Surat An-Nas (Manusia) adalah surat ke-114 dan merupakan penutup dalam susunan mushaf Al-Qur'an. Sebagai surat pendek yang terdiri dari enam ayat, An-Nas memiliki kedudukan yang sangat agung, terutama karena ia bersama dengan Surat Al-Falaq (surat sebelumnya) disebut sebagai "Al-Mu'awwidzatain" (Dua Surat Pelindung). Membaca dan memahami ayat 1 sampai 6 surat ini adalah fondasi penting dalam memohon perlindungan mutlak kepada Allah SWT dari segala kejahatan yang tampak maupun yang tersembunyi.
Teks Arab dan Terjemahan Ayat 1-6
Berikut adalah teks asli ayat 1 hingga 6 beserta terjemahan bahasa Indonesianya, yang menjadi inti dari permohonan kita:
Penjabaran Tafsir Ayat per Ayat (1-3): Puncak Ketuhanan
Tiga ayat pertama surat An-Nas berfungsi sebagai pembuka dan penetapan siapa sesungguhnya yang kita jadikan tempat berlindung. Perhatikanlah bagaimana Allah SWT memperkenalkan diri-Nya dengan tiga sifat fundamental yang mencakup segala bentuk kekuasaan dan pemeliharaan:
Ayat 1: Rabbun Naas (Tuhan Manusia). Kata 'Rabb' mengandung makna penguasaan, pemeliharaan, penciptaan, dan pendidik. Ini menegaskan bahwa Pencipta dan Pemelihara alam semesta, termasuk seluruh umat manusia, adalah satu-satunya Dzat yang berhak ditaati dalam pengaturannya.
Ayat 2: Malikin Naas (Raja Manusia). Setelah menegaskan status sebagai Pemelihara, Allah menegaskan status-Nya sebagai Raja. Tidak ada raja di dunia ini yang kekuasaannya absolut kecuali Allah. Dialah penguasa tertinggi yang mengatur nasib setiap manusia.
Ayat 3: Ilaahun Naas (Sembahan Manusia). Ayat ini menyempurnakan tauhid dengan menegaskan bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Ketika kita berlindung, kita berlindung kepada Zat yang memiliki otoritas mencipta, memerintah, dan layak disembah.
Penjabaran Tafsir Ayat 4-6: Sumber Kejahatan dan Mekanismenya
Setelah menetapkan bahwa Allah adalah tujuan perlindungan, ayat 4 sampai 6 merinci musuh yang harus dihindari, yaitu waswas setan:
Ayat 4: Min Syarril Waswaasil Khannaas. Ini adalah inti dari permohonan perlindungan. Kita berlindung dari kejahatan makhluk yang suka berbisik-bisik (waswaas) dan segera menghilang ketika nama Allah disebut (khannaas). Sifat khannaas ini menunjukkan bahwa kejahatan setan itu sangat licik; ia muncul saat kelalaian dan mundur saat ada kesadaran dan dzikir.
Ayat 5: Alladzi Yuwaswisu fii Shuduurin Naas. Ayat ini menjelaskan metode serangan setan, yaitu menanamkan keraguan, ketakutan yang tidak perlu, atau godaan ke dalam 'shudur' (dada/hati) manusia. Hati adalah pusat kehendak dan keyakinan, sehingga serangan ke area ini adalah yang paling berbahaya.
Ayat 6: Minal Jinnati Wan Naas. Ayat penutup ini memberikan klasifikasi jelas mengenai sumber bisikan tersebut. Bisikan jahat bukan hanya datang dari bangsa jin (setan yang jelas), tetapi juga dari manusia (syaitanul insi) yang memiliki kemampuan untuk merusak melalui perkataan, fitnah, atau ajakan buruk.