Pendahuluan: Definisi Arteri Karotis
Arteri karotis adalah dua pembuluh darah besar yang terletak di leher, satu di sisi kiri dan satu di sisi kanan, yang memainkan peran fundamental dan tak tergantikan dalam memastikan kelangsungan hidup dan fungsi optimal otak. Pembuluh-pembuluh vital ini bertanggung jawab utama untuk mengalirkan darah beroksigen dari jantung, melalui aorta, menuju ke jaringan otak yang sangat haus akan nutrisi dan oksigen.
Tanpa suplai darah yang stabil dan adekuat melalui sistem karotis, jaringan otak akan mulai rusak hanya dalam hitungan menit, yang menekankan mengapa gangguan pada arteri karotis—seperti penyempitan atau sumbatan—merupakan salah satu penyebab utama dari stroke, kondisi medis yang sangat melemahkan dan berpotensi fatal. Memahami anatomi, fisiologi, dan patologi yang terkait dengan arteri karotis bukan hanya penting bagi profesional medis, tetapi juga krusial bagi publik untuk mengenali risiko dan gejala yang mungkin timbul.
Sistem karotis ini merupakan komponen inti dari sirkulasi serebral, bekerja bersama dengan arteri vertebralis untuk membentuk jaring pengaman vaskular yang dikenal sebagai Lingkaran Willis di dasar otak. Namun, karena lokasi anatomisnya yang strategis di leher dan titik bifurkasinya, arteri karotis, khususnya bagian umum dan internalnya, rentan terhadap penumpukan plak aterosklerotik. Penumpukan ini dapat menyebabkan Stenosis Karotis, sebuah kondisi yang menjadi fokus utama dalam pembahasan patologi vaskular.
Anatomi Rinci Sistem Karotis
Struktur arteri karotis sangat kompleks dan terbagi menjadi beberapa segmen yang masing-masing memiliki peran spesifik. Di tingkat leher, arteri karotis terbagi menjadi dua cabang utama: Arteri Karotis Eksternal (AKE) dan Arteri Karotis Internal (AKI).
Asal Usul dan Jalur
Perjalanan arteri karotis dimulai dari dada. Di sisi kanan, Arteri Karotis Komunis (AKK) muncul dari percabangan Arteri Brakiocephalica (Innominata). Sebaliknya, di sisi kiri, AKK muncul langsung dari Arkus Aorta. Kedua AKK ini naik secara vertikal di sisi leher, terlindungi di dalam selubung karotis (bersama dengan Vena Jugularis Interna dan Saraf Vagus).
Bifurkasi Karotis (Percabangan)
Titik paling kritis dari sistem karotis, secara anatomis dan patologis, adalah Bifurkasi Karotis. Ini adalah titik di mana Arteri Karotis Komunis terbagi menjadi dua cabang utama. Bifurkasi ini biasanya terjadi setinggi vertebra serviks C3 atau C4, seringkali bertepatan dengan batas atas kartilago tiroid.
Diagram skematis bifurkasi arteri karotis, menunjukkan pembagian menjadi arteri internal (AKI) dan eksternal (AKE).
Arteri Karotis Internal (AKI)
AKI adalah arteri yang paling krusial. Begitu memasuki tengkorak, ia tidak mengeluarkan cabang apapun di leher, yang menjadikannya jalur utama dan eksklusif untuk suplai darah ke otak bagian depan dan tengah. Perjalanan AKI sangat berliku-liku dan dibagi menjadi beberapa segmen (seperti segmen servikal, petrosa, kavernosa, dan serebral). Di dalam tengkorak, AKI menyediakan darah ke Arteri Serebral Tengah (Middle Cerebral Artery - MCA) dan Arteri Serebral Anterior (Anterior Cerebral Artery - ACA), yang merupakan arteri-arteri utama yang memberi makan hemisfer otak.
Arteri Karotis Eksternal (AKE)
Berlawanan dengan AKI, AKE bertanggung jawab untuk mengalirkan darah ke struktur eksternal tengkorak, termasuk wajah, kulit kepala, tiroid, lidah, dan faring. AKE memiliki delapan cabang penting, seperti arteri tiroid superior, arteri lingual, dan arteri maksilaris. Walaupun AKE tidak langsung menyuplai otak, terkadang AKE dapat menjadi jalur kolateral (jalur alternatif) suplai darah ke otak jika terjadi sumbatan berat pada AKI, meskipun ini jarang terjadi dan tidak efisien.
Sinus Karotis dan Badan Karotis
Di area bifurkasi, terdapat dua struktur sensorik vital:
- Sinus Karotis (Carotid Sinus): Ini adalah pelebaran kecil pada AKK tepat sebelum bifurkasi. Sinus ini mengandung Baroreseptor, ujung saraf yang sangat sensitif terhadap perubahan tekanan darah. Baroreseptor mengirimkan sinyal ke otak untuk membantu mengatur tekanan darah sistemik. Stimulasi berlebihan pada sinus ini (misalnya, melalui pijatan leher yang keras) dapat menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung yang tiba-tiba, yang dikenal sebagai Sinkop Sinus Karotis.
- Badan Karotis (Carotid Body): Terletak dekat bifurkasi, badan karotis mengandung Kemoreseptor. Reseptor ini memonitor kadar oksigen (O₂), karbon dioksida (CO₂), dan pH dalam darah. Mereka memainkan peran penting dalam mengontrol laju pernapasan, merespons kondisi seperti hipoksia (kekurangan O₂) dengan meningkatkan ventilasi paru-paru.
Fisiologi: Peran Karotis dalam Hemodinamika Serebral
Fungsi utama arteri karotis adalah memastikan perfusi (aliran darah) yang konstan dan stabil ke otak. Otak adalah organ yang paling intensif secara metabolik dalam tubuh, mengonsumsi sekitar 20% dari total oksigen tubuh meskipun hanya menyusun sekitar 2% dari massa tubuh. Oleh karena itu, mekanisme pengaturan aliran darah serebral sangat ketat.
Otokontrol Serebral
Sistem karotis beroperasi dalam kerangka yang disebut Otokontrol Serebral. Ini adalah kemampuan pembuluh darah otak untuk menyesuaikan diameternya (vasokonstriksi atau vasodilatasi) guna mempertahankan aliran darah serebral (Cerebral Blood Flow/CBF) yang konstan meskipun terjadi fluktuasi besar dalam tekanan darah sistemik (Mean Arterial Pressure/MAP).
Mekanisme otokontrol ini menjadi sangat penting; jika tekanan darah terlalu rendah, pembuluh darah otak akan melebar (vasodilatasi) untuk memastikan darah terus mengalir ke atas. Jika tekanan darah terlalu tinggi, pembuluh darah akan menyempit (vasokonstriksi) untuk mencegah kerusakan pada kapiler otak halus (edema atau pendarahan). Arteri karotis bertindak sebagai pipa suplai utama yang harus tetap paten agar mekanisme otokontrol ini bekerja.
Keterlibatan CO₂ dan pH
Selain pengaturan tekanan darah, aliran darah serebral sangat responsif terhadap kadar karbon dioksida (CO₂). CO₂ adalah vasodilator serebral yang sangat kuat. Peningkatan CO₂ dalam darah menyebabkan pembuluh darah otak melebar, meningkatkan aliran darah secara signifikan. Sebaliknya, penurunan CO₂ (misalnya, selama hiperventilasi) menyebabkan vasokonstriksi, yang dapat mengurangi CBF.
Peran badan karotis sebagai kemoreseptor di leher bertindak sebagai mekanisme peringatan dini. Jika kadar O₂ dalam darah turun (hipoksia), badan karotis mengirimkan sinyal untuk meningkatkan laju pernapasan, membantu memulihkan saturasi O₂ dan, secara tidak langsung, menjaga homeostasis vaskular serebral.
Patofisiologi: Penyakit Arteri Karotis
Gangguan pada arteri karotis sebagian besar berpusat pada kondisi penyempitan atau sumbatan yang disebabkan oleh penyakit yang disebut aterosklerosis. Kondisi ini secara kolektif disebut Penyakit Arteri Karotis (Carotid Artery Disease - CAD) atau Stenosis Karotis.
1. Aterosklerosis Karotis
Aterosklerosis adalah proses inflamasi kronis di mana plak yang terdiri dari lemak, kolesterol, kalsium, dan bahan seluler menumpuk di lapisan dalam (intima) dinding arteri. Proses ini biasanya dimulai di area di mana aliran darah mengalami turbulensi tinggi, dan titik bifurkasi karotis adalah lokasi utama karena perubahan mendadak dalam pola aliran (shear stress).
Mekanisme Pembentukan Plak
- Kerusakan Endotel: Dimulai dengan kerusakan pada lapisan sel endotel yang melapisi arteri, seringkali akibat tekanan darah tinggi (hipertensi), kolesterol tinggi, atau merokok.
- Infiltrasi Lipid: Kolesterol Low-Density Lipoprotein (LDL) teroksidasi menembus dinding arteri.
- Pembentukan Sel Busa (Foam Cells): Makrofag (sel kekebalan) masuk untuk membersihkan lipid tetapi malah menelan lipid tersebut, berubah menjadi sel busa, dan membentuk Fatty Streaks (garis lemak).
- Plak Fibrosa: Seiring waktu, sel otot polos bermigrasi dan membentuk lapisan fibrosa di atas inti lemak, menciptakan plak aterosklerotik yang matang.
2. Stenosis Karotis
Stenosis adalah penyempitan lumen arteri akibat pertumbuhan plak. Stenosis karotis diklasifikasikan berdasarkan tingkat penyempitan:
- Ringan: Sumbatan kurang dari 50%. Biasanya asimtomatik (tanpa gejala).
- Sedang: Sumbatan 50% hingga 69%. Risiko stroke meningkat, terutama jika pasien memiliki gejala TIA.
- Berat: Sumbatan 70% hingga hampir total. Risiko stroke sangat tinggi, dan intervensi seringkali diperlukan.
Mengapa Stenosis Karotis Menyebabkan Stroke?
Stroke yang terkait dengan stenosis karotis terjadi melalui dua mekanisme utama, yang keduanya dipicu oleh plak yang tidak stabil:
- Emboli Plak (Paling Umum): Plak yang lembut, berlemak, dan tipis lapisan fibrosanya (plak rentan) dapat pecah. Pecahan plak dan trombus (gumpalan darah) yang terbentuk di atasnya terlepas dan berjalan ke hulu, menyumbat arteri yang lebih kecil di otak (terutama di MCA), menyebabkan stroke iskemik.
- Hipoperfusi (Jarang): Pada stenosis yang sangat berat (90% ke atas), aliran darah ke otak bisa berkurang hingga titik di mana suplai tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, menyebabkan stroke di zona perbatasan (watershed stroke), terutama jika tekanan darah sistemik rendah.
3. Kondisi Vaskular Lainnya
Meskipun aterosklerosis adalah penyebab utama, ada kondisi lain yang dapat mempengaruhi arteri karotis:
- Diseksi Arteri Karotis: Robekan di lapisan dalam dinding arteri, memungkinkan darah masuk dan memisahkan lapisan-lapisan dinding. Ini sering terjadi akibat trauma tumpul pada leher (misalnya, kecelakaan mobil, atau bahkan gerakan leher tiba-tiba seperti chiropractic) dan merupakan penyebab stroke yang umum pada orang muda.
- Aneurisma Karotis: Pelebaran abnormal pada segmen arteri. Meskipun kurang umum di karotis leher daripada di otak, aneurisma dapat menyebabkan kompresi saraf atau ruptur.
- Fibromuskular Displasia (FMD): Pertumbuhan sel-sel abnormal di dinding arteri yang menyebabkan penyempitan dan pelebaran yang bergantian, sering terlihat pada wanita muda, menyebabkan gambaran 'tali manik-manik' pada angiografi.
Manifestasi Klinis: TIA dan Stroke Iskemik
Stenosis karotis seringkali asimtomatik hingga mencapai tingkat keparahan yang tinggi. Namun, ketika plak menjadi tidak stabil dan mulai melepaskan emboli, gejala neurologis dapat terjadi.
Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA, atau serangan iskemik transien, sering dianggap sebagai "mini-stroke" dan merupakan tanda peringatan serius dari penyakit karotis yang parah. TIA terjadi ketika bekuan kecil menyumbat arteri otak untuk waktu yang singkat (biasanya kurang dari 24 jam, seringnya hanya beberapa menit), sebelum bekuan tersebut hancur atau berpindah. Gejala TIA yang khas mencerminkan area otak yang kekurangan darah:
- Amaurosis Fugax (Kebutaan Sementara Monokular): Disebut juga "tirai yang turun di atas mata." Ini adalah kebutaan sementara pada satu mata di sisi yang sama dengan plak karotis. Hal ini terjadi karena emboli kecil berjalan dari karotis ke Arteri Oftalmika.
- Kelemahan atau Mati Rasa (Paresis/Paresthesia): Kelemahan atau mati rasa yang mendadak pada satu sisi tubuh (wajah, lengan, atau kaki) di sisi yang berlawanan dengan lesi karotis.
- Afasia: Kesulitan berbicara atau memahami bahasa jika hemisfer dominan (umumnya kiri) terpengaruh.
Meskipun TIA sembuh total, ini mengindikasikan bahwa plak tersebut sangat rentan dan risiko stroke permanen dalam 48 jam hingga 90 hari ke depan sangat tinggi.
Stroke Iskemik
Stroke iskemik permanen terjadi ketika sumbatan menetap dan menyebabkan kematian jaringan otak (infark). Gejala stroke serupa dengan TIA tetapi berlangsung lebih lama dan menyebabkan defisit neurologis yang permanen.
Diagnosis Penyakit Arteri Karotis
Deteksi dini stenosis karotis sangat penting. Alat diagnostik modern memungkinkan pencitraan non-invasif dengan akurasi tinggi.
1. Ultrasonografi Duplex Karotis
Ini adalah modalitas pencitraan lini pertama dan paling umum digunakan. USG Duplex menggabungkan pencitraan struktural (B-mode) untuk melihat plak secara visual dengan pencitraan Doppler untuk mengukur kecepatan aliran darah. Stenosis diukur berdasarkan peningkatan kecepatan darah (Velocity):
- Kecepatan Sistolik Puncak (PSV): Semakin tinggi kecepatan darah melalui area penyempitan, semakin parah stenosisnya.
- Rasio ICA/CCA: Perbandingan antara kecepatan di Arteri Karotis Internal (AKI) dan Arteri Karotis Komunis (AKK). Rasio ini digunakan untuk membedakan stenosis hemodinamik (peningkatan kecepatan nyata) dari peningkatan kecepatan yang disebabkan oleh kondisi lain.
USG tidak hanya mengukur tingkat penyempitan tetapi juga memberikan informasi mengenai morfologi plak (apakah plak lembut, ulserasi, atau memiliki kalsium) yang menentukan tingkat risiko emboli.
2. Angiografi Tomografi Komputer (CTA)
CTA menggunakan sinar-X dan kontras intravena untuk menghasilkan gambar 3D yang detail dari pembuluh darah. CTA sangat berguna untuk:
- Memvisualisasikan struktur arteri di dasar tengkorak dan di sekitar sinus karotis, di mana USG mungkin terhalang oleh tulang.
- Mengevaluasi pasien yang membutuhkan intervensi bedah untuk merencanakan prosedur secara tepat.
3. Pencitraan Resonansi Magnetik (MRA)
MRA menggunakan medan magnet untuk memvisualisasikan pembuluh darah tanpa paparan radiasi. MRA memberikan informasi yang sangat baik tentang pembuluh intrakranial (di dalam otak) dan sering digunakan bersama dengan pencitraan otak standar (MRI) untuk mencari tanda-tanda infark atau TIA yang tersembunyi.
4. Angiografi Serebral Konvensional
Angiografi adalah "standar emas" historis. Prosedur invasif ini melibatkan pemasangan kateter dari pangkal paha hingga ke arteri karotis, kemudian injeksi zat kontras. Angiografi memberikan gambaran resolusi tertinggi tetapi membawa risiko kecil (namun signifikan) dari stroke atau komplikasi vaskular di tempat tusukan, sehingga saat ini lebih sering digunakan untuk kasus yang kompleks atau sebagai bagian dari intervensi endovaskular (Stenting).
Manajemen Klinis dan Pilihan Pengobatan
Pengelolaan penyakit arteri karotis melibatkan dua jalur: manajemen medis yang agresif untuk semua pasien dan intervensi bedah atau endovaskular untuk pasien dengan stenosis tingkat tinggi dan bergejala.
1. Manajemen Medis (Untuk Semua Pasien)
Terlepas dari tingkat stenosis, semua pasien harus menjalani modifikasi gaya hidup intensif dan terapi obat untuk menstabilkan plak dan mengontrol faktor risiko kardiovaskular sistemik.
- Terapi Antiplatelet: Obat seperti Aspirin dan Clopidogrel diresepkan untuk mencegah pembentukan gumpalan darah pada permukaan plak yang rentan. Antiplatelet sangat efektif dalam mengurangi risiko TIA dan stroke.
- Terapi Statin: Statin (misalnya, Atorvastatin, Rosuvastatin) tidak hanya menurunkan kadar kolesterol LDL tetapi yang lebih penting, mereka memiliki efek Pleiotropik: menstabilkan plak yang sudah ada, mengurangi inflamasi vaskular, dan mengurangi kemungkinan plak pecah.
- Pengendalian Tekanan Darah: Hipertensi adalah faktor risiko terbesar. Penggunaan obat antihipertensi (ACE inhibitor, Beta-blocker) untuk mencapai target tekanan darah yang ketat (<130/80 mmHg) sangat penting.
- Pengendalian Diabetes dan Gaya Hidup: Penghentian merokok total dan pengelolaan glukosa darah yang ketat bagi penderita diabetes.
2. Indikasi Intervensi Bedah/Endovaskular
Intervensi (operasi atau stenting) biasanya dipertimbangkan untuk:
- Pasien Bergejala (Simtomatik): Stenosis ≥ 50%. Intervensi harus dilakukan sesegera mungkin (idealnya dalam 2 minggu setelah TIA/stroke minor) karena risiko stroke ulang sangat tinggi.
- Pasien Tanpa Gejala (Asimtomatik): Stenosis ≥ 70% hingga 80%. Indikasi untuk intervensi pada kelompok ini lebih hati-hati, hanya jika risiko perioperatif rendah, karena risiko operasi harus lebih rendah daripada risiko stroke alami jangka panjang.
Prosedur Intervensi Utama
A. Karotis Endarterektomi (Carotid Endarterectomy - CEA)
CEA adalah prosedur bedah terbuka yang telah menjadi standar emas selama beberapa dekade, terutama untuk pasien bergejala dengan stenosis tinggi. Prosedur ini melibatkan:
- Insisi: Sayatan dibuat di sepanjang sisi leher, di atas lokasi arteri karotis.
- Akses dan Penjepitan: Arteri karotis diisolasi. Aliran darah ke otak dihentikan sementara dengan menjepit AKK, AKI, dan AKE.
- Arteriotomi: Arteri karotis dibuka melalui sayatan memanjang (arteriotomi).
- Pengangkatan Plak: Plak aterosklerotik dikupas dan diangkat secara hati-hati dari dinding bagian dalam arteri (endarterektomi).
- Penutupan: Arteri ditutup kembali, seringkali menggunakan Patch (sepotong bahan sintetik atau vena pasien sendiri) untuk memastikan lumen yang lebih lebar dan mencegah penyempitan ulang (restenosis).
CEA telah terbukti sangat efektif, mengurangi risiko stroke jangka panjang secara signifikan, terutama pada pasien yang sebelumnya mengalami TIA atau stroke minor.
B. Karotis Angioplasti dan Stenting (Carotid Artery Stenting - CAS)
CAS adalah prosedur endovaskular invasif minimal. Prosedur ini dilakukan dengan memasukkan kateter melalui arteri femoralis (pangkal paha) dan mengarahkannya ke karotis leher:
- Akses dan Perlindungan Emboli: Balon dan kawat dimasukkan melintasi plak. Alat Pelindung Emboli (Embolic Protection Device - EPD) dipasang di hilir (di AKI) untuk menangkap fragmen plak yang mungkin terlepas selama prosedur.
- Angioplasti: Balon dikembangkan untuk memperluas lumen arteri.
- Penempatan Stent: Stent (jaring logam tubular) dipasang untuk menopang dinding arteri dan mempertahankan patensi.
- Pengangkatan EPD: EPD diangkat bersama dengan puing-puing plak yang tertangkap.
CAS sering dipilih untuk pasien yang memiliki risiko tinggi untuk operasi terbuka (misalnya, pasien yang pernah menjalani radiasi leher, stenosis yang terlalu tinggi di leher, atau masalah paru-paru/jantung yang parah). Meskipun demikian, studi menunjukkan bahwa CAS membawa risiko sedikit lebih tinggi terkait stroke perioperatif (terutama pada pasien yang lebih tua) dibandingkan dengan CEA.
Perbandingan antara arteri sehat dan arteri yang mengalami stenosis akibat penumpukan plak aterosklerotik, yang mengurangi aliran darah.
3. Pilihan Intervensi Baru: TCAR
Sebuah kemajuan relatif baru dalam manajemen stenosis karotis adalah Transcarotid Artery Revascularization (TCAR). Prosedur ini menggabungkan prinsip bedah terbuka dan endovaskular. Akses dilakukan langsung di leher ke Arteri Karotis Komunis, tetapi intervensi (stenting) dilakukan secara minimal invasif. Fitur unik TCAR adalah penggunaan sistem ‘pembalikan aliran’ (flow reversal), di mana darah dialirkan menjauh dari otak selama stenting, mengurangi risiko emboli ke otak secara signifikan selama prosedur.
Risiko dan Komplikasi Pasca Intervensi
Meskipun intervensi bertujuan untuk mencegah stroke di masa depan, setiap prosedur membawa risiko. Komplikasi utama yang dicermati oleh tim bedah dan vaskular adalah risiko stroke perioperatif.
Komplikasi Utama
- Stroke Perioperatif: Terjadi selama atau segera setelah prosedur (baik CEA maupun CAS). Ini dapat disebabkan oleh emboli selama manipulasi plak atau sumbatan yang terbentuk setelah penutupan.
- Hiperperfusi Serebral: Sebuah komplikasi langka namun serius, terjadi terutama pada pasien dengan stenosis sangat berat (hampir 100%) yang tiba-tiba diperbaiki. Otak yang terbiasa dengan tekanan rendah mendadak dibanjiri aliran darah normal, menyebabkan edema, pendarahan, dan sakit kepala parah.
- Kerusakan Saraf: Dalam CEA, risiko kerusakan saraf kranial yang berjalan dekat dengan arteri karotis, seperti Saraf Vagus (kontrol suara) atau Saraf Hipoglossal (kontrol lidah), dapat menyebabkan suara serak sementara atau permanen, atau kesulitan menelan.
- Restenosis: Penyempitan ulang arteri dari waktu ke waktu, meskipun menggunakan patch atau stent. Risiko restenosis biasanya lebih tinggi pada pasien dengan CAS dibandingkan CEA, meskipun risikonya umumnya rendah.
Pemantauan Jangka Panjang
Pasca intervensi, pasien membutuhkan pemantauan USG Duplex Karotis secara berkala. Pemeriksaan ini dilakukan pada 1 bulan, 6 bulan, dan kemudian setiap tahun untuk memastikan bahwa arteri tetap terbuka dan tidak terjadi penyempitan ulang yang signifikan. Pengobatan statin dan antiplatelet harus dilanjutkan tanpa batas waktu.
Pencegahan dan Arah Penelitian Masa Depan
Fokus pengobatan karotis bergeser dari sekadar memperbaiki penyempitan menjadi prediksi dan pencegahan. Pencegahan adalah pilar utama, karena aterosklerosis adalah penyakit sistemik yang dapat dicegah.
Strategi Pencegahan
Pencegahan penyakit karotis identik dengan pencegahan penyakit jantung dan stroke secara umum:
- Kontrol Faktor Risiko: Menghentikan kebiasaan merokok, mengelola tekanan darah, kolesterol (LDL < 70 mg/dL untuk pasien berisiko tinggi), dan gula darah.
- Diet dan Olahraga: Diet Mediterania atau diet rendah lemak jenuh telah terbukti mengurangi progresivitas aterosklerosis.
Inovasi dan Penelitian
Bidang penelitian saat ini berfokus pada teknik pencitraan lanjutan untuk mengidentifikasi plak yang paling rentan (plak yang kemungkinan besar akan pecah), bukan hanya plak yang menyebabkan penyempitan terparah. Teknik-teknik seperti MRI Resolusi Tinggi Vaskular (HRV MRI) dapat membedakan antara inti lipid besar, kalsifikasi, dan tutup fibrosa tipis. Pemahaman ini akan memungkinkan intervensi yang ditargetkan hanya pada pasien yang memiliki "plak berisiko tinggi," bahkan jika stenosisnya moderat.
Penelitian lain mengeksplorasi penggunaan obat biologis untuk memblokir jalur inflamasi spesifik dalam pembentukan plak, yang mungkin menawarkan cara baru untuk menstabilkan dan bahkan meregresi plak aterosklerotik tanpa perlu prosedur invasif.
Kesimpulan
Arteri karotis adalah dua pembuluh darah yang memegang kunci kelangsungan fungsi otak. Stenosis karotis, yang utamanya disebabkan oleh aterosklerosis, merupakan ancaman serius karena potensinya menyebabkan stroke iskemik, baik melalui mekanisme emboli maupun hipoperfusi. Diagnosis yang akurat, terutama melalui USG Duplex, memandu keputusan manajemen.
Pengobatan modern menggabungkan manajemen medis agresif—penggunaan statin dan antiplatelet untuk menstabilkan plak—dengan intervensi (CEA, CAS, atau TCAR) yang ditujukan untuk pasien bergejala atau pasien asimtomatik dengan penyempitan yang sangat berat. Memahami secara mendalam bagaimana arteri karotis berfungsi, apa yang membuatnya sakit, dan bagaimana cara terbaik untuk mengobatinya, merupakan langkah krusial dalam upaya global untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat stroke.
Setiap detail anatomis, mulai dari sinus karotis yang peka tekanan hingga bifurkasi yang rentan plak, memiliki implikasi klinis yang luas, menjadikan sistem karotis sebagai salah satu fokus utama dalam kedokteran vaskular dan neurologi.