dan amanah, namun justru memilih untuk tenggelam dalam urusan dunia dan melupakan tugas utamanya, ayat ini memberikan peringatan keras. Mereka tidak layak disebut sebagai hamba Allah yang taat jika memilih jalan tersebut. Ini menunjukkan bahwa pilihan yang diambil memiliki konsekuensi langsung terhadap status keimanan dan kedekatan seseorang dengan Sang Pencipta. Menguasai dunia tanpa pemahaman ilahi ibarat memiliki kapal besar tanpa kompas; ia bisa mengarah ke mana saja, bahkan menuju kehancuran.
Perintah "Jadilah kamu hamba-Ku yang taat" adalah panggilan untuk memprioritaskan ketaatan kepada Allah. Sementara pilihan untuk menjadi "orang-orang pandai mengurus dunia" bisa diartikan sebagai fokus yang berlebihan pada hal-hal material, kekuasaan, atau popularitas yang sifatnya sementara. Ayat ini mengingatkan bahwa keseimbangan adalah kunci. Ilmu agama seharusnya menjadi fondasi yang kokoh dalam setiap aktivitas duniawi, bukan malah diabaikan.
Bagaimana kita mengaplikasikan makna Al-Imran ayat 79 dalam kehidupan sehari-hari? Pertama, kita harus senantiasa bersyukur atas ilmu dan pengetahuan yang diberikan Allah, baik itu ilmu agama maupun ilmu umum. Kedua, kita wajib menggunakannya untuk kebaikan, bukan untuk tujuan duniawi semata atau merugikan orang lain. Ketiga, menjaga keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat. Aktivitas duniawi hendaknya dilakukan dengan niat ibadah dan tetap berpegang teguh pada ajaran agama.
Bagi para pendidik, ilmuwan, pemimpin, dan siapa saja yang memiliki keahlian, ayat ini menjadi pengingat agar tidak melupakan tanggung jawab moral dan spiritualnya. Ilmu yang dimiliki harus disalurkan untuk mencerdaskan anak bangsa, membangun masyarakat yang beradab, dan menebar kebaikan. Menjadi "orang pandai mengurus dunia" bisa menjadi mulia jika disertai dengan ketakwaan dan kepedulian terhadap sesama, yang semuanya berakar dari pemahaman mendalam terhadap Al Kitab dan hikmah.
Pada akhirnya, Surah Ali-Imran ayat 79 mengajarkan kita untuk tidak menjadi pribadi yang pragmatis semata, yang hanya memikirkan keuntungan duniawi. Kita diajak untuk senantiasa mengingat Allah, menjadikan perintah-Nya sebagai prioritas, dan menggunakan setiap karunia, termasuk ilmu pengetahuan, sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan memberikan manfaat bagi seluruh alam.