Jenis Obat Antibiotik: Klasifikasi, Mekanisme, dan Tantangan Resistensi
Pendahuluan: Apa Itu Antibiotik?
Antibiotik adalah kelompok obat yang dirancang khusus untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Obat-obatan ini memiliki peran krusial dalam kedokteran modern, mengubah penyakit yang sebelumnya mematikan, seperti pneumonia atau sepsis, menjadi kondisi yang dapat diobati. Secara harfiah, istilah "antibiotik" berarti "melawan kehidupan" (anti-bios), merujuk pada kemampuannya untuk menargetkan dan menghancurkan mikroorganisme penyebab penyakit tanpa merusak sel inang (manusia) secara signifikan.
Sejak penemuan Penisilin oleh Alexander Fleming pada akhir tahun 1920-an, dunia farmasi telah menyaksikan proliferasi jenis antibiotik yang luar biasa. Setiap jenis antibiotik memiliki mekanisme kerja yang unik, spektrum aktivitas yang berbeda (bakteri apa yang dapat dibunuhnya), dan potensi efek samping spesifik. Pemahaman mendalam mengenai klasifikasi ini sangat penting bagi profesional kesehatan untuk memastikan terapi yang efektif dan meminimalkan risiko perkembangan resistensi bakteri.
Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi secara komprehensif berbagai kelas antibiotik utama, mengupas tuntas cara kerjanya pada tingkat seluler, peran klinis spesifiknya, dan tantangan besar yang ditimbulkan oleh fenomena resistensi antibiotik global.
Mekanisme Kerja Dasar Antibiotik
Meskipun beragam dalam struktur kimianya, semua antibiotik bekerja dengan mengeksploitasi perbedaan struktural fundamental antara sel bakteri dan sel manusia. Target aksi antibiotik terbagi menjadi beberapa kategori utama:
1. Penghambatan Sintesis Dinding Sel Bakteri
Dinding sel adalah struktur penting yang memberikan integritas dan bentuk pada bakteri, khususnya pada bakteri Gram-positif. Sel manusia tidak memiliki dinding sel. Antibiotik yang menargetkan jalur ini mencegah pembentukan atau perbaikan peptidoglikan, komponen utama dinding sel. Karena dinding sel melemah, tekanan osmotik menyebabkan sel bakteri membengkak dan pecah (lisis). Kelas utama yang termasuk dalam kategori ini adalah Beta-Laktam dan Glikopeptida.
2. Penghambatan Sintesis Protein
Bakteri membutuhkan sintesis protein untuk pertumbuhan dan fungsi vital. Proses ini dilakukan oleh ribosom. Bakteri memiliki ribosom 70S, yang berbeda dari ribosom 80S pada sel eukariotik (manusia). Antibiotik yang menargetkan sintesis protein bekerja dengan mengikat sub-unit ribosom (baik 30S atau 50S) dan mengganggu translasi kode genetik. Contohnya termasuk Makrolida, Aminoglikosida, dan Tetrasiklin.
3. Gangguan Fungsi Membran Sel
Membran sel adalah penghalang yang mengontrol apa yang masuk dan keluar dari sel. Beberapa antibiotik, seperti Polimiksin, bekerja dengan mengganggu struktur membran, meningkatkan permeabilitasnya. Hal ini menyebabkan kebocoran komponen intraseluler esensial dan kematian sel bakteri.
4. Penghambatan Sintesis Asam Nukleat (DNA/RNA)
Untuk bereproduksi, bakteri harus mampu mereplikasi DNA dan menyalin (transkripsi) informasi genetik menjadi RNA. Antibiotik jenis ini menargetkan enzim spesifik yang terlibat dalam proses ini, seperti DNA girase atau RNA polimerase. Contoh utama adalah Kuinolon/Fluorokuinolon dan Rifampisin.
5. Penghambatan Jalur Metabolik Esensial
Bakteri tertentu harus mensintesis metabolit esensial, seperti asam folat, yang diperlukan untuk sintesis purin dan pirimidin (blok bangunan DNA). Obat seperti Sulfonamida bekerja sebagai antimetabolit, memblokir jalur enzimatik ini, sementara sel manusia mendapatkan asam folat dari makanan.
