Dalam lautan kehidupan yang senantiasa bergelombang, kita sering kali dihadapkan pada berbagai pilihan yang menguji arah dan prioritas kita. Sebagian besar dari kita mungkin pernah merasakan daya tarik duniawi yang memikat, janji-janji kenikmatan sesaat, kekayaan yang melimpah, dan kekuasaan yang menggoda. Namun, di balik kemilau tersebut, tersimpan potensi tipuan yang dapat mengalihkan pandangan kita dari tujuan akhir yang sesungguhnya. Al-Qur'an, sebagai petunjuk hidup abadi, senantiasa mengingatkan kita akan hakikat dunia dan akhirat. Salah satu pengingat yang paling mendalam terdapat dalam Surat Ali Imran ayat 14 dan 15.
"Dijadikan indah bagi manusia kecintaan kepada syahwat, (yaitu) perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang banyak dari emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)."
(QS. Ali Imran: 14)
Ayat ke-14 dari Surat Ali Imran ini secara gamblang memaparkan apa saja yang dianggap menarik dan menggiurkan oleh pandangan manusia. Ia menyebutkan beragam bentuk kesenangan duniawi, mulai dari daya tarik relasional seperti pasangan hidup dan keturunan, hingga kemilau materi seperti emas, perak, dan aset berharga lainnya. Kuda pilihan yang melambangkan kekuatan dan mobilitas, serta binatang ternak dan lahan pertanian yang menjadi simbol kesejahteraan dan kemakmuran, semuanya terangkum dalam daftar ini. Fenomena ini bukanlah sesuatu yang asing; ia adalah cerminan naluri dasar manusia untuk mencari kenyamanan, keamanan, dan kelangsungan keturunan.
Namun, ayat ini tidak berhenti pada deskripsi semata. Ia memberikan sebuah penegasan krusial: "Itulah kesenangan hidup di dunia." Kata "kesenangan" di sini memiliki makna ganda. Di satu sisi, memang benar bahwa hal-hal tersebut dapat memberikan kebahagiaan dan kepuasan sementara. Di sisi lain, kata ini juga menyiratkan sesuatu yang fana, yang akan berlalu seiring berjalannya waktu. Kemilau emas bisa pudar, kekuasaan bisa direbut, dan bahkan orang-orang terkasih suatu saat akan meninggalkan kita. Dunia, dengan segala isinya, pada hakikatnya adalah sebuah panggung yang bersifat sementara.
"Katakanlah: 'Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?' (Yaitu) bagi orang-orang yang bertakwa di sisi Tuhan mereka ada surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya, dan (mereka dikaruniai) pasangan-pasangan yang suci serta keridaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya."
(QS. Ali Imran: 15)
Selanjutnya, ayat ke-15 datang sebagai sebuah jawaban dan penawar yang bijak. Allah SWT memerintahkan Rasul-Nya untuk bertanya kepada manusia, "Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?" Pertanyaan retoris ini dirancang untuk membangkitkan rasa ingin tahu dan menggugah kesadaran kita akan adanya sesuatu yang lebih bernilai dan lebih abadi. Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah gambaran tentang surga, sebuah tempat kesempurnaan yang dijanjikan bagi orang-orang yang bertakwa.
Ayat ini menggambarkan surga sebagai tempat di mana sungai-sungai mengalir, menawarkan kenikmatan tanpa henti. Yang lebih penting lagi, di sana terdapat pasangan-pasangan yang suci dan, yang terpenting, keridaan Allah SWT. Ini adalah pencapaian tertinggi yang tidak dapat ditandingi oleh segala bentuk kesenangan duniawi. Pasangan yang suci bukan hanya berarti keharmonisan dalam hubungan, tetapi juga kemurnian dan kesucian yang terjaga selamanya. Keridaan Allah adalah puncak kebahagiaan, karena siapa yang diridai oleh Sang Pencipta, maka ia telah meraih kemenangan sejati.
Konteks dua ayat ini, Ali Imran 14-15, mengajarkan kita sebuah keseimbangan yang fundamental dalam menjalani hidup. Dunia memang memiliki daya tariknya dan diciptakan indah untuk diuji, bukan untuk dijadikan tujuan akhir. Kesenangan duniawi adalah sarana, bukan sasaran. Penting bagi kita untuk memiliki kesadaran kritis terhadap apa yang kita kejar. Apakah kita rela menukar kebahagiaan abadi di sisi Allah dengan kesenangan sesaat yang fana? Apakah kita mampu melihat melampaui gemerlap dunia untuk menatap keindahan dan kekekalan surga?
Renungan terhadap ayat Ali Imran 14-15 ini mendorong kita untuk senantiasa menjaga fokus pada tujuan akhir, yaitu mengharapkan keridaan dan surga dari Allah SWT. Ini bukan berarti kita harus menolak atau mengabaikan keindahan dunia. Islam mengajarkan konsep kesederhanaan dan tidak berlebihan dalam urusan dunia. Segala sesuatu yang diberikan Allah di dunia ini adalah amanah yang harus dikelola dengan bijak dan digunakan untuk kebaikan, baik diri sendiri maupun orang lain, sambil terus mengingat bahwa semua ini akan berujung pada pertanggungjawaban di akhirat kelak.
Dengan demikian, kedua ayat ini berfungsi sebagai pengingat kuat bahwa prioritas hidup kita seharusnya selaras dengan nilai-nilai ilahiah. Marilah kita memandang dunia sebagai ladang amal untuk meraih surga, bukan sebagai tujuan akhir yang membuat kita lalai akan panggilan ilahi. Dengan kesadaran inilah, insya Allah, kita dapat menjalani kehidupan dengan lebih bermakna dan meraih kebahagiaan yang sejati, baik di dunia maupun di akhirat.