Dalam khazanah keilmuan Islam, kedudukan para Nabi dan Rasul mendapatkan tempat yang sangat terhormat. Gelar Asrofil Anbiya wal Mursalin (yang paling mulia di antara para Nabi dan Rasul) seringkali merujuk pada puncak kemuliaan dan kesempurnaan akhlak serta risalah yang mereka bawa. Mereka adalah pilihan Allah SWT untuk memimpin umat manusia menuju kebenaran, membimbing dari kegelapan menuju cahaya tauhid.
Hakikat Kedudukan Nabi dan Rasul
Konsep Anbiya (Nabi) dan Mursalin (Rasul) meskipun memiliki irisan, secara teknis memiliki perbedaan tipis. Nabi adalah seseorang yang menerima wahyu, sementara Rasul adalah Nabi yang diperintahkan untuk menyampaikan wahyu tersebut kepada umatnya. Keduanya adalah manifestasi kasih sayang Ilahi kepada makhluk-Nya. Mereka dianugerahi sifat-sifat terpuji seperti Siddiq (jujur), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (menyampaikan risalah), dan Fathanah (cerdas).
Ketika kita mengucapkan shalawat dan salam, kita sejatinya mengakui dan menghormati rangkaian panjang para pembawa pesan Ilahi ini, mulai dari Nabi Adam AS hingga penutup para nabi, Muhammad SAW. Mereka semua menyampaikan pesan inti yang sama: mengesakan Allah dan beribadah sesuai tuntunan-Nya. Namun, terdapat tingkatan dan keutamaan yang diberikan Allah kepada beberapa di antara mereka, sehingga muncullah istilah kemuliaan tertinggi.
Puncak Kemuliaan: Ulul Azmi
Di antara semua Nabi dan Rasul, terdapat lima sosok yang digelari sebagai Ulul Azmi minar Rusul (pemilik ketabahan yang luar biasa). Kelompok ini adalah representasi sempurna dari ketahanan dalam menghadapi ujian dakwah yang sangat berat. Kelima Rasul tersebut adalah Nabi Nuh AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Musa AS, Nabi Isa AS, dan Nabi Muhammad SAW. Keistimewaan mereka terletak pada kesabaran mereka yang tak tertandingi ketika umatnya menolak, bahkan memusuhi, pesan yang mereka bawa.
Asrofil Anbiya wal Mursalin seringkali diarahkan secara spesifik kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai penutup (khatamul anbiya) dan penyempurna ajaran. Beliau adalah manifestasi dari rahmatan lil 'alamin—rahmat bagi seluruh alam semesta. Risalah beliau mencakup seluruh aspek kehidupan, baik spiritual, sosial, maupun politik, yang relevan hingga akhir zaman. Kehidupan beliau menjadi uswatun hasanah (teladan yang baik) yang paripurna.
Pelajaran dari Keteladanan Mereka
Memahami Asrofil Anbiya wal Mursalin bukan hanya sekadar menghafal nama atau kisah mereka. Inti dari penghormatan kita adalah meneladani akhlak dan prinsip perjuangan mereka. Mereka menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati lahir dari pengabdian total kepada Tuhan, bukan mencari popularitas duniawi. Setiap tantangan yang mereka hadapi adalah pelajaran tentang bagaimana menghadapi keraguan, penolakan, dan godaan kekuasaan.
Keteguhan Nabi Ibrahim AS dalam menghadapi api, kesabaran Nabi Nuh AS dalam membangun bahtera di tengah ejekan, keberanian Nabi Musa AS menghadapi Firaun yang zalim, ketulusan Nabi Isa AS dalam menyebarkan kasih sayang, dan kesempurnaan Nabi Muhammad SAW dalam mengintegrasikan syariat dalam setiap aspek kehidupan, semua ini adalah warisan abadi yang harus kita gali. Mereka adalah mercusuar yang cahayanya tidak pernah redup, membimbing setiap generasi yang datang setelah mereka.
Warisan Abadi Risalah
Kedudukan mereka sebagai Asrofil Anbiya wal Mursalin menegaskan bahwa jalan kebenaran selalu membutuhkan pionir yang paling mulia dan paling teguh. Walaupun masa kenabian telah berakhir, semangat risalah mereka terus hidup melalui umat yang menjalankan ajaran yang mereka tinggalkan. Mengikuti sunnah mereka berarti memilih jalan yang lapang dan penuh berkah. Penghormatan tertinggi kita adalah implementasi nyata dari ajaran mereka dalam kehidupan sehari-hari, menjadikannya pondasi bagi peradaban yang adil dan beretika. Keindahan Islam terletak pada rantai transmisi kebenaran yang dimulai dari mereka, para utusan pilihan Allah.