Prinsip dan Proses Penciptaan Arsip yang Akuntabel dan Otentik

I. Fondasi Penciptaan Arsip: Kenapa Arsip Perlu Diciptakan?

Penciptaan arsip merupakan tahap fundamental dalam siklus hidup arsip (record life cycle), sebuah proses yang memastikan bahwa setiap aktivitas, keputusan, dan transaksi yang dilakukan oleh sebuah organisasi terekam secara sistematis, akurat, dan lengkap. Proses ini bukan sekadar aktivitas administrasi pasif, melainkan sebuah tindakan proaktif yang menjamin transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan operasional lembaga.

Arsip yang diciptakan dengan baik adalah bukti hukum primer. Tanpa penciptaan arsip yang terstruktur, organisasi akan kehilangan jejak historisnya, gagal mempertahankan hak dan kewajibannya, serta rentan terhadap risiko litigasi dan ketidakpatuhan. Dalam konteks pemerintahan modern dan sektor swasta yang diatur ketat, penciptaan arsip menjadi pilar tata kelola yang baik (Good Governance).

1.1 Definisi dan Lingkup Penciptaan

Penciptaan arsip adalah serangkaian kegiatan yang meliputi perancangan sistem, pengumpulan, pengamanan, dan pengorganisasian informasi terekam sejak saat informasi tersebut dihasilkan atau diterima hingga resmi menjadi arsip. Proses ini harus terintegrasi dengan fungsi bisnis, yang berarti arsip tidak tercipta setelah pekerjaan selesai, melainkan sebagai bagian integral dari alur kerja itu sendiri.

Lingkup penciptaan arsip mencakup seluruh format, mulai dari arsip konvensional berbasis kertas hingga arsip elektronik yang kompleks (database, surel, media sosial, dan sistem manajemen dokumen). Fokus utama dari proses ini adalah memastikan terpenuhinya tiga persyaratan utama arsip yang valid: otentisitas, reliabilitas, dan integritas.

1.2 Fungsi Kunci Arsip dalam Organisasi

II. Landasan Hukum dan Prinsip Kearsipan dalam Penciptaan

Penciptaan arsip tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang, melainkan harus tunduk pada kerangka hukum nasional dan standar internasional. Di Indonesia, Undang-Undang Kearsipan menjadi payung hukum utama yang menggarisbawahi pentingnya penciptaan arsip yang terstruktur, terutama bagi lembaga negara.

2.1 Prinsip-Prinsip Kearsipan Esensial

2.1.1 Prinsip Otentisitas (Authenticity)

Otentisitas adalah kemampuan sebuah arsip untuk dibuktikan sebagai arsip yang benar-benar diklaim, dibuat atau dikirimkan oleh entitas yang diklaim, pada waktu yang diklaim. Untuk mencapai otentisitas dalam penciptaan, sistem harus mampu merekam dan melindungi:

III. Perancangan Sistem Penciptaan Arsip (Design Stage)

Penciptaan arsip yang efektif dimulai jauh sebelum dokumen benar-benar dibuat. Tahap paling krusial adalah perancangan sistem yang akan digunakan untuk menangkap, mengklasifikasi, dan mengamankan arsip. Ini memerlukan kolaborasi antara kearsipan, IT, dan unit bisnis.

3.1 Analisis Bisnis dan Identifikasi Kebutuhan Arsip

Langkah pertama adalah pemetaan fungsi bisnis (business function mapping). Setiap fungsi, proses, dan aktivitas dalam organisasi harus dianalisis untuk menentukan jenis arsip apa yang dihasilkan, seberapa penting arsip tersebut (nilai guna), dan berapa lama arsip tersebut harus disimpan (jadwal retensi).

Analisis ini mencakup:

3.2 Implementasi Skema Klasifikasi dan Jadwal Retensi (JRA)

Skema klasifikasi adalah peta jalan untuk pengelolaan arsip. Setiap arsip yang tercipta secara otomatis harus dikaitkan dengan kode klasifikasi yang relevan. Hal ini memungkinkan sistem untuk menerapkan Jadwal Retensi Arsip (JRA) secara otomatis sejak arsip diciptakan.

