Fenomena keluarnya air susu ibu (ASI) dari puting payudara adalah hal yang lumrah dan diharapkan terjadi selama masa kehamilan akhir dan, tentu saja, pada periode menyusui. Namun, ketika cairan yang menyerupai susu ini keluar pada wanita yang tidak sedang hamil dan tidak dalam proses menyusui—atau bahkan pada pria—kondisi ini dikenal sebagai **Galaktorea**. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yang secara harfiah berarti 'aliran susu'.
Galaktorea bukanlah penyakit itu sendiri, melainkan sebuah gejala klinis yang mengindikasikan adanya ketidakseimbangan atau gangguan pada sistem hormonal tubuh. Meskipun seringkali galaktorea bersifat jinak (tidak berbahaya), kehadirannya sering menimbulkan kecemasan yang signifikan, memaksa individu untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di balik perubahan tubuh ini.
Penting untuk digarisbawahi bahwa galaktorea harus dibedakan dari jenis cairan puting lainnya, seperti cairan bening, kekuningan, atau cairan yang bercampur darah, yang mungkin mengindikasikan masalah payudara yang berbeda atau lebih serius. Galaktorea secara spesifik merujuk pada cairan yang memiliki karakteristik seperti susu atau putih keruh, biasanya keluar dari banyak saluran (multiduktal) dan bisa terjadi pada satu atau kedua payudara.
Untuk memahami mengapa ini terjadi pada seseorang yang tidak hamil, kita harus menyelam jauh ke dalam kompleksitas sistem endokrin, terutama peran sentral dari hormon yang dikenal sebagai Prolaktin.
Secara klinis, galaktorea didefinisikan sebagai sekresi susu persisten yang tidak berhubungan dengan kehamilan atau menyusui setidaknya dalam waktu 12 bulan terakhir. Karakteristik kunci yang membedakannya adalah:
Pemahaman mendalam tentang galaktorea tidak hanya mencakup etiologi, tetapi juga patofisiologi, yaitu bagaimana gangguan pada jalur hormonal—terutama pada Hipotalamus dan Kelenjar Pituitari (Hipofisis)—dapat memicu payudara untuk memulai produksi susu, meskipun sinyal biologis untuk kehamilan atau menyusui tidak ada.
Gambar 1: Mekanisme dasar regulasi Prolaktin dan Galaktorea. Peningkatan prolaktin atau hilangnya inhibisi dopamin memicu produksi ASI.
Produksi susu dikendalikan oleh jalur endokrin yang rumit, yang sebagian besar berpusat pada kelenjar pituitari (hipofisis) di otak. Kelenjar ini bertanggung jawab melepaskan Prolaktin, hormon pendorong utama laktasi.
Tidak seperti kebanyakan hormon pituitari anterior yang dirangsang oleh hormon pelepas dari hipotalamus, Prolaktin diatur secara unik, yaitu melalui **inhibisi tonik**. Ini berarti, dalam keadaan normal, Hipotalamus secara konstan mengirimkan sinyal penghambat ke Hipofisis untuk mencegah pelepasan Prolaktin dalam jumlah besar. Inhibitor utama ini adalah **Dopamin** (juga dikenal sebagai Prolaktin Inhibitory Factor atau PIF).
Galaktorea terjadi ketika salah satu dari dua hal utama ini terganggu:
Peningkatan kadar Prolaktin dalam darah, yang dikenal sebagai **Hiperprolaktinemia**, adalah penyebab paling umum dari galaktorea. Tingkat Prolaktin harus dievaluasi dengan cermat oleh dokter melalui tes darah, seringkali dilakukan pada pagi hari saat pasien dalam kondisi istirahat.
Meskipun Prolaktin adalah aktor utama, hormon lain juga berperan:
Pemahaman ini krusial karena menunjukkan bahwa masalah galaktorea tidak selalu bermula dari payudara itu sendiri, tetapi seringkali merupakan manifestasi dari gangguan di pusat kontrol hormonal, yaitu Hipotalamus atau Kelenjar Pituitari.
Galaktorea hampir selalu disebabkan oleh Hiperprolaktinemia, yang dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori etiologi utama: fisiologis, farmakologis (obat-obatan), patologis (penyakit), dan idiopatik (tidak diketahui penyebabnya).
