Surat An-Nisa, yang berarti "Wanita", adalah salah satu surat Madaniyyah dalam Al-Qur'an yang secara mendalam membahas berbagai aspek hukum dan sosial, khususnya terkait dengan keluarga, wanita, dan anak yatim. Di antara ayat-ayat yang memiliki makna penting adalah ayat ke-4 dan ke-5. Ayat-ayat ini tidak hanya memberikan pedoman dalam urusan harta, tetapi juga menekankan pentingnya keadilan, kejujuran, dan pengelolaan amanah dengan baik, terutama ketika melibatkan hak-hak orang yang lebih lemah. Memahami kandungan Qs An Nisa 4 5 adalah kunci untuk mengaplikasikan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari yang penuh dengan interaksi sosial dan ekonomi.
Ayat keempat Surat An-Nisa secara spesifik membahas tentang pemberian mahar (maskawin) kepada wanita. Mahar adalah hak mutlak seorang istri yang wajib diberikan oleh suami. Ayat ini berbunyi:
"Dan berikanlah kepada perempuan-perempuan (yang kamu nikahi) mahar (pemberian) mereka dengan senang hati. Kemudian jika mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari mahar itu, maka makanlah (ambillah) itu sebagai (makanan) yang halal lagi baik."
Makna tersirat dari ayat ini sangatlah luas. Pertama, ini menegaskan bahwa mahar bukanlah harga yang dibayar untuk membeli wanita, melainkan sebuah pemberian yang tulus dari suami sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan atas keberanian wanita membangun rumah tangga bersamanya. Pemberian ini haruslah dilakukan dengan kerelaan hati, bukan karena terpaksa atau dengan niat buruk.
Kedua, ayat ini juga memberikan fleksibilitas. Jika sang istri dengan ikhlas hati memberikan sebagian atau seluruh maharnya kembali kepada suami, maka suami diperbolehkan untuk menerimanya. Ini menunjukkan adanya kemitraan dan saling pengertian dalam rumah tangga. Namun, penting untuk ditekankan bahwa pemberian kembali ini haruslah murni atas keikhlasan sang istri, tanpa paksaan, tekanan, atau manipulasi sekecil apapun dari pihak suami. Kehalalan dan kebaikan dari harta yang diterima tersebut dikaitkan langsung dengan kesukarelaan dan kerelaan hati sang istri.
Selanjutnya, ayat kelima Surat An-Nisa beralih fokus kepada tanggung jawab terhadap harta anak yatim. Ayat ini sangat tegas dalam menggarisbawahi pentingnya menjaga dan mengelola harta anak yatim dengan jujur dan adil.
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum mampu (hartanya) harta (milikmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok untuk kemaslahatanmu. Berilah mereka belanja dan pakaian dari harta itu dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik."
Ayat ini memberikan peringatan keras agar tidak menyerahkan harta yang dijadikan penopang kehidupan dan kemaslahatan umat kepada orang-orang yang belum cakap atau belum mampu mengelolanya dengan baik. Siapa yang dimaksud dengan "as-sufaha" (orang-orang yang belum mampu)? Para ulama menafsirkan ini mencakup anak-anak yatim yang belum dewasa, orang-orang gila, atau siapapun yang secara akal dan pengalaman tidak mampu mengelola harta dengan bijak. Harta ini adalah amanah dari Allah yang harus dijaga agar tidak habis sia-sia.
Lebih lanjut, ayat ini memerintahkan untuk memberikan nafkah, pakaian, dan perkataan yang baik kepada anak yatim dari harta yang mereka miliki. Ini menunjukkan bahwa tugas pengasuhan dan pengelolaan harta anak yatim bukan hanya sekadar menjaga aset, tetapi juga memenuhi kebutuhan dasar mereka secara layak dan memperlakukan mereka dengan kasih sayang serta perkataan yang santun. Tujuannya adalah agar mereka dapat tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan mampu mengelola harta mereka sendiri di kemudian hari.
Ayat ini juga sering dikaitkan dengan ayat selanjutnya yang melarang memakan harta anak yatim secara zalim. Kombinasi dari Qs An Nisa 4 5 dan ayat-ayat berikutnya menciptakan sebuah kerangka hukum yang kokoh mengenai perlindungan hak-hak ekonomi bagi kelompok rentan, khususnya wanita dan anak yatim.
Qs An Nisa 4 5 mengandung banyak hikmah yang relevan untuk kehidupan modern.
Memahami dan mengamalkan ajaran yang terkandung dalam Qs An Nisa 4 5 akan membantu kita membangun masyarakat yang lebih adil, penuh kasih sayang, dan bertanggung jawab. Ayat-ayat ini merupakan pengingat abadi akan kewajiban kita untuk menjaga amanah dan memberikan hak kepada setiap individu sesuai dengan kedudukannya.