3.2.1 Klasifikasi Fungsi dan Sub-fungsi

Klasifikasi harus didasarkan pada fungsi organisasi, bukan pada subjek. Misalnya, arsip yang terkait dengan 'Pengadaan Barang' harus diklasifikasikan di bawah fungsi 'Manajemen Aset dan Logistik', bukan sekadar di bawah 'Surat Masuk'. Konsistensi ini sangat penting untuk memastikan temu kembali dan penyusutan yang akurat di masa depan.

3.3 Desain Metadata Penciptaan

Metadata adalah data tentang data. Dalam penciptaan arsip, metadata adalah elemen kunci yang menjamin otentisitas dan konteks. Metadata harus dirancang untuk ditangkap secara otomatis, bukan diinput manual, untuk mengurangi risiko kesalahan manusia.

Tiga jenis metadata yang harus diintegrasikan saat penciptaan:

  1. Metadata Deskriptif: Informasi yang membantu temu kembali (Judul, Tanggal, Pengirim, Subjek, Klasifikasi).
  2. Metadata Struktural: Mendefinisikan hubungan antar komponen arsip, penting untuk dokumen yang terdiri dari banyak file atau versi.
  3. Metadata Administratif/Kontrol: Informasi yang menjamin integritas dan keamanan (Hak Akses, Jejak Audit, Tanda Waktu Digital, Status Retensi).

Penting: Metadata kontrol, khususnya timestamp penciptaan dan identitas pembuat (otoritas), harus dilindungi dari modifikasi pihak non-otoritatif.

IV. Penangkapan Arsip (Capture) dan Pengendalian Otomatis

Penangkapan arsip (record capture) adalah tindakan formal di mana informasi yang dihasilkan atau diterima diakui oleh sistem sebagai arsip resmi. Dalam lingkungan digital, proses ini harus diotomatisasi sepenuhnya.

4.1 Otomatisasi Penangkapan dari Aplikasi Bisnis

Idealnya, arsip harus diciptakan langsung dari aplikasi bisnis yang digunakan sehari-hari (misalnya, ERP, CRM, atau sistem manajemen keuangan). Ketika sebuah transaksi diselesaikan atau dokumen disetujui, sistem secara otomatis:

  1. Mengambil file dokumen (misalnya, PDF atau XML).
  2. Menerapkan skema klasifikasi berdasarkan proses bisnis yang baru selesai.
  3. Menyematkan metadata wajib (pembuat, tanggal penyelesaian, ID transaksi).
  4. Memindahkan file ke dalam repositori arsip yang aman dan tidak dapat diubah (non-editable).

Otomatisasi ini menghilangkan kebutuhan pengguna untuk 'memutuskan' kapan suatu informasi menjadi arsip, sehingga menjamin konsistensi penciptaan.

4.2 Pengendalian Versi dan Dokumen Kerja

Penciptaan arsip juga mencakup pembedaan yang jelas antara draf atau dokumen kerja (working documents) dan arsip final (records). Sistem penciptaan harus memastikan bahwa hanya versi final yang telah disetujui, disahkan, atau ditandatangani yang di-capture sebagai arsip resmi.

Pengendalian versi harus mencakup:

4.3 Manajemen Persuratan Elektronik

Persuratan (surat masuk dan surat keluar) adalah salah satu bentuk arsip yang paling umum. Penciptaan surat keluar yang otentik harus melibatkan:

  1. Penggunaan format baku institusi.
  2. Integrasi Tanda Tangan Elektronik (TTE) yang sah.
  3. Penomoran surat (registrasi) yang unik dan terpusat melalui sistem.
  4. Penyertaan stempel waktu resmi (official timestamp) saat surat disahkan dan dikirim.

Untuk surat masuk, proses penciptaan adalah proses registrasi dan akuisisi, di mana surat diformalkan sebagai arsip lembaga, diberikan klasifikasi, dan disematkan metadata akuisisi.

V. Standardisasi dan Keandalan dalam Penciptaan Arsip Digital

Untuk memastikan bahwa arsip yang diciptakan dapat bertahan lama dan diakui secara hukum, organisasi harus mematuhi standar teknis dan manajerial. Standar ini tidak hanya mengatur bagaimana arsip dibuat, tetapi juga bagaimana lingkungan sistem kearsipan harus dirancang.

5.1 Implementasi ISO 15489 dan ISO 23081

ISO 15489, standar internasional untuk Manajemen Arsip (Records Management), menyediakan kerangka kerja tentang bagaimana sistem harus mendukung penciptaan arsip yang utuh dan otentik. Sementara itu, ISO 23081 fokus secara spesifik pada prinsip metadata arsip.