Penyebab patologis yang paling signifikan dan sering memerlukan intervensi medis adalah Prolaktinoma, yaitu tumor jinak (adenoma) pada kelenjar pituitari yang memproduksi Prolaktin secara berlebihan dan otonom. Prolaktinoma diklasifikasikan berdasarkan ukurannya:
Tingkat Prolaktin pada pasien dengan Prolaktinoma biasanya sangat tinggi—seringkali di atas 100 ng/mL, dan pada kasus makroprolaktinoma, bisa mencapai ratusan bahkan ribuan. Tingkat Prolaktin yang sangat tinggi hampir selalu mengarah pada diagnosis tumor hipofisis.
Gangguan yang memengaruhi Hipotalamus atau tangkai yang menghubungkannya dengan Hipofisis dapat mengganggu jalur pengiriman Dopamin. Jika Dopamin tidak dapat mencapai Hipofisis anterior, Prolaktin akan dilepaskan tanpa terkendali. Contoh gangguannya meliputi:
Tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme) adalah penyebab endokrin non-pituitari yang penting. Ketika kadar hormon tiroid rendah, tubuh meningkatkan produksi TRH di Hipotalamus. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, TRH yang tinggi secara berlebihan dapat merangsang tidak hanya TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi juga pelepasan Prolaktin, menyebabkan galaktorea.
Prolaktin sebagian besar dibersihkan dari darah oleh ginjal dan hati. Pada gagal ginjal kronis atau penyakit hati stadium lanjut, laju pembersihan Prolaktin melambat, menyebabkan akumulasi hormon dalam darah dan memicu galaktorea.
Ini adalah salah satu penyebab hiperprolaktinemia yang paling sering dijumpai di praktik klinis. Banyak obat yang digunakan untuk kondisi mental atau pencernaan bekerja dengan cara memblokir reseptor Dopamin atau mengurangi ketersediaan Dopamin, sehingga secara tidak langsung meningkatkan Prolaktin. Dokter harus selalu meninjau daftar obat pasien secara menyeluruh.
Penghentian atau penggantian obat di bawah pengawasan dokter seringkali dapat menyelesaikan galaktorea yang diinduksi oleh obat.
Beberapa galaktorea terjadi meskipun kadar Prolaktin dalam darah normal, atau terjadi karena stimulasi berlebihan yang tidak terkait dengan penyakit serius.
Dalam proses diagnosis, kadang-kadang ditemukan kadar Prolaktin total yang sangat tinggi, namun tidak disertai gejala parah seperti gangguan menstruasi. Kondisi ini mungkin disebabkan oleh Makroprolaktinemia—yaitu, adanya Prolaktin dalam bentuk kompleks molekuler besar (makroprolaktin). Bentuk ini kurang aktif secara biologis dan tidak dapat melewati kapiler untuk memengaruhi reseptor payudara secara efisien, sehingga seringkali merupakan temuan laboratorium yang tidak berbahaya yang tidak memerlukan pengobatan. Pengujian khusus (seperti presipitasi PEG) diperlukan untuk mengkonfirmasi keberadaan makroprolaktin.
Galaktorea jarang menjadi gejala tunggal. Karena Hiperprolaktinemia memengaruhi seluruh jalur Hipotalamus-Pituitari-Ovarium, pasien sering mengalami gejala sistemik dan reproduksi lainnya. Ini adalah kunci bagi dokter untuk mengidentifikasi penyebab yang mendasari.
Salah satu konsekuensi paling umum dari Prolaktin yang tinggi adalah gangguan pada siklus menstruasi. Prolaktin menghambat pelepasan GnRH (Gonadotropin-Releasing Hormone) dari Hipotalamus, yang pada gilirannya menekan produksi LH dan FSH oleh Hipofisis. LH dan FSH adalah hormon yang diperlukan untuk ovulasi.
Gangguan reproduksi ini menjelaskan mengapa pada banyak kasus, wanita mungkin mencari pertolongan medis bukan karena keluarnya ASI, tetapi karena mereka tidak kunjung mendapatkan menstruasi atau kesulitan memiliki anak.