I. Klasifikasi Utama: Antibiotik Penghambat Dinding Sel (Beta-Laktam dan Glikopeptida)
Kelas ini merupakan kelompok terbesar dan paling sering diresepkan, dicirikan oleh cincin Beta-Laktam dalam struktur kimianya. Mereka menghambat transpeptidasi (pembentukan ikatan silang peptidoglikan) dengan mengikat dan menonaktifkan protein pengikat penisilin (PBP).
A. Penisilin
Penisilin adalah antibiotik pertama yang ditemukan dan menjadi standar emas dalam pengobatan infeksi bakteri sensitif. Meskipun mekanisme kerjanya tetap sama (menghambat sintesis dinding sel), resistensi telah mendorong pengembangan beberapa generasi:
1. Penisilin Alami
Contoh: Penisilin G (Benzilpenisilin) dan Penisilin V (Fenoksimetilpenisilin).
Spektrum: Terutama bakteri Gram-positif (Streptokokus, beberapa Stafilokokus non-penisilinase), Neisseria meningitidis, dan beberapa anaerob. Penisilin G digunakan secara intravena untuk infeksi serius.
Resistensi: Sebagian besar Stafilokokus saat ini resisten karena memproduksi enzim Beta-Laktamase yang memecah cincin Beta-Laktam.
Spektrum: Dirancang khusus untuk melawan Stafilokokus yang memproduksi penisilinase. Metisilin adalah yang pertama digunakan, namun penggunaannya dihentikan karena risiko nefrotoksisitas, dan namanya kini digunakan untuk mendefinisikan kelompok resisten (MRSA - Methicillin-resistant Staphylococcus aureus).
Peran Klinis: Infeksi kulit dan jaringan lunak yang disebabkan oleh Stafilokokus sensitif.
3. Aminopenisilin (Penisilin Spektrum Luas)
Contoh: Ampisilin dan Amoksisilin.
Spektrum: Lebih luas daripada penisilin alami. Selain Gram-positif, mereka aktif melawan beberapa bakteri Gram-negatif (seperti Haemophilus influenzae dan Escherichia coli tertentu).
Fitur Penting: Amoksisilin sering dikombinasikan dengan penghambat Beta-Laktamase (seperti Asam Klavulanat) untuk melindungi antibiotik dari degradasi enzimatik, memperluas spektrumnya secara signifikan terhadap bakteri yang resisten.
4. Penisilin Anti-Pseudomonas (Penisilin Spektrum Sangat Luas)
Contoh: Piperasilin (sering dikombinasikan dengan Tazobaktam).
Spektrum: Sangat luas. Penting untuk melawan infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri Gram-negatif yang sulit diobati, terutama Pseudomonas aeruginosa dan spesies Klebsiella, serta anaerob.
Peran Klinis: Sepsis, pneumonia nosokomial, infeksi intra-abdomen.
B. Sefalosporin
Sefalosporin juga mengandung cincin Beta-Laktam dan bekerja dengan cara yang sama seperti penisilin, tetapi umumnya lebih stabil terhadap Beta-Laktamase tertentu. Mereka diklasifikasikan menjadi lima (atau enam) generasi berdasarkan spektrum aktivitas yang semakin meluas terhadap Gram-negatif.
Generasi Pertama
Contoh: Sefaleksin, Sefazolin.
Fokus: Sangat baik terhadap Gram-positif (Stafilokokus dan Streptokokus) dan Gram-negatif yang terbatas (P. mirabilis, E. coli, K. pneumoniae – PEK).
Klinis: Profilaksis bedah, infeksi kulit dan jaringan lunak yang ringan.
Generasi Kedua
Contoh: Sefuroksim, Sefoksitin.
Fokus: Spektrum Gram-negatif yang lebih baik, terutama melawan H. influenzae. Sefoksitin memiliki aktivitas anaerobik yang baik.
Klinis: Sinusitis, otitis, infeksi saluran pernapasan.
Generasi Ketiga
Contoh: Seftriakson, Sefotaksim, Seftazidim.
