Simbol Keadilan dan Perlindungan.
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam bukan hanya berisi tuntunan ibadah, tetapi juga berbagai prinsip hidup yang mencakup aspek sosial, ekonomi, dan moral. Salah satu surat yang sering menjadi rujukan dalam pembahasan mengenai keadilan, perlindungan, dan hak-hak adalah Surah An Nisa, yang berarti "Wanita". Dalam surat ini, terdapat ayat-ayat yang memberikan petunjuk jelas mengenai kewajiban dan larangan demi terciptanya tatanan masyarakat yang adil dan harmonis.
Mari kita telaah secara mendalam makna yang terkandung dalam Surah An Nisa ayat 27 dan 28. Ayat-ayat ini memiliki keterkaitan yang erat, membahas tentang siapa yang berhak menerima taubat Allah dan bagaimana seharusnya umat manusia memandang dan memperlakukan orang lain, terutama dalam konteks hukum dan keadilan.
Ayat kedua puluh tujuh ini menegaskan bahwa Allah SWT memiliki keinginan yang mulia terhadap hamba-Nya. Keinginan tersebut terbagi menjadi tiga aspek utama:
Ayat ini diakhiri dengan penegasan bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu dan Maha Bijaksana dalam setiap ketetapan-Nya. Pengetahuan-Nya mencakup yang tampak maupun yang tersembunyi, dan kebijaksanaan-Nya terwujud dalam setiap perintah dan larangan yang Dia turunkan.
Melanjutkan dari ayat sebelumnya, ayat kedua puluh delapan ini menjelaskan lebih lanjut mengenai kasih sayang dan keringanan yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Allah berkeinginan untuk meringankan beban dan kesulitan yang dihadapi manusia. Hal ini selaras dengan kodrat manusia yang memang diciptakan dalam keadaan lemah.
Kelemahan manusia ini bersifat menyeluruh:
Karena kelemahan inilah, Allah menurunkan syariat yang sesuai dengan kemampuan manusia. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Keringanan ini tampak dalam berbagai ketentuan hukum Islam, seperti rukhsah (keringanan) dalam ibadah bagi orang yang sakit atau musafir, serta penghapusan dosa atas kesalahan yang tidak disengaja.
Kedua ayat ini saling melengkapi. Ayat 27 menjelaskan keinginan Allah untuk menjelaskan kebenaran dan menerima taubat, sementara ayat 28 menjelaskan bahwa keinginan tersebut dilandasi oleh kasih sayang Allah kepada manusia yang lemah, sehingga Allah memberikan keringanan dalam menjalankan syariat-Nya. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin (membawa rahmat bagi seluruh alam), yang tidak memberatkan umatnya, melainkan memberikan solusi dan kemudahan.
Memahami kedua ayat ini memberikan kita pandangan yang lebih utuh tentang bagaimana seharusnya kita memandang agama dan diri kita sendiri. Kita didorong untuk senantiasa memohon ampunan kepada Allah (bertaubat) atas segala khilaf, karena Allah Maha Penerima Taubat. Di sisi lain, kita juga diingatkan bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, sehingga Dia tidak akan membebani kita di luar batas kemampuan kita. Ini seharusnya menumbuhkan rasa optimisme dan ketenangan dalam menjalani hidup di bawah naungan rahmat-Nya.
Dalam konteks sosial, pemahaman ini mengajarkan kita untuk bersikap lebih toleran dan bijaksana terhadap sesama. Sebagaimana Allah meringankan hamba-Nya, kita pun hendaknya saling meringankan beban dan tidak membebani orang lain secara berlebihan. Keadilan dan kasih sayang harus menjadi prinsip dalam setiap interaksi.