Ilustrasi Keadilan dan Ketaatan
Dalam membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah, landasan spiritual dan tuntunan agama memegang peranan krusial. Salah satu ayat Al-Qur'an yang sering menjadi rujukan utama dalam membahas hak dan kewajiban suami istri adalah Surat An Nisa ayat 34. Ayat ini tidak hanya memberikan gambaran tentang peran masing-masing, tetapi juga menjadi pedoman agar ikatan pernikahan dapat kokoh dan penuh keberkahan. Memahami makna mendalam dari ayat ini adalah kunci untuk mewujudkan keluarga yang harmonis dan saling menghargai.
Frasa kunci dalam ayat ini adalah "Ar-rijalu qawwamuna 'alan-nisaa'". Kata "qawwam" seringkali diterjemahkan sebagai pemimpin, pelindung, atau penanggung jawab. Penting untuk dipahami bahwa makna "qawwam" bukanlah dominasi absolut atau penindasan. Sebaliknya, ia mencakup tanggung jawab besar seorang suami untuk memimpin, melindungi, menafkahi, dan membimbing keluarganya dengan adil dan bijaksana. Kelebihan yang disebutkan ("bima fadhalallahu ba'dahum 'ala ba'd") bukanlah superioritas mutlak, melainkan lebih merujuk pada perbedaan peran dan tanggung jawab yang telah ditetapkan Allah demi keseimbangan sistem keluarga dan masyarakat. Suami diharapkan memiliki kekuatan fisik dan mental yang lebih besar untuk menjalankan peran kepemimpinan ini, namun kepemimpinan yang hakiki adalah yang dilandasi kasih sayang, keadilan, dan tanggung jawab.
Selanjutnya, ayat ini menyebutkan tentang perempuan yang saleh, yaitu "al-shalihat qanitat hafidhat". "Qanitat" berarti taat, bukan dalam artian membabi buta, melainkan taat kepada Allah, taat kepada Rasul-Nya, dan taat kepada suami dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syariat. Ketaatan ini didasari oleh rasa cinta dan penghargaan terhadap suami serta institusi pernikahan. "Hafidhat" berarti memelihara. Ini mencakup pemeliharaan diri sendiri, kehormatan keluarga, harta suami, dan rumah tangga. Istri berperan sebagai benteng pertahanan moral dan spiritual keluarga, menjaga keharmonisan, dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak-anak. Pemeliharaan ini juga merujuk pada menjaga rahasia dan kehormatan suami di kala ia tidak hadir ("bima hafidhallah"), sebagaimana Allah menjaga segala sesuatu.
Ayat An Nisa 34 juga memberikan panduan bagaimana menghadapi perselisihan dalam rumah tangga. Ketika muncul kekhawatiran terhadap "nusyuz" (pembangkangan atau ketidakpatuhan istri), suami diperintahkan untuk menempuh tiga langkah secara berurutan:
Penting untuk dicatat bahwa seluruh proses penyelesaian konflik ini harus selalu dalam koridor keadilan. Jika istri telah kembali patuh dan taat, maka suami tidak boleh mencari-cari kesalahan atau menyusahkan mereka. Allah Maha Tinggi dan Maha Besar, mengetahui segala sesuatu dan akan menghisab setiap perbuatan.
Surat An Nisa ayat 34 menegaskan bahwa pernikahan adalah sebuah kemitraan yang terstruktur, di mana suami memiliki peran kepemimpinan dan tanggung jawab finansial, sementara istri memiliki peran ketaatan dan pemeliharaan rumah tangga. Kedua peran ini saling melengkapi dan sangat penting untuk keharmonisan. Kewajiban suami istri menurut ayat ini bukan sekadar daftar tugas, melainkan sebuah ajakan untuk saling memahami, menghargai, dan berproses bersama dalam menghadapi tantangan hidup. Keadilan, kasih sayang, dan ketaatan kepada Allah adalah kunci utama yang harus selalu dijaga agar bahtera rumah tangga dapat berlayar dengan tenang hingga ke tepian surga.