Kepatuhan terhadap standar ini memastikan bahwa sistem penciptaan arsip memiliki fitur-fitur seperti:

5.2 Format File Jangka Panjang (PDF/A)

Ketika menciptakan arsip elektronik, pemilihan format file sangat menentukan kemampuan sistem untuk mempertahankan keterbacaan (readability) arsip di masa depan. Format seperti PDF/A (PDF for Archiving) diwajibkan untuk dokumen tekstual formal.

PDF/A memastikan:

  1. Kemandirian (Self-contained): Semua elemen yang diperlukan (font, gambar, layout) tertanam di dalam file.
  2. Kepatuhan Standar: Melarang fitur-fitur yang berpotensi menyebabkan ketidakstabilan atau kesulitan migrasi (misalnya, skrip atau enkripsi yang rumit).
  3. Integritas Visual: Tampilan dokumen akan tetap sama terlepas dari perangkat lunak atau perangkat keras yang digunakan di masa depan.

5.3 Manajemen Risiko Penciptaan

Setiap proses penciptaan harus memiliki mekanisme mitigasi risiko yang melekat. Risiko utama dalam penciptaan adalah kegagalan penangkapan dan hilangnya konteks. Solusinya adalah dengan melakukan validasi otomatis di tingkat sistem:

VI. Peran Sistem Kearsipan Dinamis Terintegrasi (SRIKANDI) dalam Penciptaan

Penciptaan arsip elektronik dalam lingkungan pemerintah Indonesia sangat erat kaitannya dengan mandat implementasi SRIKANDI, yang berfungsi sebagai sistem manajemen arsip elektronik (Electronic Records Management System - ERMS). SRIKANDI dirancang untuk memastikan bahwa penciptaan, penggunaan, dan pemeliharaan arsip dinamis di seluruh instansi pemerintah berjalan secara terpadu dan sesuai standar kearsipan nasional.

6.1 Integrasi Alur Kerja Bisnis

SRIKANDI memfasilitasi penciptaan arsip melalui integrasi alur kerja (workflow) yang baku. Ketika sebuah proses bisnis (misalnya, disposisi, pengajuan, atau persetujuan) selesai, arsip terkait secara otomatis diciptakan dan didaftarkan dalam sistem. Integrasi ini adalah kunci untuk mencapai Records by Design, di mana arsip tercipta tanpa intervensi manual yang signifikan.

6.1.1 Otomatisasi Penandaan dan Penomoran

Salah satu kontribusi terbesar SRIKANDI dalam penciptaan adalah otomatisasi penomoran surat dan penandaan klasifikasi. Setiap dokumen yang dihasilkan (surat keluar) secara sistematis diberikan:

6.2 Penggunaan Tanda Tangan Elektronik (TTE) dan Pengamanan

Otentisitas arsip elektronik sangat bergantung pada validitas pengesahan. SRIKANDI mewajibkan penggunaan TTE yang tersertifikasi untuk memformalkan dokumen. Proses penciptaan yang melibatkan TTE memastikan non-repudiation (tidak dapat disangkal) dari isi dokumen dan identitas pihak yang mengesahkan.

Aspek pengamanan dalam penciptaan meliputi:

  1. Akses Kontrol Otomatis: Hak akses terhadap arsip ditetapkan secara otomatis saat penciptaan berdasarkan peran pengguna dan tingkat sensitivitas arsip (keamanan tinggi, biasa, atau publik).
  2. Perlindungan Integritas: Setelah TTE diterapkan, dokumen dikunci, dan setiap upaya modifikasi akan membatalkan validitas tanda tangan, sehingga menjamin integritas arsip yang diciptakan.

6.3 Dampak Kegagalan Penciptaan dalam SPBE

Kegagalan dalam proses penciptaan arsip di lingkungan SPBE memiliki konsekuensi serius. Jika data transaksi atau keputusan hanya disimpan dalam basis data operasional (dan tidak di-capture sebagai arsip statis yang permanen), organisasi berisiko kehilangan bukti ketika sistem operasional tersebut dihentikan atau diperbarui.

Oleh karena itu, kewajiban untuk menggunakan ERMS (seperti SRIKANDI) dalam setiap alur kerja bertujuan untuk memisahkan fungsi "transaksi bisnis" dengan fungsi "penciptaan bukti permanen".

