Ilustrasi visual tema utama Surat An Nisa ayat 15-20.
Surat An Nisa merupakan salah satu surat Madaniyah yang memiliki cakupan hukum dan panduan hidup yang luas, terutama terkait masalah sosial, ekonomi, dan keluarga. Di antara ayat-ayatnya, rentang ayat 15 hingga 20 menawarkan pelajaran berharga mengenai pentingnya menjaga kehormatan diri, memberikan perlindungan bagi anggota keluarga, serta sanksi bagi mereka yang melanggar norma-norma kesucian dalam rumah tangga. Ayat-ayat ini tidak hanya mengatur aspek hukum, tetapi juga menekankan pada aspek moral dan spiritual dalam membangun masyarakat yang harmonis dan adil.
Ayat kelima belas dari Surat An Nisa menjadi titik awal pembahasan ini. Allah SWT berfirman:
وَا للتِي يَأْتِيْنَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَآئِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوْا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ ۚ فَإِنْ شَهِدُوْا فَأَمْسِكُوْهُنَّ فِى الْبُيُوْتِ حَتَّىٰ يَتَوَفّٰىهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللّٰهُ لَهُنَّ سَبِيْلًا
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji di antara wanita-wanitamu, persaksikanlah terhadap mereka masing-masing empat orang saksi di antara kamu. Lalu jika mereka telah memberi kesaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) di dalam rumah sampai ajal menjemput mereka atau sampai Allah memberikan jalan lain kepadanya.
Ayat ini mengatur tindakan yang harus diambil terhadap wanita yang terbukti melakukan perbuatan keji (zina). Ditekankan pentingnya pembuktian melalui kesaksian empat orang saksi. Jika bukti sudah jelas, hukuman awal adalah dikurung di rumah sampai ajal menjemput atau Allah memberikan jalan keluar. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat menjaga kehormatan, namun juga memberikan kesempatan untuk perbaikan dan tidak terburu-buru menjatuhkan sanksi final tanpa landasan yang kuat. Jalan keluar yang dimaksud kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam ayat-ayat berikutnya, yang memberikan alternatif sanksi yang lebih proporsional dan bersifat mendidik.
Melanjutkan dari ayat sebelumnya, Allah SWT memberikan solusi atau jalan keluar yang lebih rinci:
وَالَّذَانِ يَأْتِيٰنِهَا مِنْكُمْ فَآذَوْهُمَا ۖ فَإِنْ تَابَا وَأَصْلَحَا فَأَعْرِضُوْا عَنْهُمَا ۗ إِنَّ اللّٰهَ كَانَ تَوَّابًا رَّحِيْمًا
Dan dua orang yang melakukannya di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya. Kalau keduanya bertobat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka pergi. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.
Ayat 16 mengatur perbuatan yang dilakukan oleh pria dan wanita (yang tidak secara spesifik merujuk pada status pernikahan, namun konteksnya adalah perbuatan keji). Hukuman awal adalah pemberian sanksi. Namun, penekanan utama ada pada kesempatan bertobat dan memperbaiki diri. Jika mereka menyesal dan memperbaiki perilakunya, maka harus dimaafkan. Ini adalah bentuk rahmat dan kasih sayang Allah yang membuka pintu taubat bagi siapa saja yang bersungguh-sungguh.
Kemudian, ayat 17 memberikan definisi yang lebih luas mengenai taubat dan penebusan dosa, yang mencakup setiap muslim yang melakukan kesalahan, bukan hanya zina.
إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللّٰهِ لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السُّوْٓءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوْبُوْنَ مِنْ قَرِيْبٍ فَأُولٰٓئِكَ يَتُوْبُ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
Sesungguhnya penerimaan tobat dari Allah hanyalah bagi orang-orang yang melakukan kejahatan karena kebodohan, kemudian segera bertobat. Mereka itulah yang diterima Allah tobatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Ayat ini menjelaskan bahwa taubat yang diterima Allah adalah bagi mereka yang melakukan kesalahan karena ketidaktahuan atau kealpaan sesaat, lalu segera menyesal dan bertaubat. Ini memberikan harapan bagi setiap orang yang khilaf untuk kembali ke jalan yang benar, selama dilakukan dengan ketulusan dan segera.
Setelah membahas sanksi bagi perbuatan keji, Surat An Nisa mengalihkan fokus pada perlindungan kelompok yang lebih rentan, yaitu anak yatim. Ayat 18-20 menekankan tanggung jawab kita terhadap mereka:
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السَّيِّاٰتِ ۚ حَتّٰىٓ اِذَا حَضَرَ اَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ اِنِّيْ تُبْتُ الْـٰٔنَ وَلَا الَّذِيْنَ يَمُوْتُوْنَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۗ اُولٰٓئِكَ اَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا اَلِيْمًا
Dan tidaklah tobat itu diterima dari Allah bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang terus-menerus) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, ia pun berkata, “Sesungguhnya aku bertobat sekarang,” dan tidak pula (diperkenankan tobat) bagi orang-orang yang mati sedangkan mereka tetap dalam kekafiran. Mereka itulah yang Kami sediakan azab yang pedih.
Ayat 18 ini menegaskan kembali bahwa tobat tidak diterima jika dilakukan di saat-saat akhir menjelang kematian atau ketika seseorang meninggal dalam kekafiran. Ini menekankan pentingnya kesadaran dan taubat selagi masih ada kesempatan.
Selanjutnya, ayat 19 dan 20 berbicara tentang pentingnya memperlakukan wanita dengan baik, termasuk dalam konteks pernikahan dan warisan. Islam sangat menekankan keadilan dan kebaikan dalam setiap interaksi, terutama dalam keluarga. Ayat-ayat ini juga secara implisit mengarahkan pada perlindungan finansial dan emosional bagi pihak yang lemah.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَآءَ كَرْهًا ۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰىٓ اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagimu mewarisi perempuan dengan jalan paksa, dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali kalau mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah, karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
وَاِنْ اَرَدْتُّمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَّكَانَ زَوْجٍ وَّاٰتَيْتُمْ اِحْدٰىهُنَّ قِنْطَارًا فَلَا تَاْخُذُوْا مِنْهُ شَيْـًٔا ۗ اَتَاخُذُوْنَهٗ بُهْتَانًا وَّاِثْمًا مُّبِيْنًا
Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali darinya sedikit pun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan dusta dan dosa yang nyata?
Ayat 19 melarang suami untuk menzalimi istri atau memaksanya demi mendapatkan kembali harta yang telah diberikan. Hubungan suami istri harus didasarkan pada saling pengertian dan kebaikan. Jika ada ketidakcocokan, hendaknya bersabar karena bisa jadi di balik ketidakcocokan itu terdapat hikmah dan kebaikan yang besar dari Allah. Ayat 20 mempertegas larangan mengambil kembali mahar (mas kawin) atau pemberian lain jika ingin mengganti istri. Hal ini menunjukkan betapa Islam menjaga hak-hak perempuan dan melarang segala bentuk manipulasi atau pemaksaan finansial dalam rumah tangga.
Secara keseluruhan, Surat An Nisa ayat 15-20 memberikan panduan komprehensif mengenai cara menghadapi kesalahan, pentingnya taubat, serta kewajiban untuk melindungi dan memperlakukan anggota keluarga, khususnya wanita, dengan adil dan penuh kasih. Ayat-ayat ini menjadi pengingat kuat bagi umat Islam untuk senantiasa menjaga nilai-nilai keluarga dan menegakkan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat.