Kehamilan adalah periode transformatif yang menuntut perhatian nutrisi yang sangat cermat. Dari semua vitamin dan mineral yang berperan, asam folat—bentuk sintetis dari vitamin B9, yang secara alami dikenal sebagai folat—memegang peran sentral yang tidak dapat digantikan. Kepentingannya tidak hanya terbatas pada pemeliharaan kesehatan umum ibu, tetapi secara fundamental terkait dengan pembentukan struktur vital pada janin yang sedang berkembang pesebat. Bahkan sebelum seorang wanita menyadari dirinya hamil, asam folat sudah menjalankan tugasnya yang paling krusial.
Asam folat dikenal sebagai nutrisi yang esensial, artinya tubuh manusia tidak dapat memproduksinya sendiri dan harus mendapatkannya dari sumber eksternal, baik melalui makanan maupun suplemen. Untuk populasi umum, folat diperlukan untuk sintesis DNA, perbaikan sel, dan produksi sel darah merah yang sehat. Namun, dalam konteks kehamilan, fungsinya meluas menjadi mekanisme pencegahan utama terhadap cacat lahir serius yang disebut Cacat Tabung Saraf (NTDs).
Kekurangan asam folat, bahkan yang bersifat ringan, pada masa-masa awal kehamilan dapat memiliki konsekuensi yang jauh dan permanen. Oleh karena itu, konsumsi yang memadai—dan seringkali suplementasi—bukanlah sekadar rekomendasi kesehatan tambahan, melainkan protokol wajib bagi setiap wanita yang berencana hamil atau berada dalam usia subur. Pemahaman mendalam tentang bagaimana, kapan, dan berapa banyak asam folat yang dibutuhkan merupakan kunci untuk memastikan hasil kehamilan yang paling optimal.
Fungsi paling terkenal dari asam folat selama kehamilan adalah perannya dalam perkembangan tabung saraf (neural tube). Tabung saraf adalah struktur embrionik yang pada akhirnya akan berkembang menjadi otak dan sumsum tulang belakang janin. Pembentukan struktur vital ini merupakan salah satu peristiwa biologis tercepat dan paling sensitif dalam perkembangan manusia.
Proses penutupan tabung saraf biasanya terjadi sangat awal, antara hari ke-21 hingga hari ke-28 setelah pembuahan—suatu periode di mana banyak wanita belum sepenuhnya menyadari bahwa mereka telah hamil. Asam folat, dalam bentuk aktifnya, sangat penting untuk proses metilasi DNA dan sintesis nukleotida, blok bangunan yang diperlukan untuk replikasi dan pertumbuhan sel yang cepat.
Jika kadar asam folat tidak mencukupi selama jendela kritis empat minggu tersebut, proses penutupan tabung saraf dapat terganggu. Gangguan ini menyebabkan Cacat Tabung Saraf (NTDs), yang paling umum di antaranya adalah Spina Bifida dan Anensefali. Spina Bifida terjadi ketika tulang belakang tidak menutup sepenuhnya, meninggalkan celah yang dapat menyebabkan kerusakan saraf permanen. Anensefali, kondisi yang jauh lebih parah dan biasanya mematikan, terjadi ketika bagian besar dari otak dan tengkorak tidak terbentuk.
Ilustrasi sederhana menunjukkan perbedaan antara tabung saraf yang terbuka (berisiko NTD) dan yang tertutup sempurna, proses yang sangat bergantung pada kecukupan asam folat di minggu-minggu awal kehamilan.
Selain NTDs, asam folat memainkan peran penting dalam semua proses yang melibatkan pembelahan sel yang cepat. Selama kehamilan, baik ibu maupun janin mengalami pertumbuhan seluler yang masif. Asam folat diperlukan untuk pembentukan sel darah merah baru, mencegah anemia megaloblastik pada ibu. Anemia yang parah selama kehamilan dapat menyebabkan komplikasi seperti kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah.
Lebih jauh, asam folat terlibat dalam pembentukan plasenta, organ yang bertanggung jawab untuk menyediakan nutrisi dan oksigen kepada janin. Plasenta yang sehat dan berfungsi optimal sangat bergantung pada proses sintesis DNA yang efisien, di mana asam folat adalah kofaktor esensialnya. Kekurangan dapat berkontribusi pada masalah plasenta dan gangguan pertumbuhan janin (IUGR).
Kebutuhan asam folat sangat spesifik dan waktu konsumsinya jauh lebih penting daripada yang disadari banyak orang. Karena jendela kritis penutupan tabung saraf terjadi sebelum kebanyakan tes kehamilan positif, rekomendasi global menekankan pada konsep ‘persiapan nutrisi’.
Organisasi kesehatan terkemuka, termasuk Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan World Health Organization (WHO), sepakat bahwa suplemen asam folat harus dimulai setidaknya satu bulan sebelum konsepsi yang direncanakan dan berlanjut hingga akhir trimester pertama (minggu ke-12). Idealnya, setiap wanita usia subur harus menganggap dirinya berpotensi hamil dan memastikan asupan folatnya memadai.
Untuk wanita yang tidak memiliki faktor risiko tinggi (riwayat NTDs sebelumnya atau kondisi medis tertentu), dosis standar yang direkomendasikan adalah:
Penting untuk diingat bahwa 400 mcg adalah dosis minimal yang terbukti dapat mengurangi risiko NTDs hingga 70%. Konsumsi suplemen adalah metode yang lebih pasti dibandingkan hanya mengandalkan makanan, karena asam folat dalam suplemen (pteroylmonoglutamic acid) lebih mudah diserap oleh tubuh (memiliki bioavailabilitas hampir 100%) dibandingkan folat alami dari makanan.
Beberapa wanita memerlukan dosis asam folat yang jauh lebih tinggi—seringkali sepuluh kali lipat dosis standar. Ini disebut Pencegahan Sekunder, dan biasanya melibatkan dosis 4000 mcg (4 mg) per hari. Kelompok yang termasuk kategori risiko tinggi meliputi:
Dosis tinggi ini harus selalu dilakukan di bawah pengawasan dan resep dokter kandungan, karena konsumsi berlebihan pada beberapa kasus langka dapat menutupi gejala kekurangan vitamin B12, meskipun risiko ini umumnya rendah pada wanita hamil yang diperiksa secara rutin.
Meskipun suplementasi sangat ditekankan, mendapatkan folat dari makanan tetap merupakan bagian penting dari diet seimbang. Penting untuk membedakan antara 'folat' yang ditemukan secara alami dalam makanan dan 'asam folat' yang merupakan bentuk sintetis yang digunakan dalam suplemen dan makanan yang difortifikasi.
Istilah folat berasal dari kata Latin folium, yang berarti daun, merujuk pada kekayaan nutrisi ini dalam sayuran berdaun hijau. Folat alami seringkali rapuh dan dapat hilang hingga 90% selama proses memasak yang berlebihan atau pemanasan yang lama.
Untuk mengatasi rendahnya asupan folat dalam populasi secara luas, banyak negara telah menerapkan program fortifikasi wajib. Fortifikasi melibatkan penambahan asam folat ke dalam produk sereal, roti, pasta, dan tepung. Program ini telah terbukti menjadi salah satu intervensi kesehatan masyarakat paling efektif dalam mengurangi angka NTDs secara signifikan.
Asam folat dari makanan yang difortifikasi dan suplemen memiliki tingkat penyerapan yang jauh lebih tinggi dan lebih stabil daripada folat alami. Tubuh dapat menyerap sekitar 85% dari asam folat yang dikonsumsi melalui suplemen, dibandingkan dengan sekitar 50% folat yang tersedia dari makanan.
Folat dapat diperoleh dari sumber alami (sayuran, kacang-kacangan) dan sumber sintetis (makanan fortifikasi dan suplemen), yang terakhir menawarkan bioavailabilitas yang lebih tinggi.
Meskipun suplementasi asam folat sangat dianjurkan, efektivitasnya sangat bergantung pada kemampuan tubuh untuk memetabolismenya menjadi bentuk aktif. Asam folat (pteroylmonoglutamic acid) tidak dapat langsung digunakan oleh sel; ia harus diubah menjadi 5-methyltetrahydrofolate (5-MTHF), sering disebut sebagai methylfolate atau folat aktif.
Transformasi kimia ini dimediasi oleh enzim kunci yang disebut Methylenetetrahydrofolate Reductase (MTHFR). Beberapa individu membawa variasi genetik umum, yang dikenal sebagai polimorfisme MTHFR (terutama varian C677T dan A1298C), yang menyebabkan enzim ini bekerja kurang efisien. Hingga 40-60% populasi mungkin memiliki satu atau dua salinan variasi ini, yang berarti tubuh mereka mungkin berjuang untuk mengubah asam folat sintetik menjadi bentuk aktifnya.
Untuk wanita dengan mutasi MTHFR, asupan asam folat standar mungkin tidak cukup untuk mencapai tingkat folat aktif yang diperlukan untuk perlindungan NTD. Hal ini memunculkan perdebatan tentang perlunya suplemen yang mengandung folat aktif (5-MTHF) daripada asam folat biasa, terutama bagi mereka yang berisiko tinggi.
Namun, penting untuk dicatat bahwa meskipun mutasi MTHFR lazim, sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa dosis asam folat yang tinggi (400 mcg hingga 1000 mcg) masih efektif dalam pencegahan NTDs, bahkan pada pembawa mutasi. Hal ini karena ketika kadar asam folat tinggi, mekanisme metabolisme alternatif dapat bekerja, atau jumlah kecil enzim MTHFR yang berfungsi masih bisa mencukupi.
Methylfolate (L-5-MTHF) telah menjadi pilihan populer, terutama dalam suplemen prenatal premium. Karena methylfolate sudah dalam bentuk aktifnya, ia dapat langsung digunakan oleh tubuh tanpa memerlukan enzim MTHFR. Bagi wanita yang memiliki kekhawatiran spesifik tentang penyerapan atau memiliki riwayat NTDs, beralih ke methylfolate mungkin merupakan strategi yang masuk akal, meskipun biaya suplemen ini cenderung lebih tinggi.
Keputusan untuk menguji gen MTHFR atau menggunakan methylfolate harus dibahas dengan penyedia layanan kesehatan. Saat ini, pengujian genetik MTHFR untuk semua wanita hamil atau yang merencanakan kehamilan tidak direkomendasikan secara rutin, tetapi merupakan pertimbangan penting dalam kasus NTDs yang berulang.
Konsekuensi dari kekurangan asam folat melampaui cacat tabung saraf. Defisiensi nutrisi ini dapat memengaruhi kesehatan ibu, perkembangan kognitif janin, dan hasil jangka panjang kehamilan.
Seperti yang telah dibahas, NTDs (Spina Bifida, Anensefali) adalah risiko utama. Spina Bifida bervariasi tingkat keparahannya, mulai dari kondisi ringan yang tidak menimbulkan gejala hingga myelomeningocele yang parah, yang melibatkan tonjolan kantung sumsum tulang belakang melalui celah di tulang belakang. Kondisi ini sering kali memerlukan pembedahan segera setelah lahir dan dapat menyebabkan kelumpuhan, disfungsi kandung kemih dan usus, serta masalah hidrosefalus.
Bukti yang berkembang menunjukkan bahwa asam folat mungkin berperan dalam pencegahan cacat lahir selain NTDs. Studi epidemiologi telah mengaitkan asupan folat yang rendah dengan peningkatan risiko:
Defisiensi folat pada ibu menyebabkan anemia megaloblastik, suatu kondisi di mana sel darah merah menjadi besar secara tidak normal (megaloblas) tetapi jumlahnya sedikit. Anemia ini menyebabkan kelelahan ekstrem, sesak napas, dan dapat membebani sistem kardiovaskular ibu. Selain itu, folat berperan dalam menyeimbangkan kadar homosistein.
Tingginya kadar homosistein, yang merupakan produk sampingan metabolisme protein yang diatur oleh folat, telah dikaitkan dengan peningkatan risiko komplikasi kehamilan, termasuk:
Oleh karena itu, memastikan kadar folat optimal membantu menjaga lingkungan internal ibu tetap stabil dan mendukung kehamilan yang sehat hingga cukup bulan.
Tidak semua wanita memetabolisme atau menyerap asam folat dengan efisiensi yang sama. Beberapa faktor risiko dan interaksi obat dapat meningkatkan kebutuhan asam folat secara drastis, sering kali memerlukan dosis di atas standar 400 mcg.
Beberapa kelas obat yang sering digunakan untuk kondisi kronis diketahui berinteraksi dengan metabolisme folat, mengurangi ketersediaan folat di tingkat sel:
Selain obat-obatan, kondisi kesehatan dan kebiasaan tertentu dapat meningkatkan risiko kekurangan folat:
Pencernaan dan Malabsorpsi: Kondisi seperti penyakit radang usus (IBD), penyakit Celiac, atau riwayat operasi bariatrik dapat mengurangi area permukaan usus halus untuk penyerapan nutrisi, termasuk folat. Wanita dengan riwayat ini memerlukan pemantauan ketat dan mungkin memerlukan bentuk folat yang lebih mudah diserap.
Penggunaan Alkohol: Konsumsi alkohol kronis diketahui mengganggu penyerapan, penyimpanan, dan metabolisme folat dalam tubuh. Wanita yang merencanakan kehamilan harus menghindari alkohol sepenuhnya, tidak hanya karena risiko folat tetapi juga risiko Sindrom Alkohol Janin (FAS).
Merokok: Merokok dikaitkan dengan penurunan kadar folat serum, yang meningkatkan kebutuhan nutrisi ini.
Meskipun penekanan utama asam folat adalah pada pencegahan NTDs pada minggu-minggu awal, perannya tidak berakhir setelah trimester pertama. Kebutuhan asam folat tetap tinggi sepanjang sisa kehamilan untuk mendukung pertumbuhan janin yang berkelanjutan, plasenta, dan peningkatan volume darah ibu.
Trimester kedua dan ketiga ditandai dengan peningkatan berat badan janin dan pengembangan organ yang lebih lanjut. Selama periode ini, janin membutuhkan folat untuk:
Asam folat terus bekerja untuk menjaga kadar homosistein tetap rendah, yang telah terbukti memiliki efek perlindungan terhadap beberapa komplikasi akhir kehamilan. Penelitian menunjukkan bahwa suplementasi yang dilanjutkan hingga persalinan dapat dikaitkan dengan:
Oleh karena itu, dosis harian yang direkomendasikan umumnya meningkat menjadi 600 mcg setelah minggu ke-12, seringkali tersedia dalam formula multivitamin prenatal standar.
Meskipun kekurangan asam folat menyebabkan konsekuensi serius, pertanyaan tentang batas atas dan potensi efek samping dari konsumsi asam folat yang sangat tinggi juga menjadi topik perdebatan ilmiah. Batas atas (UL) asupan yang dapat ditoleransi untuk asam folat yang tidak aktif ditetapkan pada 1000 mcg (1 mg) per hari untuk orang dewasa, meskipun dosis ini sering dilewati pada resep untuk wanita berisiko tinggi.
Salah satu kekhawatiran utama dengan dosis asam folat sintetis yang sangat tinggi (di atas 1000 mcg) adalah munculnya Asam Folat Tidak Termetabolisme (UMFA) dalam darah. Ketika tubuh dibanjiri dengan asam folat, kapasitas enzim MTHFR bisa jenuh, meninggalkan sebagian asam folat dalam bentuk yang tidak terkonversi. Efek jangka panjang dari UMFA masih diteliti, namun beberapa studi observasional telah menyarankan potensi hubungan dengan masalah imunologi atau risiko beberapa jenis kanker pada populasi umum, meskipun data ini jauh dari konklusif dan biasanya tidak berlaku untuk periode kehamilan yang singkat.
Dalam konteks kehamilan, manfaat pencegahan NTDs pada wanita berisiko tinggi dengan dosis 4 mg umumnya jauh lebih besar daripada risiko teoretis dari UMFA. Selama penggunaan dosis tinggi ini diawasi oleh profesional medis, risiko bagi ibu dan janin dianggap minimal dibandingkan dengan risiko Spina Bifida.
Kekhawatiran yang lebih mapan terkait asupan asam folat yang sangat tinggi adalah kemampuannya untuk menutupi kekurangan vitamin B12. Kekurangan B12 juga menyebabkan anemia megaloblastik. Asam folat dapat mengatasi anemia ini tanpa memperbaiki kerusakan neurologis yang mendasari akibat defisiensi B12. Jika kekurangan B12 tidak terdiagnosis dan tidak diobati, kerusakan saraf yang ireversibel dapat terjadi.
Oleh karena itu, pada wanita hamil atau yang merencanakan kehamilan, sangat penting untuk memastikan kadar B12 yang memadai, terutama bagi vegetarian atau vegan yang berisiko kekurangan B12 karena vitamin ini hanya ditemukan secara alami dalam produk hewani.
Mengintegrasikan asam folat ke dalam rutinitas sehari-hari memerlukan perencanaan, terutama karena harus dimulai sebelum konsepsi.
Untuk wanita yang tidak secara aktif merencanakan, tetapi berada dalam usia subur dan aktif secara seksual, dianjurkan untuk mengonsumsi multivitamin atau suplemen asam folat 400 mcg setiap hari. Ini bertindak sebagai 'jaring pengaman' mengingat ketidakpastian waktu kehamilan.
Tips Kepatuhan:
Meskipun makanan fortifikasi memberikan folat, wanita dengan pola makan yang sangat terbatas harus lebih berhati-hati. Folat dalam bentuk suplemen tetap menjadi solusi yang paling andal. Jika seseorang kesulitan mengonsumsi sayuran berdaun hijau, fokuskan pada sumber makanan alami yang lebih mudah dikonsumsi:
Wanita yang hamil ganda memiliki kebutuhan nutrisi yang jauh lebih besar karena adanya dua atau lebih janin yang berebut sumber daya. Meskipun belum ada panduan universal yang ketat, seringkali penyedia layanan kesehatan akan merekomendasikan dosis asam folat yang lebih tinggi (misalnya, 800-1000 mcg per hari) untuk mendukung pembelahan sel yang masif, pertumbuhan plasenta yang ganda, dan peningkatan volume darah ibu yang lebih ekstrem.
Namun, sangat penting bahwa peningkatan dosis ini dikoordinasikan oleh ahli gizi atau dokter kandungan untuk menyeimbangkan folat dengan vitamin dan mineral penting lainnya.
Kebutuhan asam folat tidak berakhir saat bayi lahir. Masa pascapersalinan, terutama jika ibu memilih untuk menyusui, mempertahankan permintaan nutrisi yang tinggi dalam tubuh ibu.
Folat diekskresikan ke dalam ASI, dan penting untuk pertumbuhan bayi serta produksi DNA. Rekomendasi asupan harian folat untuk wanita yang menyusui adalah 500 mcg. Meskipun dosis ini sedikit lebih rendah daripada puncak kebutuhan kehamilan, suplemen prenatal biasanya tetap dianjurkan selama periode menyusui untuk memastikan ibu tidak mengalami defisiensi dan nutrisi ASI tetap optimal.
Kecukupan folat pascapersalinan juga penting untuk pemulihan ibu, terutama jika ada anemia yang berkembang selama kehamilan atau persalinan yang menyebabkan kehilangan darah yang signifikan. Folat membantu dalam pembaruan sel darah merah ibu.
Bagi pasangan yang menggunakan menyusui sebagai metode kontrasepsi (LAM) atau merencanakan kehamilan dalam waktu dekat, melanjutkan suplementasi asam folat standar (400 mcg) adalah strategi yang cerdas. Jarak antar kehamilan yang terlalu dekat dapat menguras cadangan nutrisi ibu, dan folat adalah salah satu nutrisi pertama yang harus dipulihkan sebelum konsepsi berikutnya terjadi.
Asam folat, dalam perannya sebagai pilar nutrisi kehamilan, menawarkan salah satu intervensi kesehatan masyarakat yang paling kuat dan paling sederhana untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan cacat lahir. Konsep kuncinya terletak pada pencegahan yang dimulai sejak dini—bahkan sebelum kehamilan terjadi.
Penelitian terus memperkuat fakta bahwa kegagalan penutupan tabung saraf, yang menjadi fokus utama folat, adalah hasil dari interaksi genetik yang kompleks dengan faktor lingkungan dan nutrisi. Namun, intervensi dengan suplementasi asam folat terbukti mampu mengatasi kerentanan genetik tersebut secara efektif pada sebagian besar populasi.
Dari 400 mcg per hari untuk pencegahan rutin hingga dosis 4 mg yang diresepkan untuk kasus risiko tinggi, setiap wanita yang berpotensi hamil harus memahami bahwa folat bukanlah opsi, melainkan persyaratan biologis. Kolaborasi antara calon ibu, dokter, dan ahli gizi adalah fundamental untuk memastikan kebutuhan spesifik terpenuhi, mengoptimalkan hasil kehamilan, dan memberikan fondasi kesehatan terbaik bagi generasi mendatang.
Masa depan kesehatan reproduksi bergantung pada kesadaran dan kepatuhan terhadap rekomendasi nutrisi seperti asam folat. Dengan memastikan cadangan folat yang memadai sebelum dan selama tahap-tahap kritis kehamilan, kita dapat secara proaktif meminimalkan risiko cacat lahir serius dan mendukung perkembangan janin yang optimal, menjamin perjalanan kehamilan yang lebih aman dan menjanjikan.
Untuk memahami sepenuhnya peran asam folat, kita harus melihat siklus biokimia yang lebih luas, yaitu siklus folat dan metionin. Asam folat (sebagai 5-MTHF) berfungsi sebagai donor gugus metil (CH3) dalam proses yang disebut metilasi. Metilasi sangat penting untuk konversi homosistein (asam amino yang berpotensi toksik pada tingkat tinggi) menjadi metionin, yang kemudian digunakan untuk membuat S-Adenosylmethionine (SAMe), donor metil universal dalam tubuh.
