Provinsi Nusa Tenggara Barat, khususnya Pulau Sumbawa dengan Kabupaten Bima dan Kota Bima, menyimpan sejarah Islam yang kaya dan mendalam. Jauh sebelum era modern, nilai-nilai luhur Islam telah tertanam kuat dalam struktur sosial dan budaya masyarakat setempat. Inti dari ajaran yang ditanamkan ini adalah konsep amanah, sebuah warisan spiritual langsung dari ajaran Rasulullah Muhammad SAW. Amanah bukan sekadar janji, melainkan tanggung jawab total—baik kepada Allah SWT, sesama manusia, maupun alam semesta.
Fondasi Kehidupan Berbasis Amanah
Di Bima, pemahaman mengenai amanah termanifestasi dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari tata kelola pemerintahan kerajaan terdahulu hingga interaksi sehari-hari warga. Kesetiaan terhadap kata-kata (janji) dan integritas dalam bertindak menjadi tolok ukur utama kehormatan seseorang. Ketika kita berbicara tentang amanah Rasulullah, kita merujuk pada contoh sempurna beliau sebagai pribadi yang dijuluki Al-Amin (yang terpercaya) bahkan sebelum diangkat menjadi nabi.
Warisan ini sangat terasa dalam struktur kepemimpinan historis Bima. Raja-raja yang memerintah diharapkan menjadi teladan paripurna dalam menjaga amanah rakyat dan kedaulatan yang dipercayakan. Kegagalan menjaga amanah dianggap sebagai dosa besar, yang dapat meruntuhkan legitimasi kekuasaan di mata rakyat dan Tuhan. Tradisi lisan dan tulisan kuno di Bima seringkali menekankan pentingnya menjaga titipan, baik itu harta benda, rahasia, maupun mandat kekuasaan.
Penerapan Nilai Kepercayaan dalam Tradisi
Pengaruh amanah Rasulullah terlihat jelas dalam penerapan hukum adat yang berlandaskan syariat. Misalnya, dalam sistem kepemilikan lahan komunal atau pengelolaan sumber daya alam, prinsip keadilan dan kejujuran (bagian integral dari amanah) sangat dijunjung tinggi. Para pemimpin adat, yang seringkali beririsan dengan pemuka agama lokal, bertindak sebagai penjaga amanah publik. Mereka harus memastikan distribusi sumber daya dilakukan secara adil dan transparan, mencerminkan sifat kenabian yang tidak pernah menipu atau menyembunyikan kebenaran.
Pendidikan agama di Bima sejak dini menekankan bahwa setiap ucapan adalah sumpah, dan setiap tindakan akan dipertanggungjawabkan. Ini bukan sekadar doktrin teologis, melainkan etos kerja dan etos hidup yang membentuk karakter masyarakat Bima yang dikenal ulet dan memegang teguh prinsip. Ketika terjadi perselisihan, upaya pertama seringkali diarahkan pada pemulihan amanah dan kepercayaan yang telah hilang, sebelum sanksi formal dijatuhkan.
Tantangan di Era Kontemporer
Mempertahankan nilai amanah ini di tengah arus modernisasi dan tantangan ekonomi global tentu bukanlah hal yang mudah. Globalisasi membawa serta berbagai godaan materialistis yang terkadang menguji integritas individu. Namun, kekuatan narasi historis dan ajaran agama yang mendarah daging di Bima menjadi benteng pertahanan. Banyak tokoh masyarakat yang terus mengingatkan generasi muda bahwa kemajuan sejati tidak diukur dari kekayaan materi semata, melainkan dari kualitas moral dan sejauh mana mereka mampu menunaikan amanah yang dibebankan kepada mereka.
Amanah Rasulullah di Bima adalah warisan hidup. Ini adalah panggilan konstan untuk bertindak jujur dalam bisnis, tulus dalam pelayanan publik, dan bertanggung jawab dalam kehidupan keluarga. Nilai ini berfungsi sebagai kompas moral yang memastikan bahwa meskipun zaman berubah, karakter dasar masyarakat yang berlandaskan kepercayaan dan integritas tetap teguh berdiri, sebagaimana tiang-tiang masjid kuno yang bertahan melawan badai waktu. Menjaga amanah berarti menjaga martabat diri dan kehormatan leluhur yang telah berjuang keras menegakkan ajaran Islam di bumi Seribu Masjid ini.