Fokus: Menawarkan aktivitas Gram-negatif yang sangat kuat. Seftriakson dan Sefotaksim efektif untuk meningitis (penetrasi CSF yang baik). Seftazidim adalah yang paling aktif melawan Pseudomonas aeruginosa, tetapi kurang efektif melawan Gram-positif.
Fokus: Spektrum yang sangat luas, menggabungkan aktivitas Gram-positif generasi pertama dengan aktivitas Gram-negatif (termasuk Pseudomonas) generasi ketiga, dan lebih stabil terhadap Beta-Laktamase.
Klinis: Infeksi nosokomial, febril neutropenia (demam pada pasien dengan jumlah neutrofil rendah).
Generasi Kelima (dan Lanjutan)
Contoh: Seftarolin, Seftolozan/Tazobaktam.
Fokus: Dirancang untuk mengatasi tantangan resistensi. Seftarolin adalah satu-satunya Beta-Laktam yang secara efektif melawan MRSA. Seftolozan/Tazobaktam dikembangkan untuk mengatasi Pseudomonas aeruginosa yang resisten obat multidimensi (MDR).
C. Karbapenem
Karbapenem adalah antibiotik Beta-Laktam yang memiliki spektrum terluas dibandingkan kelas Beta-Laktam lainnya. Mereka dianggap sebagai "obat penyelamat" untuk infeksi Gram-negatif MDR (Multi-Drug Resistant) karena resistensi terhadap Beta-Laktamase sangat rendah.
Contoh: Imipenem (selalu dikombinasikan dengan Silastatin), Meropenem, Ertapenem, Doripenem.
Spektrum: Sangat luas, mencakup sebagian besar Gram-positif, Gram-negatif, dan anaerob, termasuk Pseudomonas (kecuali Ertapenem).
Peran Klinis: Infeksi intra-abdomen yang rumit, pneumonia ventilator-associated, infeksi yang disebabkan oleh ESBL (Extended-spectrum beta-lactamase) memproduksi organisme.
Catatan: Penggunaan Meropenem lebih disukai karena Imipenem memiliki risiko kejang yang lebih tinggi. Ertapenem memiliki durasi kerja yang lebih panjang tetapi tidak aktif melawan Pseudomonas atau Acinetobacter.
D. Monobaktam
Contoh: Aztreonam.
Fokus: Sangat spesifik untuk bakteri Gram-negatif, termasuk Pseudomonas aeruginosa. Tidak memiliki aktivitas signifikan terhadap Gram-positif atau anaerob.
Fitur Penting: Keuntungan utama Aztreonam adalah kurangnya alergenisitas silang dengan Beta-Laktam lainnya. Ini adalah pilihan penting untuk pasien yang alergi parah terhadap Penisilin/Sefalosporin tetapi membutuhkan cakupan Gram-negatif yang kuat.
E. Glikopeptida
Berbeda dengan Beta-Laktam, Glikopeptida menghambat sintesis dinding sel pada tahap yang lebih awal, dengan mengikat langsung pada ujung D-Ala-D-Ala dari prekursor peptidoglikan. Ini menjadikan mereka efektif bahkan ketika PBP telah termodifikasi.
Contoh: Vankomisin.
Spektrum: Hampir secara eksklusif Gram-positif. Antibiotik lini pertama untuk MRSA dan Clostridium difficile (diberikan secara oral untuk infeksi C. difficile, intravena untuk infeksi sistemik).
Antibiotik Beta-Laktam dan Glikopeptida menargetkan sintesis dinding sel, menyebabkan lisis dan kematian bakteri.
II. Klasifikasi Utama: Antibiotik Penghambat Sintesis Protein
Kelompok obat ini mengganggu ribosom bakteri 70S. Karena targetnya adalah proses biologi yang sangat penting, kelompok ini memiliki spektrum yang luas dan sering digunakan untuk infeksi atipikal atau infeksi intraseluler.
A. Aminoglikosida
Aminoglikosida bekerja dengan mengikat sub-unit ribosom 30S, menyebabkan kesalahan pembacaan kode genetik (mRNA) yang menghasilkan protein yang cacat dan tidak berfungsi. Obat-obatan ini adalah bakterisidal (membunuh bakteri) dan sangat bergantung pada oksigen untuk masuk ke dalam sel bakteri, menjadikannya tidak efektif terhadap anaerob.