VII. Penciptaan Arsip Non-Tekstual dan Media Khusus

Penciptaan arsip saat ini tidak hanya terbatas pada dokumen kertas atau surat elektronik. Organisasi modern menghasilkan arsip dalam berbagai format, termasuk data terstruktur, rekaman suara, video, dan arsip geospasial. Penciptaan jenis arsip ini memerlukan pendekatan dan metadata yang spesifik.

7.1 Penciptaan Data Terstruktur (Database Records)

Data yang tersimpan dalam basis data transaksional (seperti data pasien, data keuangan, atau data registrasi penduduk) sering kali merupakan arsip yang paling penting. Tantangannya adalah data tersebut dinamis dan terstruktur. Penciptaan arsip dari basis data melibatkan:

Tanpa snapshotting yang terencana, data historis yang penting akan hilang karena pembaruan atau penghapusan data operasional.

7.2 Arsip Multimedia (Audio dan Video)

Rapat, wawancara, dan siaran pers yang direkam menjadi arsip institusional. Untuk menciptakan arsip multimedia yang sah, metadata harus sangat detail:

  1. Metadata Deskriptif: Tanggal rekaman, durasi, topik utama, partisipan, lokasi.
  2. Metadata Teknis: Format file (misalnya, MP4, WAV), codec yang digunakan, resolusi, dan tingkat kompresi.
  3. Transkripsi: Transkripsi tekstual harus disimpan bersama file multimedia untuk memfasilitasi temu kembali dan aksesibilitas jangka panjang.

7.3 Standar Kualitas untuk Digitasi (Penciptaan melalui Alih Media)

Jika arsip konvensional (kertas) harus diubah menjadi arsip elektronik, proses alih media (digitasi) juga dianggap sebagai proses penciptaan arsip elektronik. Standar kualitas wajib dipenuhi untuk menjamin bahwa arsip hasil alih media memiliki kekuatan hukum yang sama dengan aslinya.

Standar Kualitas Alih Media meliputi:

VIII. Manajemen Perubahan dan Pelatihan dalam Penciptaan Arsip

Sistem kearsipan, seefektif apa pun, bergantung pada pengguna yang disiplin. Seringkali, kegagalan penciptaan arsip yang otentik bukan terletak pada teknologi, melainkan pada keengganan atau ketidakmampuan pengguna untuk mengikuti prosedur baru. Oleh karena itu, manajemen perubahan (Change Management) dan pelatihan menjadi komponen vital dari fase penciptaan.

8.1 Sosialisasi Budaya Sadar Arsip

Transformasi proses penciptaan (khususnya migrasi dari kertas ke digital) memerlukan perubahan budaya. Pengguna harus memahami bahwa mereka tidak lagi hanya membuat dokumen, tetapi juga menciptakan bukti hukum. Sosialisasi harus menekankan:

8.2 Modul Pelatihan Berbasis Peran

Pelatihan harus disesuaikan berdasarkan peran pengguna dalam proses penciptaan. Pelatihan yang relevan mencakup:

Pelatihan harus mencakup simulasi alur kerja end-to-end, memastikan pengguna terbiasa dengan titik-titik kritis di mana arsip secara resmi diciptakan dan di-capture oleh sistem.

IX. Tantangan Modern dan Strategi Mitigasi dalam Penciptaan Arsip

Lingkungan informasi yang terus berubah menghadirkan tantangan baru bagi proses penciptaan arsip. Organisasi harus siap menghadapi volume data yang masif, kecepatan perubahan teknologi, dan munculnya platform komunikasi baru.

9.1 Penciptaan Arsip dari Media Sosial dan Komunikasi Instan

Keputusan dan diskusi formal sering kali terjadi di platform komunikasi tidak resmi (seperti email, chat grup, atau media sosial). Jika komunikasi ini memuat keputusan bisnis yang signifikan, ia harus diakui dan di-capture sebagai arsip.

Strategi penciptaan dari media sosial:

  1. Penentuan Batasan: Mengeluarkan kebijakan yang jelas tentang komunikasi mana yang dianggap sebagai arsip dan harus dipertahankan.
  2. Penggunaan Tools Akuisisi: Implementasi perangkat lunak yang secara otomatis mengarsipkan komunikasi penting dari platform tersebut ke dalam ERMS.
  3. Integritas Konteks: Memastikan arsip yang di-capture menyertakan konteks visual dan metadata percakapan (siapa yang berpartisipasi, kapan dikirim, dan urutan pesan).