Ketika Prolaktinoma tumbuh besar (Makroprolaktinoma), tumor dapat menekan struktur di sekitarnya, menimbulkan gejala neurologis yang spesifik:
Gambar 2: Galaktorea ditandai dengan keluarnya cairan susu dari puting, seringkali bersifat bilateral dan multiduktal.
Tergantung pada penyebab dasarnya, pasien mungkin juga mengalami:
Karena berbagai macam gejala yang dapat menyertai galaktorea, dokter memerlukan pendekatan diagnostik yang bertahap dan terperinci untuk memastikan sumber masalahnya, yang mungkin memerlukan konsultasi dengan endokrinolog.
Pendekatan diagnostik untuk galaktorea harus sistematis, dimulai dari menyingkirkan penyebab yang paling umum dan non-patologis, hingga mengidentifikasi kondisi yang lebih serius seperti tumor hipofisis.
Dokter akan memulai dengan riwayat terperinci, termasuk:
Ini adalah langkah pertama dan paling penting. Meskipun pasien yakin mereka tidak hamil, kehamilan awal harus dikesampingkan dengan tes Human Chorionic Gonadotropin (hCG) serum atau urin.
Pengukuran kadar Prolaktin serum adalah inti dari diagnosis. Idealnya, tes ini dilakukan pada pagi hari (sekitar 8-10 pagi) saat pasien bangun dan setelah menghindari stimulasi puting dan aktivitas seksual minimal 24 jam.
Jika kadar Prolaktin meningkat, tes tiroid harus dilakukan untuk menyingkirkan Hipotiroidisme primer, yang merupakan penyebab yang mudah diobati dan sering kali terlewatkan.
Jika kadar Prolaktin tinggi (>50 ng/mL) tetapi pasien memiliki siklus menstruasi yang normal (tanpa amenore), ini menimbulkan kecurigaan makroprolaktinemia. Tes presipitasi PEG (polyethylene glycol) dapat dilakukan untuk memisahkan makroprolaktin yang tidak aktif secara biologis. Jika sebagian besar prolaktin adalah makroprolaktin, pengobatan biasanya tidak diperlukan.
Jika tes darah mengkonfirmasi Hiperprolaktinemia (terutama jika >50 ng/mL) dan penyebab obat-obatan atau tiroid telah disingkirkan, pencitraan resonansi magnetik (MRI) otak dengan kontras adalah langkah penting berikutnya. MRI memberikan gambaran rinci tentang kelenjar pituitari untuk mengidentifikasi adanya adenoma (Prolaktinoma).
Diagnosis yang akurat memastikan bahwa pengobatan ditargetkan pada akar masalah, bukan hanya pada gejala keluarnya ASI.
Penatalaksanaan galaktorea sepenuhnya bergantung pada diagnosis yang mendasari. Tujuan pengobatan adalah untuk menormalkan kadar Prolaktin, menghentikan keluarnya cairan susu, dan mengembalikan fungsi reproduksi (siklus menstruasi dan kesuburan) jika terganggu.
Jika galaktorea disebabkan oleh stimulasi payudara yang berlebihan, penanganannya sederhana:
Jika obat-obatan adalah penyebabnya (iatrogenik), dokter mungkin:
Pada kasus Prolaktinoma atau Hiperprolaktinemia idiopatik yang memerlukan pengobatan, terapi standar adalah menggunakan obat-obatan yang meniru kerja Dopamin.
Agonis Dopamin bekerja dengan mengikat reseptor Dopamin di sel-sel Hipofisis, meniru efek Dopamin alami, dan secara drastis menghambat pelepasan Prolaktin. Obat ini sangat efektif untuk Prolaktinoma dan merupakan pengobatan pilihan pertama, bahkan untuk makroadenoma.
Pengobatan dengan agonis Dopamin umumnya menyebabkan kadar Prolaktin kembali normal dalam beberapa minggu, diikuti dengan resolusi galaktorea dan pemulihan siklus menstruasi dalam beberapa bulan. Pada Prolaktinoma, obat ini dapat mengecilkan tumor secara signifikan, terkadang hingga 90% dari volume aslinya.