Spektrum: Sangat baik terhadap sebagian besar Gram-negatif aerob, termasuk Pseudomonas.
Klinis: Biasanya digunakan dalam kombinasi dengan Beta-Laktam untuk efek sinergis dalam mengobati infeksi Gram-negatif serius (endokarditis, sepsis). Streptomisin adalah pengobatan lini kedua untuk TBC.
Perhatian: Memiliki toksisitas yang signifikan, yaitu nefrotoksisitas (kerusakan ginjal) dan ototoksisitas (kerusakan pendengaran dan keseimbangan). Pemantauan kadar obat dalam darah (TDM) sering diperlukan.
B. Makrolida
Makrolida menghambat sintesis protein dengan mengikat sub-unit ribosom 50S dan memblokir langkah translokasi (pergerakan rantai peptida yang tumbuh). Mereka umumnya bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan) tetapi dapat menjadi bakterisidal pada konsentrasi tinggi.
Contoh: Eritromisin, Azitromisin, Klaritromisin.
Spektrum: Baik untuk Gram-positif (Streptokokus) dan, yang paling penting, efektif melawan patogen atipikal (intraseluler) seperti Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, dan Legionella pneumophila.
Klinis: Infeksi saluran pernapasan, PPOK eksaserbasi akut, alternatif bagi pasien alergi penisilin. Azitromisin dikenal karena waktu paruhnya yang sangat panjang (memungkinkan dosis sekali sehari atau dosis tunggal).
Interaksi Obat: Eritromisin dan Klaritromisin dapat menghambat enzim CYP450 hati, menyebabkan interaksi serius dengan obat lain (seperti statin dan warfarin).
C. Tetrasiklin
Tetrasiklin bekerja dengan mengikat sub-unit ribosom 30S, memblokir pengikatan tRNA aminoasil ke situs A, sehingga mencegah penambahan asam amino baru pada rantai protein yang sedang tumbuh.
Spektrum: Sangat luas. Mencakup Gram-positif, Gram-negatif, patogen atipikal, rickettsiae, spirochetes (Penyakit Lyme), dan protozoa.
Klinis: Akne, demam berbintik-bintik, kolera, penyakit Lyme, dan infeksi Chlamydia. Doksisiklin adalah agen yang banyak digunakan karena penetrasi jaringan yang baik.
Perhatian: Tetrasiklin dilarang pada anak di bawah usia 8 tahun dan wanita hamil karena dapat menyebabkan pewarnaan permanen pada gigi dan deposisi pada tulang.
D. Lincosamida
Contoh: Klindamisin.
Mekanisme: Mengikat sub-unit 50S, mirip dengan Makrolida.
Spektrum: Sangat aktif terhadap bakteri Gram-positif aerob dan anaerob, termasuk MRSA yang diakuisisi komunitas.
Klinis: Infeksi gigi, infeksi kulit anaerob, toksoplasmosis (dalam kombinasi), dan sebagai terapi untuk menekan produksi toksin bakteri.
Perhatian: Klindamisin adalah salah satu obat yang paling sering dikaitkan dengan risiko Kolitis yang diinduksi Clostridium difficile (C. diff), meskipun semua antibiotik dapat menyebabkannya.
E. Oksazolidinon
Contoh: Linezolid, Tedizolid.
Mekanisme: Mewakili kelas unik. Linezolid mencegah pembentukan kompleks inisiasi ribosom (yaitu, menghentikan sintesis protein sebelum dimulai) dengan mengikat 23S rRNA pada sub-unit 50S.
Spektrum: Sangat spesifik untuk Gram-positif resisten, termasuk MRSA dan VRE (Vancomycin-resistant Enterococci).
Klinis: Infeksi Gram-positif resisten yang serius, terutama pneumonia nosokomial.
Efek Samping: Berpotensi menyebabkan trombositopenia (penurunan jumlah trombosit) dan neuropati perifer jika digunakan dalam jangka panjang.