9.2 Tantangan Volume Data (Big Data)

Volume data yang sangat besar (Big Data) membuat proses penciptaan arsip secara manual menjadi tidak mungkin. Solusinya adalah penggunaan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence - AI) dan pembelajaran mesin (Machine Learning - ML).

AI dapat membantu dalam proses penciptaan dengan:

9.3 Manajemen Ketergantungan Teknologi

Arsip digital yang diciptakan hari ini mungkin tidak dapat dibaca oleh perangkat lunak 50 tahun dari sekarang (obsolescence). Proses penciptaan harus sudah memperhitungkan strategi preservasi jangka panjang, yang mencakup:

X. Kesimpulan: Penciptaan Arsip sebagai Investasi Akuntabilitas

Penciptaan arsip adalah tonggak utama dalam tata kelola institusi. Proses ini bukanlah sekadar kewajiban, melainkan investasi kritis dalam memelihara akuntabilitas, transparansi, dan memori kolektif organisasi. Arsip yang diciptakan dengan mengutamakan prinsip otentisitas, reliabilitas, dan integritas—didasarkan pada perancangan sistem yang matang dan kepatuhan terhadap standar (ISO 15489, SRIKANDI)—akan menjadi aset yang tak ternilai harganya.

Di era digital, fokus harus bergeser dari penciptaan pasif (mengarsipkan apa yang sudah ada) menuju penciptaan proaktif (memastikan sistem bisnis secara otomatis menghasilkan arsip yang sempurna dan lengkap). Dengan demikian, organisasi dapat memastikan bahwa setiap langkah yang diambil terekam dengan baik, siap dipertanggungjawabkan, dan tersedia untuk generasi mendatang sebagai cerminan sejarah dan landasan pengambilan keputusan yang berkelanjutan.

Kesinambungan dan kredibilitas sebuah lembaga sangat bergantung pada kekuatan sistem penciptaan arsipnya. Komitmen terhadap proses ini adalah cerminan dari komitmen lembaga terhadap kebenaran dan keadilan historis.

XI. Kajian Mendalam: Menjamin Integritas Kontekstual Arsip

Untuk mencapai target penciptaan arsip yang sangat komprehensif, kita perlu memperdalam pembahasan mengenai integritas kontekstual. Integritas arsip tidak hanya tentang isi fisik dokumen (bitstream), tetapi juga tentang bagaimana konteks penciptaannya dipertahankan sepanjang waktu.

11.1 Pentingnya Lingkungan Penciptaan (Provenance)

Provenance, atau asal-usul, adalah prinsip kearsipan yang sangat tua namun semakin relevan di era digital. Provenance digital harus mencatat seluruh rantai tanggung jawab, mulai dari inisiasi dokumen, perubahan (jika diizinkan), persetujuan, hingga finalisasi penangkapan. Ketika sebuah arsip diciptakan, sistem harus merekam: siapa yang melakukannya, melalui fungsi bisnis apa, dan mengapa arsip tersebut dibutuhkan.

11.1.1 Pencatatan Rantai Persetujuan (Approval Chain)

Arsip yang terkait dengan keputusan penting (misalnya, kontrak atau kebijakan baru) harus menyertakan metadata yang merinci setiap tahap persetujuan, tanggal persetujuan, dan status otoritas pemberi persetujuan. Jika arsip diciptakan melalui alur kerja multi-tahap, sistem harus memastikan bahwa arsip final tidak dapat di-capture sebelum semua tanda tangan atau persetujuan digital yang diwajibkan telah terlampir.

11.2 Penanganan Metadata Dinamis vs. Statis

Sebagian metadata (misalnya, tanggal penciptaan, klasifikasi) bersifat statis setelah arsip di-capture. Namun, beberapa metadata administratif, seperti status retensi atau hak akses, mungkin bersifat dinamis dan dapat berubah sepanjang siklus hidupnya. Sistem penciptaan harus memisahkan metadata statis yang terikat pada otentisitas dari metadata dinamis yang terkait dengan manajemen arsip.

Pemilihan metadata yang tepat saat penciptaan adalah penentu utama kemudahan manajemen arsip di tahap selanjutnya, terutama saat proses penyusutan dan transfer ke arsip statis.