Intervensi bedah (biasanya melalui pendekatan transsphenoidal) hanya diindikasikan pada situasi tertentu:
Jika penyebabnya adalah Hipotiroidisme, pengobatan dengan penggantian hormon tiroid (Levothyroxine) akan menormalkan kadar TSH dan, sebagai konsekuensinya, menurunkan kadar Prolaktin, menghentikan galaktorea, dan mengembalikan siklus haid.
Secara keseluruhan, galaktorea, meskipun mengkhawatirkan, memiliki prognosis yang sangat baik. Mayoritas kasus dapat didiagnosis secara akurat dan dikelola secara efektif dengan terapi obat yang tepat, baik itu untuk menyeimbangkan hormon tiroid, menyesuaikan pengobatan psikiatri, atau mengecilkan Prolaktinoma.
Untuk mencapai pemahaman komprehensif, penting untuk membedakan galaktorea sejati dari jenis cairan puting lainnya dan memahami kasus-kasus khusus yang melibatkan jalur hormonal yang rumit.
Tidak semua cairan yang keluar dari puting adalah galaktorea (ASI). Membedakan jenis cairan sangat penting karena beberapa di antaranya dapat menjadi tanda keganasan (kanker).
| Karakteristik | Galaktorea (Jinak) | Sekresi Patologis (Khawatir) |
|---|---|---|
| Warna/Sifat | Putih, keruh, menyerupai susu. | Berwarna darah, cokelat, kuning jernih, atau hijau. |
| Jumlah Saluran | Multiduktal (keluar dari banyak lubang). | Uniduktal (keluar hanya dari satu lubang). |
| Penyebab Utama | Hormonal (Hiperprolaktinemia). | Tumor jinak (papiloma intraduktal) atau keganasan. |
| Kebutuhan Evaluasi | Tes Prolaktin dan Pituitari. | Mamografi, USG, dan Biopsi (jika perlu). |
Jika cairan puting berwarna darah, kekuningan tebal, atau hanya keluar dari satu saluran dan bersifat spontan, perhatian harus dialihkan ke kemungkinan patologi payudara lokal, seperti Papiloma Intraduktal atau, dalam kasus yang jarang, Kanker Payudara Duktal In Situ (DCIS). Namun, jika cairan susu, fokusnya hampir pasti adalah evaluasi sistem endokrin.
Untuk memahami mengapa Cabergoline dan Bromokriptin begitu efektif, kita harus melihat mekanismenya di tingkat molekuler. Kedua obat ini adalah agonis reseptor Dopamin tipe 2 (D2). Sel laktotrof (penghasil Prolaktin) di Hipofisis anterior memiliki banyak reseptor D2. Ketika obat ini mengikat reseptor tersebut, mereka mengirimkan sinyal yang sangat kuat untuk menghentikan sekresi Prolaktin dan, yang lebih penting, menghambat pertumbuhan dan proliferasi sel laktotrof tumor (Prolaktinoma).
Efektivitas Cabergoline, khususnya, berasal dari waktu paruh yang panjang (sekitar 65 jam), memungkinkan pemberian dosis yang jarang dan meminimalkan fluktuasi Prolaktin. Ini sangat kontras dengan Bromokriptin yang waktu paruhnya jauh lebih pendek, memerlukan dosis harian dan sering menimbulkan efek samping mual, yang membatasi kepatuhan pasien.
Meskipun sering diabaikan, stres kronis dan kecemasan dapat berkontribusi pada Hiperprolaktinemia ringan. Stres fisik dan emosional dapat meningkatkan pelepasan beberapa hormon, termasuk CRH (Corticotropin-Releasing Hormone), yang pada gilirannya dapat memicu sedikit pelepasan Prolaktin. Meskipun ini jarang menjadi penyebab utama Prolaktinoma, manajemen stres dapat membantu menormalkan kadar Prolaktin yang meningkat ringan.
Selain itu, diagnosis galaktorea itu sendiri sering menimbulkan kecemasan yang parah. Rasa malu, ketakutan akan kanker, dan kekhawatiran tentang kesuburan dapat membebani mental pasien. Oleh karena itu, dukungan psikologis dan penjelasan yang jelas mengenai sifat jinak dari sebagian besar kasus adalah komponen penting dari penatalaksanaan.
