Ilustrasi maknai ayat tentang nikmat dari Allah.
Dalam lautan hikmah Al-Qur'an, setiap ayat menyimpan kedalaman makna yang senantiasa relevan bagi kehidupan manusia. Salah satu ayat yang sarat akan pelajaran berharga adalah Surah An Nisa ayat 79. Ayat ini seringkali dikutip untuk mengingatkan kita akan hakikat kenikmatan yang diperoleh, baik yang bersifat materiil maupun non-materiil. Pemahaman mendalam terhadap ayat ini tidak hanya memberikan pencerahan spiritual, tetapi juga membekali kita dengan perspektif yang lebih bijak dalam menjalani kehidupan di dunia yang penuh dengan ujian dan cobaan.
Ayat 79 dari Surah An Nisa ini berbunyi:
"Apapun nikmat (kebaikan) yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa pun bencana (keburukan) yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh (kesalahan) dirimu sendiri. Kami telah mengutusmu menjadi seorang Rasul untuk (seluruh umat) manusia."
Kalimat pertama ayat ini, "مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ" (Apapun nikmat (kebaikan) yang kamu peroleh adalah dari Allah), mengandung pesan universal yang luar biasa. Segala bentuk kebaikan yang kita terima, mulai dari kesehatan, rezeki, ilmu pengetahuan, keluarga yang harmonis, hingga kesempatan untuk berbuat baik, sejatinya berasal dari Sang Pencipta. Allah SWT adalah sumber segala kebaikan. Pengakuan ini penting untuk menumbuhkan rasa syukur yang mendalam. Ketika kita menyadari bahwa setiap nikmat adalah anugerah, hati kita akan lebih mudah untuk berterima kasih dan tidak merasa sombong atau angkuh atas pencapaian yang diraih.
Namun, ayat ini tidak berhenti pada pengakuan semata. Ada dimensi lain yang seringkali terlewatkan: nikmat adalah ujian. Allah tidak semata-mata memberikan nikmat tanpa tujuan. Kenikmatan yang diberikan seringkali berfungsi sebagai ujian untuk melihat sejauh mana hamba-Nya mensyukuri, memanfaatkan, dan mengembalikan nikmat tersebut kepada jalan kebaikan. Apakah nikmat tersebut digunakan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, membantu sesama, atau malah digunakan untuk kemaksiatan dan kesombongan? Inilah inti dari ujian kenikmatan. Seseorang yang diuji dengan kekayaan, misalnya, akan terlihat bagaimana ia mengelola hartanya. Apakah ia menunaikan zakat, bersedekah, atau justru menumpuknya tanpa peduli pada orang lain?
Selanjutnya, ayat ini berlanjut dengan, "وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ أَنْفُسِكُمْ" (dan apa pun bencana (keburukan) yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh (kesalahan) dirimu sendiri). Pernyataan ini adalah pengingat yang sangat kuat tentang tanggung jawab pribadi. Ketika musibah datang, seringkali naluri pertama kita adalah mencari kambing hitam atau menyalahkan takdir. Namun, ayat ini mengajarkan kita untuk melakukan introspeksi. Banyak bencana dan kesulitan yang kita alami merupakan buah dari perbuatan atau kelalaian kita sendiri. Ini bukan berarti Allah tidak adil, melainkan sebagai konsekuensi logis dari pilihan-pilihan yang kita ambil dalam kehidupan.
Kesalahan bisa bermacam-macam bentuknya, mulai dari melanggar perintah Allah, lalai dalam menjalankan kewajiban, hingga berbuat zalim kepada sesama. Peringatan ini bertujuan agar kita tidak terus-menerus berada dalam kesesatan, melainkan segera sadar, bertaubat, dan memperbaiki diri. Sikap menyalahkan diri sendiri dalam konteks ini bukanlah untuk menumbuhkan keputusasaan, melainkan untuk mendorong perbaikan diri dan pencegahan agar kesalahan yang sama tidak terulang kembali. Ini adalah bentuk cinta dan kasih sayang Allah yang mengingatkan hamba-Nya agar kembali ke jalan yang benar.
Bagian akhir ayat, "وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا" (Kami telah mengutusmu menjadi seorang Rasul untuk (seluruh umat) manusia), menegaskan posisi mulia Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Islam untuk seluruh alam. Ini menunjukkan bahwa ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW adalah petunjuk ilahi yang berlaku universal, mencakup semua aspek kehidupan, baik dalam menghadapi kenikmatan maupun kesulitan. Seorang Rasul adalah suri teladan terbaik dalam memahami dan mengamalkan ajaran Allah. Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk mengikuti jejak beliau.
Kombinasi dari ketiga bagian ayat ini memberikan sebuah kerangka pemikiran yang utuh. Kita diajarkan untuk selalu bersyukur atas segala nikmat yang berasal dari Allah, menyadari bahwa nikmat tersebut adalah ujian. Di sisi lain, ketika musibah datang, kita diminta untuk merenungi kesalahan diri sendiri sebagai penyebabnya, dan menjadikan momen tersebut sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri. Semua itu dalam bingkai risalah Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW, yang menjadi panduan hidup kita.
Memahami Surah An Nisa ayat 79 secara mendalam memiliki implikasi besar dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, ia menumbuhkan sikap rendah hati dan syukur. Kita akan lebih menghargai setiap momen kebaikan dan tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang datang dengan sendirinya. Kedua, ia mengajarkan tanggung jawab. Alih-alih berkeluh kesah atau menyalahkan pihak lain saat tertimpa musibah, kita diajak untuk merenungi peran diri dalam menciptakan atau memperparah situasi tersebut. Perenungan ini akan memicu semangat untuk bertobat dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Ketiga, ayat ini memberikan ketenangan jiwa. Dengan keyakinan bahwa segala sesuatu adalah dari Allah dan menjadi ujian, kita akan lebih tabah dalam menghadapi cobaan dan lebih bijak dalam menikmati anugerah.
Oleh karena itu, marilah kita jadikan Surah An Nisa ayat 79 sebagai renungan harian. Perbanyaklah bersyukur saat nikmat datang, dan lakukan introspeksi mendalam saat musibah menimpa. Dengan demikian, kita akan menjadi hamba Allah yang senantiasa berada dalam lindungan-Nya, meraih ridha-Nya, dan mampu menjalani kehidupan ini dengan penuh makna dan ketenangan. Sesungguhnya, Al-Qur'an adalah petunjuk yang sempurna bagi orang-orang yang mau merenungkannya.