III. Klasifikasi Utama: Antibiotik Penghambat Asam Nukleat dan Metabolik
A. Fluorokuinolon (Kuinolon)
Kuinolon adalah bakterisidal dan bekerja dengan mengganggu replikasi DNA bakteri. Mereka menargetkan dua enzim penting: DNA Girase (Topoisomerase II) yang mengendurkan superkoil DNA agar dapat dibaca, dan Topoisomerase IV yang memisahkan kromosom anak setelah replikasi.
Generasi Kedua (Siprofloksasin): Sangat baik melawan Gram-negatif (termasuk Pseudomonas aeruginosa).
Generasi Ketiga (Levofloksasin): Dikenal sebagai “Kuinolon Pernapasan,” memiliki aktivitas Gram-negatif yang baik dan Gram-positif yang ditingkatkan (terutama Streptococcus pneumoniae).
Generasi Keempat (Moksifloksasin): Spektrum yang lebih luas, termasuk anaerob, tetapi aktivitas anti-Pseudomonas menurun.
Peran Klinis: Infeksi saluran kemih (ISK) yang rumit, pneumonia, dan prostatitis. Penggunaannya semakin dibatasi karena risiko efek samping serius, seperti ruptur tendon, neuropati perifer, dan masalah kardiovaskular.
B. Sulfonamida dan Trimetoprim
Kelompok ini bekerja dengan memblokir jalur sintesis asam folat bakteri. Obat-obatan ini biasanya bersifat bakteriostatik bila digunakan sendiri, tetapi kombinasi Sulfametoksazol dan Trimetoprim menghasilkan efek sinergis yang kuat, menjadikannya bakterisidal.
Contoh: Kotrimoksazol (SMX/TMP).
Mekanisme: Sulfonamida memblokir sintesis dihidrofolat dari PABA. Trimetoprim memblokir langkah berikutnya (reduksi dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat).
Spektrum: Luas terhadap Gram-positif, Gram-negatif, dan efektif melawan beberapa organisme oportunistik, seperti Pneumocystis jirovecii (PCP).
Klinis: ISK tanpa komplikasi, infeksi kulit MRSA yang diakuisisi komunitas, PCP profilaksis dan pengobatan.
Mekanisme: Metronidazol memasuki sel bakteri dan diaktifkan oleh protein ferredoxin hanya pada lingkungan anaerob, menciptakan radikal bebas toksik yang merusak DNA bakteri.
Spektrum: Sangat spesifik untuk bakteri anaerob wajib (misalnya, Bacteroides fragilis) dan protozoa (misalnya, Giardia, Entamoeba).
Klinis: Infeksi intra-abdomen (digunakan dalam kombinasi), kolitis C. difficile, infeksi vagina trikomoniasis.
Interaksi: Menyebabkan reaksi Disulfiram-like (mual, muntah, sakit kepala) jika dikonsumsi bersama alkohol.
D. Polimiksin
Polimiksin adalah antibiotik polipeptida yang mengganggu permeabilitas membran sel bakteri Gram-negatif, menyebabkan kebocoran isi sel. Obat ini telah lama ditinggalkan karena toksisitasnya (terutama nefrotoksisitas dan neurotoksisitas) tetapi kembali digunakan karena meningkatnya resistensi Gram-negatif yang ekstrim.
Contoh: Kolistin (Polimiksin E), Polimiksin B.
Spektrum: Sangat efektif terhadap Gram-negatif MDR, termasuk Acinetobacter baumannii dan Pseudomonas aeruginosa.
Peran Klinis: Pengobatan infeksi "Pan-Resistant" (PDR) sebagai upaya terakhir, biasanya dalam kondisi perawatan intensif.
IV. Spektrum Aktivitas: Narrow vs. Broad Spectrum
Penggunaan antibiotik sering kali dibedakan berdasarkan spektrumnya (rentang jenis bakteri yang dapat dibunuhnya). Pemahaman mengenai spektrum sangat penting dalam pemilihan terapi empiris (pengobatan sebelum hasil kultur tersedia) dan terapi definitif (setelah patogen diketahui).