XII. Spesifikasi Teknis dalam Penciptaan Arsip Elektronik Interoperable

Penciptaan arsip yang sesuai dengan standar nasional memerlukan interoperabilitas yang tinggi, terutama mengingat kerangka SPBE yang mewajibkan berbagai sistem untuk saling terhubung. Interoperabilitas ini dicapai melalui penggunaan standar teknis yang ketat sejak fase penciptaan.

12.1 Format Pertukaran Data (XML dan API)

Ketika sistem aplikasi bisnis (misalnya, sistem kepegawaian) menciptakan arsip dan harus mengirimkannya ke ERMS (misalnya, SRIKANDI), transfer data harus dilakukan melalui Application Programming Interface (API) yang terstandardisasi. Data yang dikirimkan melalui API harus berupa data terstruktur, biasanya dalam format XML (Extensible Markup Language).

XML digunakan karena kemampuannya untuk mengemas tidak hanya isi dokumen, tetapi juga semua metadata kontekstual dan struktural yang diperlukan untuk otentisitas. Struktur XML harus mengikuti skema yang ditetapkan oleh otoritas kearsipan nasional, memastikan bahwa informasi yang diterima oleh ERMS dapat diproses, diklasifikasikan, dan dijamin integritasnya.

12.2 Penggunaan Cryptographic Hash (Checksum)

Untuk menjamin integritas sebuah arsip saat diciptakan dan selama disimpan, sistem harus menghasilkan nilai cryptographic hash (atau checksum) segera setelah dokumen difinalisasi dan di-capture.

Verifikasi integritas arsip di masa depan hanya memerlukan perhitungan ulang hash dari file dan membandingkannya dengan hash asli yang terekam pada saat penciptaan.

12.3 Time Stamping Otoritatif

Akurasi waktu penciptaan adalah komponen krusial otentisitas. Sistem harus menggunakan layanan stempel waktu otoritatif (Trusted Time Stamping Authority - TSA) yang independen. Stempel waktu yang sah menjamin non-repudiation terkait waktu dokumen tersebut diciptakan, terlepas dari pengaturan jam internal server organisasi.

Penciptaan arsip yang melibatkan TTE dan TSA memastikan bahwa arsip digital memiliki kekuatan hukum yang setara, atau bahkan melebihi, arsip kertas tradisional yang hanya mengandalkan tanda tangan basah dan tanggal manual.

XIII. Penciptaan Arsip sebagai Bagian dari Preservasi Digital Jangka Panjang

Preservasi digital bukanlah tahap terpisah, melainkan hasil dari penciptaan arsip yang baik. Keputusan yang dibuat pada saat penciptaan sangat menentukan biaya dan keberhasilan upaya preservasi puluhan tahun kemudian. Konsep kearsipan ini disebut "Preservation by Design."

13.1 Penentuan Format Preservasi

Saat penciptaan, arsip harus disimpan dalam dua versi atau format:

  1. Format Akses (Access Format): Digunakan untuk penelusuran sehari-hari, cepat, dan ringan (misalnya, PDF terkompresi).
  2. Format Preservasi (Preservation Format): Versi master yang otentik dan memiliki kualitas tertinggi (misalnya, PDF/A, TIFF tanpa kompresi, XML terstruktur).

Format preservasi haruslah yang paling stabil dan kaya akan metadata. Arsip yang diciptakan tanpa format preservasi yang jelas akan memerlukan proses konversi dan migrasi yang mahal di masa depan, dengan risiko hilangnya data atau konteks.

13.2 Desain Paket Informasi Arsip (AIP)

Model OAIS (Open Archival Information System) mendefinisikan struktur paket informasi untuk pengarsipan. Pada saat penciptaan, organisasi harus memastikan bahwa mereka menciptakan Paket Informasi Pengajuan (Submission Information Package - SIP), yang pada dasarnya adalah semua data yang dibutuhkan sistem preservasi untuk mengubahnya menjadi Paket Informasi Arsip (Archival Information Package - AIP).

SIP yang diciptakan secara sempurna harus mencakup:

Jika organisasi gagal mengumpulkan semua elemen ini pada saat penciptaan, AIP yang dihasilkan tidak akan memiliki integritas kontekstual yang utuh.