Meskipun artikel ini berfokus pada wanita, galaktorea juga dapat terjadi pada pria. Pada pria, galaktorea selalu disertai dengan Hiperprolaktinemia, dan seringkali menunjukkan masalah yang lebih serius. Gejala tambahan pada pria termasuk disfungsi ereksi dan hilangnya libido, karena Prolaktin yang tinggi menekan produksi testosteron. Prolaktinoma pada pria cenderung terdiagnosis lebih lambat dan seringkali sudah menjadi makroadenoma, karena gejala keluarnya ASI mungkin terlewatkan atau dianggap tidak penting.
Oleh karena itu, pada pria dengan keluarnya cairan puting seperti susu, evaluasi endokrin yang agresif dengan MRI kepala harus segera dilakukan untuk menyingkirkan atau mengkonfirmasi Prolaktinoma.
Sebagian besar pasien yang didiagnosis dengan galaktorea karena Hiperprolaktinemia memiliki prognosis yang sangat baik. Mikroprolaktinoma dapat sembuh sepenuhnya setelah beberapa tahun pengobatan agonis Dopamin (sekitar 10-20% kasus), memungkinkan pasien untuk menghentikan pengobatan di bawah pengawasan ketat. Makroprolaktinoma memerlukan pengobatan yang lebih lama, bahkan seumur hidup, tetapi kontrol tumor dan hormon biasanya dapat dicapai dengan efektif, memulihkan kualitas hidup dan fungsi reproduksi secara keseluruhan.
Pemantauan rutin kadar Prolaktin (setiap 6-12 bulan) dan MRI (pada kasus Prolaktinoma) diperlukan untuk memastikan tidak ada kekambuhan atau pertumbuhan tumor yang kembali.
Salah satu jalur yang kurang dipahami oleh masyarakat umum, namun penting dalam konteks galaktorea, adalah jalur refleks neuroendokrin yang dipicu oleh stimulasi atau trauma pada dinding dada. Mekanisme ini mirip dengan refleks hisap yang terjadi selama menyusui, tetapi dipicu oleh sumber non-laktasi.
Ketika ada trauma signifikan pada dinding dada—seperti bekas operasi (mastektomi, operasi jantung), luka bakar yang luas di area dada, atau bahkan kondisi dermatologis seperti ruam Herpes Zoster (cacar ular) yang parah di dermatoma toraks—sinyal nyeri dan sentuhan ditransmisikan melalui saraf interkostal. Sinyal ini berjalan melalui sumsum tulang belakang menuju batang otak dan akhirnya mencapai Hipotalamus.
Di Hipotalamus, sinyal nyeri ini menekan pelepasan Dopamin. Ingat, Dopamin adalah inhibitor utama Prolaktin. Dengan tertekannya Dopamin, Kelenjar Pituitari kehilangan remnya dan mulai melepaskan Prolaktin dalam jumlah besar. Proses ini menjelaskan mengapa seseorang yang baru saja menjalani operasi payudara, misalnya, dapat mengalami galaktorea, bahkan tanpa adanya Prolaktinoma.
Dalam konteks trauma, galaktorea biasanya akan mereda seiring dengan penyembuhan cedera saraf, namun pemulihan mungkin memakan waktu beberapa minggu hingga bulan. Diagnosis ini sangat penting karena memerlukan penanganan cedera primer, bukan terapi anti-prolaktin yang agresif.
Kajian mendalam tentang galaktorea idiopatik (tanpa sebab yang jelas, dengan kadar Prolaktin normal) memperluas pemahaman kita tentang sensitivitas jaringan. Pada wanita tertentu, meskipun kadar Prolaktin dalam darah berada dalam batas normal, payudara mereka mungkin secara intrinsik lebih sensitif terhadap stimulasi hormonal tersebut.
Hipotesis yang diajukan adalah adanya peningkatan jumlah atau sensitivitas reseptor Prolaktin pada sel-sel alveolar payudara, atau adanya perubahan pasca-reseptor yang memungkinkan sinyal laktasi diproses dengan lebih efisien, bahkan pada konsentrasi Prolaktin basal. Untuk kasus idiopatik yang sangat mengganggu pasien, penggunaan agonis Dopamin dosis rendah (seperti Cabergoline 0,25 mg per minggu) kadang-kadang dicoba untuk menurunkan Prolaktin jauh di bawah batas normal, sehingga menghentikan produksi susu, meskipun ini bukan standar emas dan harus dipertimbangkan secara individual.