1. Antibiotik Spektrum Sempit (Narrow Spectrum)
Obat-obatan ini efektif hanya melawan kelompok bakteri yang terbatas, seringkali hanya Gram-positif atau hanya Gram-negatif. Contohnya termasuk Penisilin G (terutama Gram-positif) dan Aztreonam (hanya Gram-negatif). Keuntungannya adalah mengurangi kerusakan pada mikrobioma normal pasien dan menurunkan tekanan seleksi yang menyebabkan resistensi. Mereka adalah pilihan ideal untuk terapi definitif ketika patogen sudah teridentifikasi.
2. Antibiotik Spektrum Luas (Broad Spectrum)
Obat-obatan ini aktif melawan berbagai jenis bakteri, termasuk Gram-positif, Gram-negatif, dan kadang-kadang anaerob serta atipikal. Contoh klasik adalah Karbapenem, Tetrasiklin, dan Amoksisilin/Klavulanat. Obat spektrum luas diperlukan dalam situasi darurat (sepsis, febril neutropenia) di mana menunda pengobatan dapat berakibat fatal. Namun, penggunaannya yang berlebihan dapat memusnahkan flora normal usus, meningkatkan risiko infeksi sekunder (superinfeksi), seperti Kolitis C. difficile, dan mendorong perkembangan resistensi.
Transisi dari terapi empiris spektrum luas ke terapi definitif spektrum sempit (disebut “de-eskalasi”) adalah pilar penting dalam program Pengendalian Antibiotik (Antibiotic Stewardship).
V. Mekanisme Kritis Resistensi Antibiotik
Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri bermutasi atau mendapatkan gen dari bakteri lain, memungkinkan mereka bertahan hidup dari obat yang seharusnya membunuh mereka. Ini adalah ancaman kesehatan global yang serius. Mekanisme utama resistensi yang membuat klasifikasi obat ini menjadi tantangan adalah:
A. Inaktivasi Enzimatik
Ini adalah mekanisme resistensi Beta-Laktam yang paling umum. Bakteri memproduksi enzim (seperti Beta-Laktamase atau Penisilinase) yang secara kimiawi memecah cincin Beta-Laktam, menonaktifkan antibiotik sebelum sempat mencapai target PBP. Strain ESBL (Extended-spectrum beta-lactamase) dapat menonaktifkan hampir semua Penisilin dan Sefalosporin generasi pertama, kedua, dan ketiga. Tantangan terbaru adalah KPC (Klebsiella pneumoniae Carbapenemase), yang membuat bakteri resisten bahkan terhadap Karbapenem.
B. Modifikasi Target Obat
Bakteri mengubah struktur molekul yang menjadi target antibiotik, sehingga antibiotik tidak dapat mengikat secara efektif:
MRSA: Resistensi terhadap Metisilin (dan hampir semua Beta-Laktam) terjadi karena Stafilokokus memperoleh gen mecA, yang mengkode PBP alternatif (PBP2a). PBP2a memiliki afinitas rendah terhadap Beta-Laktam, sehingga sintesis dinding sel berlanjut tanpa terpengaruh.
VRE (Vancomycin-resistant Enterococci): Bakteri mengubah ujung target dinding sel dari D-Ala-D-Ala menjadi D-Ala-D-Laktat. Vankomisin tidak dapat mengikat laktat, membuat obat tersebut tidak efektif.
C. Penurunan Permeabilitas dan Peningkatan Efflux
Bakteri dapat mengurangi jumlah antibiotik yang masuk ke dalam sel. Pada bakteri Gram-negatif, mereka dapat mengubah ukuran atau jumlah porin (saluran di membran luar), membatasi masuknya obat hidrofilik seperti Aminoglikosida. Selain itu, banyak bakteri mengembangkan pompa efluks, yaitu protein membran yang secara aktif memompa antibiotik (seperti Tetrasiklin dan Makrolida) keluar dari sel sebelum mencapai konsentrasi yang mematikan.
D. Biofilm
Bakteri dapat membentuk komunitas terstruktur yang tertanam dalam matriks polimer (biofilm). Biofilm ini, yang sering ditemukan pada kateter, implan, atau jaringan kronis, melindungi bakteri dari penetrasi antibiotik dan sistem kekebalan tubuh inang, membuat infeksi jauh lebih sulit untuk diberantas dan sering membutuhkan dosis atau durasi pengobatan yang lebih tinggi.
