Dalam lembaran-lembaran Alkitab, khususnya di Kitab Raja-raja dan Tawarikh, muncul sosok raja yang namanya bergema kuat sebagai teladan kesetiaan, keberanian, dan pendalaman rohani: Raja Hizkia. Ia memerintah Kerajaan Yehuda pada masa yang penuh gejolak, di mana ancaman dari Kerajaan Asiria kian membayang. Kehidupan dan pemerintahannya menjadi bukti bahwa iman yang teguh kepada Tuhan dapat memberikan kekuatan luar biasa dalam menghadapi kesulitan sebesar apapun.
Awal Pemerintahan dan Reformasi
Hizkia naik takhta menggantikan ayahnya, Ahas, yang dikenal sebagai raja yang jahat dan membawa Yehuda ke dalam penyembahan berhala. Berbeda dengan ayahnya, Hizkia memulai pemerintahannya dengan hati yang murni dan tekad untuk mengembalikan bangsa Yehuda kepada penyembahan kepada satu Tuhan yang benar. Ia dikenal sebagai raja yang melakukan apa yang benar di mata TUHAN (2 Raja-raja 18:3).
Salah satu tindakan pertamanya yang paling signifikan adalah pembersihan dan pemulihan Bait Suci di Yerusalem. Ia memerintahkan agar berhala-berhala dihancurkan, mezbah-mezbah penyembahan berhala disingkirkan, dan Bait Suci dikuduskan kembali untuk ibadah kepada TUHAN. Perayaan Paskah pun diadakan kembali dengan penuh semangat, sebuah ibadah yang telah lama ditinggalkan karena berbagai alasan, termasuk ketidaktaatan raja-raja sebelumnya. Peristiwa ini menunjukkan komitmen mendalam Hizkia untuk memimpin bangsanya kembali kepada Tuhan.
Menghadapi Ancaman Asiria
Masa pemerintahan Hizkia tidak lepas dari tantangan besar. Kerajaan Asiria, di bawah kepemimpinan Sanherib, menjadi kekuatan imperial yang dominan dan mengancam akan menaklukkan Yehuda. Sanherib telah menaklukkan Kerajaan Israel Utara dan kini mengarahkan pandangannya ke Yerusalem. Hizkia menghadapi situasi yang genting, di mana banyak kota yang dikuasainya telah jatuh ke tangan Asiria.
Ketika pasukan Sanherib tiba dan mengepung Yerusalem, Hizkia tidak berputus asa. Alih-alih menyerah atau mencari jalan kompromi yang merendahkan, ia memimpin bangsanya dalam doa dan persiapan yang sungguh-sungguh. Ia menguatkan semangat rakyatnya, memperbaiki pertahanan kota, dan mempersiapkan pasokan air. Lebih penting lagi, ia berseru kepada TUHAN. Doa Hizkia dalam menghadapi krisis ini sangat menyentuh. Ia merendahkan diri di hadapan Tuhan, mengakui kelemahan mereka, dan memohon campur tangan ilahi. Kisah ini dicatat dengan indah dalam Yesaya 37 dan 2 Tawarikh 32, yang menyoroti imannya yang kuat.
Campur Tangan Ilahi dan Keajaiban
Doa Hizkia dan kesetiaan bangsa Yehuda tidak sia-sia. Tuhan mendengar seruan mereka. Dalam satu malam yang ajaib, malaikat TUHAN keluar dan membinasakan seratus delapan puluh lima ribu orang di perkemahan Asiria. Sanherib yang ketakutan terpaksa menarik pasukannya kembali ke Niniwe. Keajaiban ini menjadi bukti nyata bahwa Tuhan membela umat-Nya yang berseru kepada-Nya dengan tulus dan beriman.
Keberhasilan ini bukan hanya hasil dari campur tangan ilahi, tetapi juga buah dari kepemimpinan Hizkia yang berani dan beriman. Ia menunjukkan bahwa seorang pemimpin yang mengutamakan Tuhan akan selalu menemukan jalan, bahkan dalam situasi yang tampaknya mustahil. Kisah ini menginspirasi banyak orang untuk percaya bahwa Tuhan sanggup bertindak di luar pemahaman manusia.
Penyakit dan Pemulihan
Di tengah masa kejayaannya, Hizkia mengalami cobaan pribadi yang berat. Ia sakit keras hingga hampir mati. Dalam kesakitannya, ia berdoa dengan sungguh-sungguh kepada TUHAN, memohon agar diberi tambahan usia. Tuhan mendengar doanya dan mengutus Nabi Yesaya untuk menyampaikan kabar bahwa doanya dikabulkan, dan Hizkia akan diberi tambahan hidup lima belas tahun. Sebagai tanda pemulihannya, Tuhan membuat bayangan jam matahari mundur sepuluh tingkat.
Peristiwa ini, meskipun merupakan momen pribadi, kembali menekankan hubungan Hizkia yang intim dengan Tuhan. Ia belajar bahwa hidup adalah anugerah dan waktu yang diberikan harus digunakan dengan bijak untuk kemuliaan Tuhan.
Warisan Hizkia
Raja Hizkia dikenang sebagai salah satu raja terbaik yang pernah memerintah Yehuda. Ia tidak hanya membersihkan bangsa dari penyembahan berhala, tetapi juga memperkuat iman mereka kepada TUHAN. Keberaniannya dalam menghadapi Asiria, imannya yang teguh dalam doa, dan kepemimpinannya yang setia telah meninggalkan warisan yang berharga.
Kisah Hizkia dalam Alkitab adalah pengingat yang kuat tentang pentingnya iman, doa, dan ketaatan kepada Tuhan, terutama di saat-saat yang paling sulit. Ia mengajarkan kita bahwa meskipun dunia mungkin penuh dengan ancaman dan kesulitan, Tuhan tetap berdaulat dan sanggup memberikan kemenangan bagi mereka yang berserah kepada-Nya. Ia adalah contoh bagaimana seorang pemimpin dapat membawa bangsanya menuju pemulihan rohani dan kemenangan ilahi melalui kepercayaan yang tak tergoyahkan kepada Sang Pencipta.