Memahami Alergi Telur: Penyebab dan Gejalanya

E G G G

Alergi telur merupakan salah satu alergi makanan yang paling umum, terutama pada anak-anak. Meskipun banyak anak yang akhirnya bisa mentoleransi telur seiring bertambahnya usia, bagi sebagian orang, alergi ini bisa bertahan hingga dewasa dan menyebabkan ketidaknyamanan bahkan bahaya jika tidak ditangani dengan baik.

Apa Itu Alergi Telur?

Alergi telur terjadi ketika sistem kekebalan tubuh seseorang bereaksi berlebihan terhadap protein yang ada dalam telur. Protein ini dianggap sebagai ancaman oleh tubuh, sehingga memicu respons imun yang menghasilkan gejala alergi. Telur memiliki dua komponen utama yang sering menjadi pemicu alergi, yaitu putih telur (albumen) dan kuning telur. Namun, protein di putih telur lebih sering menjadi penyebab reaksi alergi.

Penyebab Alergi Telur

Penyebab utama alergi telur adalah kesalahan identifikasi oleh sistem kekebalan tubuh. Sistem imun, yang seharusnya melindungi tubuh dari bakteri dan virus berbahaya, secara keliru mengenali protein telur sebagai sesuatu yang perlu dilawan. Ada beberapa faktor yang diperkirakan berkontribusi terhadap perkembangan alergi telur:

1. Komponen Protein dalam Telur

Telur mengandung berbagai jenis protein. Dua yang paling sering menjadi pemicu alergi adalah:

Kuning telur juga mengandung protein seperti livetin dan lipovitellin yang juga bisa memicu reaksi alergi pada individu yang sensitif.

2. Faktor Genetik

Riwayat alergi dalam keluarga dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengembangkan alergi, termasuk alergi telur. Jika orang tua memiliki riwayat alergi makanan, eksim, asma, atau demam, anak mereka mungkin memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengalami alergi.

3. Perkembangan Sistem Kekebalan Tubuh

Pada bayi dan anak kecil, sistem kekebalan tubuh masih berkembang. Paparan dini terhadap alergen tertentu, atau cara tubuh memproses protein asing ini untuk pertama kalinya, bisa memicu sensitisasi dan perkembangan alergi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penundaan pengenalan makanan padat tertentu, termasuk telur, pada bayi mungkin secara paradoks justru meningkatkan risiko alergi.

4. Kondisi Kulit

Anak-anak dengan eksim (dermatitis atopik) cenderung memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan alergi makanan, termasuk alergi telur. Kulit yang rusak akibat eksim memungkinkan protein makanan masuk ke dalam tubuh melalui kulit, yang dapat memicu respons imun dan menyebabkan sensitisasi.

5. Paparan Awal dan Cara Paparan

Cara dan waktu pertama kali seseorang terpapar protein telur dapat berperan. Jika paparan pertama terjadi saat sistem kekebalan tubuh belum matang atau melalui kulit yang rusak, risiko alergi bisa meningkat. Sebaliknya, paparan oral pada usia yang tepat dan dalam bentuk yang aman seringkali membantu membangun toleransi.

Gejala Alergi Telur

Gejala alergi telur bisa bervariasi dari ringan hingga parah, dan biasanya muncul dalam hitungan menit hingga beberapa jam setelah mengonsumsi telur atau produk yang mengandung telur. Gejala-gejala umum meliputi:

Anafilaksis

Anafilaksis adalah reaksi alergi yang paling serius dan bisa mengancam jiwa. Gejalanya bisa meliputi kesulitan bernapas parah, penurunan tekanan darah mendadak, pusing, hingga hilangnya kesadaran. Segera cari pertolongan medis jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami gejala anafilaksis setelah mengonsumsi telur.

Diagnosis dan Penanganan

Jika Anda mencurigai adanya alergi telur, penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli alergi. Diagnosis biasanya melibatkan riwayat medis lengkap, pemeriksaan fisik, serta tes alergi seperti tes tusuk kulit (skin prick test) atau tes darah untuk mendeteksi antibodi IgE spesifik terhadap protein telur. Tes provokasi oral yang dilakukan di bawah pengawasan medis juga bisa menjadi cara untuk mengkonfirmasi diagnosis.

Penanganan utama alergi telur adalah menghindari konsumsi telur dan produk yang mengandung telur. Penting untuk membaca label makanan dengan cermat karena telur bisa tersembunyi dalam berbagai produk seperti kue, roti, mayones, pasta, dan bahkan beberapa obat-obatan. Dokter mungkin juga akan meresepkan obat-obatan seperti antihistamin untuk meredakan gejala ringan, serta epinefrin autoinjektor (EpiPen) bagi individu yang berisiko mengalami anafilaksis.

Bagi banyak anak, alergi telur dapat hilang seiring waktu. Dokter akan memberikan panduan kapan dan bagaimana memperkenalkan kembali telur ke dalam pola makan mereka secara aman. Edukasi dan kesadaran adalah kunci untuk mengelola alergi telur dengan baik dan menjaga kualitas hidup.

🏠 Homepage