Dalam lautan ayat-ayat suci Al-Qur'an, terdapat permata-permata hikmah yang senantiasa relevan bagi setiap generasi. Salah satu di antaranya adalah Surah Ali Imran ayat 144. Ayat ini memiliki kedalaman makna yang luar biasa, memberikan tuntunan dan pengingat yang kuat bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan, terutama dalam menghadapi ujian dan godaan. Ayat ini berbicara tentang hakikat kematian, pentingnya tidak terbuai oleh kesenangan duniawi, dan keteguhan dalam memegang prinsip keimanan.
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ ۚ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا ۗ وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
"Dan Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu akan berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, dia tidak akan dapat memberikan mudharat sedikit pun kepada Allah, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur."
Ayat Ali Imran 144 turun dalam konteks untuk mempertegas hakikat kenabian Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Pada masa itu, ada sebagian kaum musyrikin dan juga orang-orang munafik yang menyebarkan keraguan, bahkan menyebarkan kabar bohong tentang kematian Nabi. Ayat ini hadir sebagai bantahan sekaligus penguat bagi keyakinan umat Islam.
Allah Subhanahu wa Ta'ala menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW bukanlah sosok yang kekal di dunia. Beliau adalah seorang rasul utusan Allah, sama seperti rasul-rasul sebelumnya yang juga telah berpulang ke hadirat-Nya. Penegasan ini penting untuk menanamkan pemahaman bahwa tugas kenabian adalah menyampaikan risalah, bukan untuk menjadi abadi di muka bumi. Kematian, bagi seorang rasul, adalah sebuah keniscayaan yang telah digariskan Allah SWT.
Bagian kedua dari ayat ini memberikan peringatan yang sangat serius: "Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu akan berbalik ke belakang (murtad)?". Pertanyaan retoris ini mengandung makna sebuah ujian iman. Allah SWT seolah ingin menguji sejauh mana kesetiaan dan keyakinan para sahabat dan umat Islam pada umumnya terhadap ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW.
Kematian seorang pemimpin, apalagi seorang nabi, bisa menjadi momen krusial yang menggoyahkan. Adalah sebuah keprihatinan jika ada di antara kaum mukmin yang imannya bergantung hanya pada keberadaan fisik Nabi. Ayat ini mengingatkan bahwa keimanan sejati tidak boleh luntur hanya karena cobaan berupa kehilangan sosok yang dicintai atau dihormati. Ibadah, ketaatan, dan prinsip-prinsip ajaran Islam yang telah tertanam seharusnya menjadi pondasi yang kokoh, tidak mudah goyah oleh peristiwa duniawi.
Allah SWT kemudian melanjutkan dengan firman-Nya, "Barangsiapa yang berbalik ke belakang, dia tidak akan dapat memberikan mudharat sedikit pun kepada Allah". Ini adalah janji keadilan Allah. Konsekuensi dari kemurtadan atau kembali kepada kekafiran hanyalah merugikan diri sendiri. Orang yang murtad tidak akan mampu merusak keagungan Allah sedikit pun. Justru, ia yang akan kehilangan segalanya, terputus dari rahmat dan karunia-Nya.
Sebaliknya, ayat ini mengakhiri dengan sebuah kabar gembira: "dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." Kesabaran, keteguhan iman di saat ujian, dan keikhlasan dalam menjalankan perintah Allah adalah bentuk syukur yang hakiki. Allah SWT menjanjikan balasan terbaik bagi hamba-Nya yang senantiasa bersyukur dalam keadaan apapun. Syukur di sini bukan hanya dalam arti ucapan, melainkan refleksi dari hati yang mantap, tidak mudah tergoyahkan oleh cobaan dunia.
Meskipun ayat ini turun di masa lalu, relevansinya tidak lekang oleh waktu. Di era modern ini, kita juga dihadapkan pada berbagai macam ujian dan godaan. Ada kalanya kita melihat tokoh-tokoh panutan kita menghadapi kesulitan, bahkan kepergian mereka. Pertanyaan Ali Imran 144 sejatinya terus bergema: apakah keimanan kita hanya sekadar ikut-ikutan, ataukah telah tertanam kuat dalam sanubari?
Kemajuan teknologi dan arus informasi yang deras juga bisa menjadi ujian. Adanya berbagai macam aliran pemikiran, ajaran yang menyimpang, dan godaan materi seringkali membuat sebagian orang goyah. Ayat ini mengajarkan kita untuk kembali merujuk pada Al-Qur'an dan Sunnah, memperkuat pondasi keimanan agar tidak mudah terombang-ambing.
Selain itu, Ali Imran 144 mengingatkan kita untuk senantiasa bersyukur. Bersyukur atas nikmat Islam, bersyukur atas segala karunia Allah, dan bersyukur atas kesempatan untuk tetap berada di jalan kebenaran. Sikap syukur ini akan membuat hati menjadi lapang, sabar dalam menghadapi kesulitan, dan ikhlas dalam menjalani setiap takdir. Dengan memahami dan meresapi makna Surah Ali Imran ayat 144, diharapkan kita senantiasa menjadi hamba Allah yang kokoh imannya, senantiasa bersyukur, dan tidak pernah berbalik arah dari jalan yang telah ditunjukkan-Nya.