13.3 Kualitas Metadata untuk Replikasi dan Migrasi

Ketika arsip diciptakan, sistem harus menyimpan catatan lengkap tentang lingkungan penciptaannya (hardware, software, dan versi sistem). Metadata ini krusial saat arsip harus dimigrasi ke sistem baru. Jika sistem preservasi di masa depan tidak tahu bagaimana arsip itu dibuat, risiko kerusakan data (data corruption) saat migrasi akan meningkat.

Oleh karena itu, kebijakan penciptaan harus mencakup persyaratan detail mengenai data lingkungan (environmental data) yang harus disematkan ke dalam setiap metadata arsip yang di-capture, menjadikannya bukti yang lengkap dan mandiri.

XIV. Aspek Otoritas dan Akreditasi dalam Penciptaan Arsip

Kekuatan hukum arsip yang diciptakan bergantung pada otoritas sistem dan proses yang menghasilkannya. Ini memerlukan akreditasi sistem dan delegasi kewenangan yang jelas.

14.1 Akreditasi dan Audit Sistem Kearsipan

Sistem kearsipan elektronik (ERMS) yang digunakan untuk penciptaan harus secara rutin diaudit dan diakreditasi oleh lembaga kearsipan yang berwenang. Akreditasi ini membuktikan bahwa sistem tersebut memenuhi persyaratan fungsional dan teknis untuk menghasilkan arsip yang legal dan otentik.

Audit fokus pada:

Hanya arsip yang diciptakan melalui sistem terakreditasi yang dapat dijamin keabsahannya sepenuhnya di mata hukum.

14.2 Delegasi Kewenangan Penciptaan

Dalam organisasi besar, tidak semua orang memiliki otoritas untuk memfinalisasi dan menciptakan arsip. Kebijakan penciptaan harus secara eksplisit mendefinisikan dan mendelegasikan kewenangan ini kepada individu atau unit kerja tertentu (misalnya, hanya Kepala Unit yang dapat menyetujui dokumen yang berstatus ‘Arsip Final’).

Delegasi ini harus dicerminkan dalam hak akses dan user profile dalam ERMS. Arsip yang diciptakan oleh pihak yang tidak memiliki otoritas penciptaan yang didelegasikan dapat dianggap cacat hukum.

14.3 Penanganan Arsip Mandiri (Personal Records)

Dalam konteks tertentu, individu dalam organisasi mungkin menciptakan arsip yang bersifat personal namun memiliki nilai guna kelembagaan (misalnya, catatan penelitian, draf kebijakan pribadi). Kebijakan penciptaan harus memberikan mekanisme bagi individu untuk mengajukan arsip-arsip tersebut untuk di-capture ke dalam ERMS, sehingga konteks kelembagaan mereka dapat dipertahankan dan otentisitasnya diakui.

XV. Ringkasan Strategis Implementasi Penciptaan Arsip Berbasis Sistem

Untuk mengakhiri panduan komprehensif ini, berikut adalah daftar periksa strategis yang harus dipenuhi organisasi untuk memastikan penciptaan arsip yang unggul:

  1. Design by Requirement: Pastikan sistem kearsipan dirancang berdasarkan pemetaan fungsi bisnis (business function mapping) dan bukan hanya sebagai gudang dokumen.
  2. Integrasi Penuh: Hilangkan sistem silo. Arsip harus diciptakan secara langsung dari aplikasi bisnis (ERP, CRM) melalui API ke ERMS terpusat.
  3. Metadata Otomatis: Prioritaskan penangkapan metadata wajib (klasifikasi, pembuat, waktu) secara otomatis untuk menghindari kesalahan manual.
  4. Standar Jangka Panjang: Gunakan format file preservasi (PDF/A, XML) dan teknologi stempel waktu otoritatif (TSA).
  5. Kepatuhan Regulasi: Pastikan setiap proses penciptaan mematuhi UU Kearsipan dan terintegrasi dengan kerangka SPBE nasional (SRIKANDI).
  6. Pelatihan Berkelanjutan: Investasikan pada pelatihan budaya kearsipan untuk semua tingkatan pegawai, menekankan peran mereka sebagai pencipta bukti hukum.
  7. Audit dan Verifikasi: Lakukan audit sistem secara berkala untuk memverifikasi bahwa integritas dan otentisitas arsip yang diciptakan tetap terjaga.

Kualitas penciptaan hari ini menentukan ketersediaan dan keandalan bukti hukum di masa depan. Proses ini memerlukan disiplin, kolaborasi multi-disiplin, dan komitmen teknologi yang tidak terputus.

🏠 Homepage