VI. Jenis Antibiotik Khusus dan Peran Klinisnya
Di luar kelompok utama, ada beberapa antibiotik yang memiliki peran sangat spesifik, sering kali digunakan untuk mengobati infeksi yang jarang atau sangat resisten.
A. Obat Anti-Tuberkulosis (TBC)
Pengobatan TBC memerlukan rejimen multidrug yang panjang karena bakteri Mycobacterium tuberculosis tumbuh lambat dan sering berada di dalam sel. Obat-obatan ini dikelompokkan berdasarkan kemampuannya untuk mengobati TBC yang sensitif obat:
Lini Pertama (RIPE): Rifampisin (menghambat sintesis RNA bakteri), Isoniazid (menghambat sintesis asam mikolat pada dinding sel), Pirazinamid, dan Etambutol.
TBC Resisten Obat (MDR-TB): Membutuhkan obat lini kedua yang lebih toksik dan kurang efektif, seperti Kuinolon (Moksifloksasin), Aminoglikosida (Amikasin), dan obat baru seperti Bedaquiline atau Delamanid.
Rifampisin, khususnya, merupakan inducer enzim kuat yang dapat mengurangi efektivitas banyak obat lain, termasuk kontrasepsi oral dan obat HIV.
B. Antibiotik Lipopeptida
Contoh: Daptomisin.
Mekanisme: Daptomisin mengikat membran sel Gram-positif dan menyebabkan depolarisasi cepat, yang mengganggu sintesis DNA, RNA, dan protein. Ini adalah bakterisidal yang bergantung pada kalsium.
Spektrum: Hanya Gram-positif. Digunakan untuk MRSA dan VRE sistemik.
Keterbatasan: Daptomisin dinonaktifkan oleh surfaktan paru, sehingga tidak dapat digunakan untuk mengobati pneumonia.
C. Fosfomisin
Mekanisme: Menghambat sintesis dinding sel pada tahap yang sangat awal (sebelum Beta-Laktam), memblokir enzim MurA.
Spektrum: Luas (Gram-positif dan Gram-negatif).
Klinis: Dikenal karena efektivitasnya dalam dosis tunggal untuk pengobatan infeksi saluran kemih (ISK) akut tanpa komplikasi.
D. Fidaoksisin
Mekanisme: Makrolida spesifik yang menghambat sintesis protein bakteri dengan mengikat RNA polimerase.
Klinis: Digunakan secara eksklusif untuk pengobatan infeksi Clostridium difficile (C. diff) yang berulang. Keuntungannya adalah aksi lokal di usus dan minimnya gangguan terhadap flora normal usus non-C. diff.
VII. Prinsip Penggunaan Rasional (Antibiotic Stewardship)
Mengingat meningkatnya krisis resistensi, penggunaan antibiotik yang bijaksana dan rasional (Antibiotic Stewardship) adalah prioritas kesehatan masyarakat. Stewardship bertujuan untuk melindungi obat-obatan ini agar tetap efektif selama mungkin. Prinsip-prinsip ini mencakup:
1. Diagnosis Tepat dan Terapi Empiris yang Cerdas
Penggunaan antibiotik harus didasarkan pada kecurigaan infeksi bakteri yang kuat, bukan hanya infeksi virus. Jika terapi empiris diperlukan, pilihan harus mempertimbangkan riwayat pasien, lokasi infeksi (misalnya, infeksi kulit versus pneumonia nosokomial), dan pola resistensi lokal di rumah sakit atau komunitas.
2. De-eskalasi
Setelah hasil kultur dan uji sensitivitas tersedia (biasanya 48 hingga 72 jam), terapi harus disesuaikan (de-eskalasi) ke antibiotik spektrum sempit yang paling efektif dan paling tidak toksik. Ini mengurangi risiko resistensi lebih lanjut dan efek samping terkait obat spektrum luas.
3. Durasi Pengobatan yang Optimal
Secara tradisional, pengobatan antibiotik diresepkan selama 7 hingga 14 hari. Namun, banyak penelitian kini menunjukkan bahwa durasi yang lebih pendek (misalnya, 3–5 hari untuk ISK tanpa komplikasi, atau 7 hari untuk pneumonia yang diperoleh komunitas) sama efektifnya dan mengurangi paparan antibiotik secara keseluruhan.