Ketika folat rendah, proses konversi homosistein menjadi metionin menjadi lambat. Akibatnya, homosistein menumpuk. Peningkatan homosistein (hiperhomosisteinemia) telah terbukti merusak lapisan pembuluh darah (endotel) dan mengganggu aliran darah plasenta, yang menjelaskan mengapa kekurangan folat dikaitkan dengan risiko preeklampsia dan masalah pembuluh darah lainnya selama kehamilan.
Selain itu, folat terlibat langsung dalam sintesis purin dan pirimidin, yang merupakan basis nitrogen yang membentuk DNA dan RNA. Ketika terjadi pembelahan sel yang cepat, seperti pada perkembangan embrio, permintaan untuk sintesis materi genetik meningkat pesat. Folat memastikan DNA baru direplikasi secara akurat, suatu prasyarat mutlak untuk pertumbuhan jaringan sehat dan penutupan tabung saraf yang tepat.
Gangguan pada siklus metilasi ini tidak hanya memengaruhi perkembangan janin tetapi juga dapat memengaruhi regulasi genetik (epigenetika) yang berperan dalam ekspresi gen. Oleh karena itu, kecukupan folat berfungsi sebagai pengatur vital yang memastikan bahwa seluruh proses pembangunan tubuh janin berjalan sesuai dengan cetak biru genetiknya tanpa hambatan nutrisi.
Terkadang, dalam pengaturan klinis, dokter mungkin meresepkan asam folinat (folinic acid) atau leucovorin. Folinic acid adalah bentuk folat aktif yang dapat mengatasi hambatan yang disebabkan oleh obat-obatan antagonis folat, seperti metotreksat. Folinic acid tidak memerlukan reduksi enzim MTHFR. Ini sangat berguna dalam kondisi di mana metabolisme folat terhambat secara akut atau pada wanita yang menggunakan obat tertentu yang secara spesifik mengganggu langkah awal metabolisme folat.
Meskipun folinic acid memiliki jalur biokimia yang berbeda dari asam folat sintetik, dalam sebagian besar kasus kehamilan berisiko rendah dan sedang, suplemen asam folat standar sudah mencukupi. Penggunaan folinic acid biasanya dicadangkan untuk intervensi medis khusus.
Meskipun suplementasi asam folat diakui sebagai intervensi yang hemat biaya, tantangan sosioekonomi sering menghambat kepatuhan. Wanita dari latar belakang sosioekonomi rendah mungkin menghadapi hambatan dalam mengakses perawatan prakonsepsi yang tepat, di mana mereka dapat diberi resep suplemen dan edukasi mengenai pentingnya memulai sejak dini.
Kurangnya kesadaran bahwa asam folat harus diminum sebelum kehamilan adalah masalah global. Banyak wanita hanya memulai suplemen ketika mereka sudah mengetahui kehamilan mereka, yang mungkin sudah terlambat untuk pencegahan NTDs. Oleh karena itu, kampanye kesehatan masyarakat yang menargetkan semua wanita usia subur—bukan hanya mereka yang merencanakan kehamilan—sangat diperlukan untuk memaksimalkan cakupan pencegahan.
Program fortifikasi makanan mengatasi sebagian masalah ini dengan menyediakan asam folat ‘secara pasif’ kepada seluruh populasi. Namun, bagi wanita yang membutuhkan dosis tinggi (4 mg), suplemen resep tetap merupakan jalur yang tak terhindarkan dan harus disediakan secara merata.
Penelitian terus berlanjut untuk memahami mengapa sekitar 30% kasus NTDs tidak dapat dicegah oleh suplementasi asam folat. Ini menunjukkan bahwa ada jalur metabolisme dan genetik lain yang mungkin terlibat. Ilmuwan sedang menyelidiki peran nutrisi lain seperti kolin dan vitamin B12, serta faktor genetik yang lebih luas, dalam pencegahan cacat lahir. Meskipun demikian, asam folat tetap menjadi standar emas dan intervensi yang paling didukung bukti ilmiah saat ini.
Memastikan setiap ibu hamil di dunia memiliki akses ke 400 mcg asam folat setiap hari, idealnya dimulai sebelum konsepsi, adalah target kesehatan global yang terus dikejar. Kesuksesan intervensi nutrisi sederhana ini adalah pengingat akan hubungan mendalam antara diet, genetika, dan hasil kesehatan manusia.