Pentingnya pemahaman ini adalah untuk meyakinkan pasien bahwa tidak adanya penyakit serius (seperti tumor) bukan berarti gejala mereka tidak nyata; gejala tersebut adalah hasil dari variasi unik dalam respons fisiologis tubuh mereka.
Hiperprolaktinemia, terutama yang disebabkan oleh Prolaktinoma atau obat-obatan, memiliki dampak signifikan pada kesehatan tulang jangka panjang. Ketika Prolaktin tinggi menekan GnRH, kadar estrogen akan menurun. Estrogen yang rendah secara kronis menempatkan wanita pada risiko tinggi kehilangan kepadatan tulang (osteopenia atau osteoporosis) karena estrogen sangat penting untuk menjaga kesehatan tulang.
Oleh karena itu, penatalaksanaan galaktorea yang berhasil tidak hanya berfokus pada penghentian keluarnya ASI, tetapi juga pada normalisasi siklus menstruasi (sebagai indikator kadar estrogen yang memadai). Jika amenore berlangsung lama, dokter mungkin perlu memantau kepadatan tulang pasien (melalui pemeriksaan DXA scan) dan, jika perlu, memberikan suplementasi kalsium dan vitamin D, bahkan jika pasien sedang dalam pengobatan Prolaktinoma.
Dalam konteks kesuburan, normalisasi kadar Prolaktin dengan agonis Dopamin seringkali merupakan satu-satunya intervensi yang diperlukan untuk memulihkan ovulasi dan memungkinkan kehamilan alami. Agonis Dopamin, terutama Cabergoline, umumnya dianggap aman untuk digunakan selama periode konsepsi. Namun, begitu kehamilan dikonfirmasi, dosis obat seringkali dikurangi atau dihentikan (kecuali pada kasus makroprolaktinoma besar yang memerlukan pemantauan ketat), karena Prolaktinoma umumnya tidak tumbuh selama kehamilan, dan Prolaktin yang meningkat sangat normal selama gestasi.
Meskipun galaktorea sebagian besar merupakan masalah endokrin, ada beberapa pertimbangan nutrisi dan gaya hidup yang perlu diperhatikan, terutama dalam kasus idiopatik atau yang disebabkan oleh obat-obatan ringan. Beberapa suplemen herbal dan makanan, meskipun jarang menjadi penyebab utama, dapat memengaruhi kadar Prolaktin:
Penyesuaian gaya hidup, seperti menghindari manipulasi puting dan manajemen stres yang efektif, melengkapi terapi medis dan mendukung pemulihan fungsi endokrin yang seimbang.
Jika Hiperprolaktinemia yang signifikan, terutama akibat Prolaktinoma, tidak diobati, konsekuensi jangka panjangnya bisa parah, melampaui sekadar keluarnya ASI dan gangguan menstruasi.
Keluarnya ASI meskipun tidak hamil, atau Galaktorea, adalah kondisi yang pada intinya adalah cerminan dari peningkatan Prolaktin atau hilangnya inhibisi Dopamin pada Kelenjar Pituitari. Meskipun stres, stimulasi fisik, atau obat-obatan ringan dapat menjadi pemicu, setiap kasus galaktorea memerlukan evaluasi medis yang menyeluruh untuk menyingkirkan penyebab yang lebih serius, terutama tumor Hipofisis (Prolaktinoma) atau Hipotiroidisme.
Diagnosis yang tepat melalui tes darah Prolaktin dan, jika perlu, MRI Hipofisis, akan mengarahkan pada strategi penatalaksanaan yang efektif. Untungnya, pengobatan Hiperprolaktinemia, terutama Prolaktinoma, sangat responsif terhadap terapi obat Agonis Dopamin seperti Cabergoline, yang tidak hanya menghentikan keluarnya cairan susu tetapi juga mengembalikan kesuburan dan mencegah komplikasi neurologis atau tulang jangka panjang.
Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami gejala ini, penting untuk mencari bantuan dari penyedia layanan kesehatan, seperti dokter umum, ginekolog, atau endokrinolog, untuk memastikan diagnosis dan memulai perjalanan menuju keseimbangan hormonal yang optimal.