Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertinggi di Indonesia. Sejak ditetapkan, konstitusi ini mengalami perkembangan signifikan, terutama melalui serangkaian amandemen yang dilaksanakan antara tahun 1999 hingga 2002. Perubahan besar ini tidak hanya menambah, mengurangi, atau mengubah pasal-pasal, tetapi juga memengaruhi struktur keseluruhan naskah konstitusi. Memahami perbedaan bagian-bagian sebelum dan sesudah amandemen sangat penting untuk mengerti evolusi ketatanegaraan Indonesia.
Sebelum dilakukannya amandemen, UUD 1945 terdiri dari Pembukaan dan 16 Bab yang tersebar dalam 37 Pasal, ditambah dengan ketentuan transisi (II Pasal) dan ketentuan tambahan (I Pasal). Struktur ini cenderung lebih ringkas dan bersifat pokok, mencerminkan semangat pendirian negara di tengah kondisi darurat.
Fokus utama UUD 1945 awal adalah meletakkan dasar negara, sistem pemerintahan yang menekankan dominasi MPR, serta hak dan kewajiban warga negara yang masih bersifat umum. Pembagian babnya terstruktur secara hierarkis sesuai dengan fungsi lembaga negara saat itu.
Amandemen UUD 1945 bertujuan untuk menyempurnakan, menyesuaikan, dan menguatkan sistem ketatanegaraan agar lebih demokratis, sejalan dengan prinsip negara hukum, serta memberikan jaminan hak asasi manusia yang lebih kuat. Hasil dari empat tahap amandemen tersebut adalah bertambahnya jumlah bab dan pasal secara signifikan.
Setelah amandemen, UUD 1945 kini terdiri dari Pembukaan dan 21 Bab, yang mencakup total 167 Pasal. Penambahan bab yang paling menonjol adalah dimasukkannya Bab XA tentang HAM, Bab VIIA tentang Kepresidenan, dan Bab IXA tentang Wilayah Negara. Struktur baru ini menunjukkan pergeseran fokus dari sistem yang sentralistik ke sistem yang lebih mengedepankan pembagian kekuasaan (trias politika) yang lebih jelas dan perlindungan hak warga negara.
| Bagian (Bab) | Sebelum Amandemen (16 Bab + Tambahan) | Sesudah Amandemen (21 Bab) |
|---|---|---|
| Pengelompokan | Bab I sampai Bab XVI, ditambah Ketentuan Transisi dan Tambahan. | Bab I sampai Bab XXI. Semua ketentuan lama disempurnakan dan diorganisir ulang. |
| Hak Asasi Manusia (HAM) | Diatur secara singkat dalam beberapa pasal (misalnya Pasal 27 ayat 1 dan 3, Pasal 31 ayat 1). | Dikhususkan dalam **Bab XA (HAM)** yang baru, berisi 10 pasal rinci (Pasal 28A sampai 28J). |
| Kekuasaan Pemerintahan | Kekuasaan terpusat pada MPR, Presiden, dan BPK. Belum ada bab khusus DPD. | Memperkenalkan **Bab VIIA (Presiden)** yang baru, mengatur masa jabatan dan pemberhentian presiden secara lebih rinci. DPD muncul di Bab II. |
| Kekuasaan Kehakiman | Diatur dalam Bab IX. | Diperluas menjadi **Bab IX (Kekuasaan Kehakiman)** dan menjadi lebih independen, serta dimasukkannya Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Bab IXA (Pasal 24C). |
| Wilayah Negara | Diatur singkat dalam Pasal 2. | Dikhususkan dalam **Bab IXA (Wilayah Negara)**. |
| Lembaga Negara Baru | Tidak ada. | Munculnya lembaga baru seperti Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY) yang terstruktur dalam bab-bab terpisah. |
Selain perubahan struktural bab, substansi pasal juga mengalami reformasi besar. Misalnya, dalam Bab II tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), kekuasaannya yang tadinya tertinggi dalam hierarki kekuasaan negara kini mengalami penurunan peran signifikan. Presiden yang tadinya dapat dipilih berkali-kali tanpa batasan, kini dibatasi hanya dua periode masa jabatan. Ini adalah inti dari upaya menjadikan Indonesia lebih modern dan akuntabel.
Perubahan paling mencolok adalah penguatan sistem Checks and Balances. UUD 1945 sebelum amandemen cenderung memiliki desain eksekutif yang dominan karena ketergantungan DPR dan MPR pada Presiden. Pasca-amandemen, terdapat keseimbangan kekuasaan yang lebih tegas antara lembaga-lembaga negara, mencerminkan komitmen untuk menerapkan prinsip negara hukum (Rechtsstaat) secara substantif.
Secara keseluruhan, transformasi dari 16 bab menjadi 21 bab merefleksikan kedewasaan bernegara Indonesia yang berupaya mengintegrasikan nilai-nilai demokrasi modern, perlindungan hak asasi manusia, dan mekanisme pengawasan kekuasaan yang lebih ketat ke dalam konstitusi dasarnya.