4. Kombinasi Obat
Kombinasi antibiotik dapat digunakan untuk mencapai sinergi (efek membunuh yang lebih besar dari jumlah masing-masing), mencegah resistensi (seperti pada TBC), atau memberikan cakupan spektrum yang lebih luas pada infeksi polimikroba atau infeksi nosokomial serius (misalnya, Beta-Laktam + Aminoglikosida untuk sepsis).
VIII. Pertimbangan Efek Samping dan Kontraindikasi
Setiap kelas antibiotik memiliki risiko efek samping unik yang harus dipertimbangkan. Efek samping dapat berkisar dari yang ringan hingga mengancam jiwa:
Reaksi Alergi (Beta-Laktam): Alergi penisilin umum terjadi, mulai dari ruam kulit hingga anafilaksis. Meskipun ada alergi silang antara penisilin dan sefalosporin, risikonya biasanya lebih rendah dari 10%, terutama antara penisilin dan sefalosporin generasi ketiga/keempat.
Toksisitas Ginjal (Nefrotoksisitas): Umum pada Vankomisin dan Aminoglikosida. Memerlukan pemantauan fungsi ginjal yang ketat.
Toksisitas Telinga (Ototoksisitas): Risiko utama dari Aminoglikosida, dapat menyebabkan gangguan pendengaran permanen atau masalah keseimbangan.
Efek Samping Gastrointestinal: Mual, muntah, dan diare sering terjadi. Risiko Kolitis C. difficile sangat tinggi pada penggunaan Klindamisin, Fluorokuinolon, dan Sefalosporin.
Efek Samping Jantung: Makrolida dan beberapa Kuinolon dapat memperpanjang interval QT pada EKG, meningkatkan risiko aritmia jantung yang fatal (torsades de pointes).
Kerusakan Tendon (Kuinolon): Kuinolon membawa peringatan kotak hitam karena risiko peningkatan ruptur tendon Achilles, terutama pada pasien lanjut usia atau mereka yang menggunakan kortikosteroid.
Fotosensitivitas: Peningkatan sensitivitas terhadap sinar matahari dilaporkan dengan Tetrasiklin dan Kuinolon.
Pilihan antibiotik yang tepat harus selalu menyeimbangkan antara efikasi (kemampuan membunuh bakteri target) dan keamanan (meminimalkan risiko efek samping yang relevan bagi kondisi pasien).
IX. Tantangan Mendatang: Pengembangan Obat Baru
Mengingat tingkat resistensi bakteri yang bergerak lebih cepat daripada pengembangan obat baru, industri farmasi terus berupaya mencari agen antimikroba inovatif. Fokus saat ini meliputi:
Antibiotik yang Menargetkan Resistensi: Pengembangan Beta-Laktam yang dikombinasikan dengan penghambat Beta-Laktamase novel (misalnya, Seftazidim/Avibaktam) untuk mengatasi ESBL dan KPC.
Agen yang Melawan MRSA dan VRE: Pengembangan obat seperti Linezolid, Tedizolid, dan Daptomisin telah memberikan opsi penting untuk infeksi Gram-positif yang sangat resisten.
Bakteriofag: Terapi faga, penggunaan virus yang secara alami menargetkan dan membunuh bakteri, sedang diselidiki sebagai solusi potensial untuk infeksi PDR (Pan-Drug Resistant).
Peptida Antimikroba: Senyawa alami atau sintetik yang meniru pertahanan kekebalan tubuh inang, yang bertujuan untuk mengganggu membran sel bakteri dengan cara yang sulit bagi bakteri untuk mengembangkan resistensi.
Perjuangan melawan bakteri resisten adalah perlombaan senjata biologi yang berkelanjutan. Walaupun berbagai jenis obat antibiotik yang tersedia saat ini menawarkan perlindungan yang luar biasa, masa depan pengobatan infeksi sangat bergantung pada disiplin dalam penggunaan obat yang ada dan investasi berkelanjutan dalam menemukan mekanisme antimikroba yang sama sekali baru.