Tekanan darah (TD) adalah salah satu indikator kesehatan kardiovaskular yang paling penting. Bagi populasi lansia—yang umumnya didefinisikan sebagai individu berusia 65 tahun ke atas—pengelolaan TD menjadi tantangan klinis yang unik dan mendesak. Hal ini disebabkan oleh perubahan fisiologis yang tak terhindarkan seiring bertambahnya usia, meningkatnya prevalensi kondisi komorbiditas (penyakit penyerta), dan risiko tinggi terhadap efek samping pengobatan.
Hipertensi, atau tekanan darah tinggi, adalah kondisi yang sangat umum di kalangan lansia. Di banyak negara, lebih dari 60% individu berusia di atas 60 tahun didiagnosis menderita hipertensi. Meskipun demikian, mendefinisikan apa itu tekanan darah lansia normal bukanlah perkara yang statis. Pedoman klinis internasional terus berevolusi, mencerminkan pemahaman baru bahwa target pengobatan harus disesuaikan secara individual, mempertimbangkan tingkat kebugaran, harapan hidup, dan beban penyakit total pasien.
Tujuan dari artikel mendalam ini adalah memberikan pemahaman komprehensif mengenai tekanan darah pada lansia. Kita akan membahas dasar-dasar fisiologi penuaan, mengeksplorasi target tekanan darah yang direkomendasikan oleh konsensus kesehatan terkemuka, dan menguraikan strategi manajemen gaya hidup serta farmakologis yang paling efektif dan aman.
Gambar: Alat Pengukur Tekanan Darah (Sfigmomanometer)
Memahami target TD lansia normal memerlukan pemahaman mendalam tentang bagaimana tubuh menua. Seiring berjalannya waktu, sistem kardiovaskular mengalami serangkaian perubahan struktural dan fungsional yang secara langsung memengaruhi cara jantung memompa dan pembuluh darah merespons.
Salah satu perubahan paling signifikan adalah hilangnya elastisitas (kekakuan) pada arteri besar, terutama aorta. Pada individu muda, arteri mampu meregang dan menyerap sebagian energi dari denyutan jantung (sistol). Pada lansia, penggantian elastin dengan kolagen menyebabkan arteri menjadi kaku. Kekakuan ini memiliki dua konsekuensi utama:
Fenomena ini sering menyebabkan Hipertensi Sistolik Terisolasi (Isolated Systolic Hypertension/ISH), di mana TDS tinggi (≥140 mmHg) tetapi TDD tetap normal (<90 mmHg). ISH adalah bentuk hipertensi yang paling umum pada lansia dan merupakan prediktor kuat stroke serta penyakit jantung koroner.
Barorefleks adalah sistem pengatur tekanan darah otomatis tubuh. Reseptor yang terletak di arteri karotis dan aorta mendeteksi perubahan tekanan dan mengirim sinyal ke otak untuk menyesuaikan detak jantung atau resistensi pembuluh darah. Pada lansia, sensitivitas barorefleks menurun. Akibatnya, tubuh kurang responsif terhadap perubahan posisi (misalnya, berdiri dari duduk atau tidur), meningkatkan risiko:
Aktivitas sistem RAAS, yang mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit serta tekanan darah, sering kali menurun pada lansia. Ini memengaruhi bagaimana mereka merespons obat antihipertensi tertentu (misalnya, ACE inhibitor) dan juga membuat mereka lebih rentan terhadap dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, terutama jika mereka menggunakan diuretik.
Mendefinisikan "normal" telah menjadi perdebatan intens di antara para ahli kardiologi dan geriatri. Dahulu, ada kecenderungan untuk menerima nilai TD yang lebih tinggi pada lansia, dengan anggapan bahwa tubuh mereka membutuhkan tekanan yang lebih besar untuk perfusi organ. Namun, studi klinis besar dalam dua dekade terakhir telah menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah, bahkan pada usia tua, secara signifikan mengurangi risiko stroke dan infark miokard.
Dua badan utama yang mengeluarkan pedoman sering kali menjadi rujukan, meskipun target mereka sedikit berbeda, terutama dalam penentuan ambang batas intervensi untuk lansia:
Pedoman ACC/AHA (2017) menetapkan definisi yang lebih agresif, menekankan manfaat penurunan TD yang lebih rendah pada sebagian besar orang dewasa, termasuk lansia yang sehat.
| Kategori TD | TDS (mmHg) | TDD (mmHg) |
|---|---|---|
| Normal | < 120 | < 80 |
| Elevated (Peningkatan) | 120–129 | < 80 |
| Hipertensi Tahap 1 | 130–139 | 80–89 |
| Hipertensi Tahap 2 | ≥ 140 | ≥ 90 |
Pedoman Eropa (2018) sedikit lebih konservatif dalam target penurunan TD pada lansia yang sangat tua:
ESC menekankan pentingnya menghindari hipotensi (TD terlalu rendah) pada lansia, terutama TDD yang turun di bawah 70 mmHg, karena dapat mengganggu aliran darah ke jantung (perfusi koroner).
Perbedaan paling mendasar dalam manajemen TD lansia adalah perlunya penilaian individual. Tidak semua lansia sama. Dokter harus membedakan antara:
Keputusan untuk menurunkan TD pada lansia rentan harus selalu menimbang potensi manfaat (pencegahan stroke) versus risiko (jatuh, disfungsi ginjal, pusing).
Gambar: Arteri Kaku (Stiffness) akibat Proses Penuaan
Meskipun tubuh lansia mungkin telah beradaptasi dengan tekanan darah yang sedikit lebih tinggi, hipertensi yang tidak terkontrol tetap menjadi ancaman besar bagi fungsi organ vital. Pengendalian yang buruk berkontribusi pada kerusakan progresif yang dikenal sebagai kerusakan organ sasaran (Target Organ Damage/TOD).
Hipertensi adalah faktor risiko tunggal terbesar untuk stroke iskemik (penyumbatan) dan hemoragik (pendarahan). Pada lansia, risiko ini diperburuk oleh kekakuan arteri dan kemungkinan adanya aterosklerosis. Penurunan TD yang efektif dapat mengurangi risiko stroke hingga 30–40% pada kelompok usia ini, menjadikannya intervensi pencegahan sekunder dan primer yang paling penting.
Jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah melawan resistensi pembuluh darah yang tinggi dan kaku (afterload). Seiring waktu, ini menyebabkan penebalan otot jantung (hipertrofi ventrikel kiri). Hipertrofi ini dapat berkembang menjadi gagal jantung dengan fungsi sistolik yang terjaga (HFpEF), suatu kondisi yang sangat umum dan sulit diobati pada lansia.
Selain itu, TD tinggi mempercepat pembentukan plak aterosklerotik di arteri koroner, meningkatkan risiko serangan jantung (infark miokard).
Ginjal adalah organ yang sangat sensitif terhadap perubahan tekanan. Hipertensi merusak pembuluh darah kecil (glomerulus) yang berfungsi menyaring darah. Kerusakan ini, yang disebut nefrosklerosis hipertensi, menyebabkan penurunan fungsi ginjal secara bertahap. Sebaliknya, PGK juga memperburuk hipertensi, menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus. Pengendalian TD yang baik sangat penting untuk memperlambat perkembangan PGK pada lansia.
Studi menunjukkan korelasi kuat antara hipertensi jangka panjang yang tidak diobati dengan baik dan penurunan fungsi kognitif. Kerusakan pembuluh darah kecil di otak, yang disebabkan oleh tekanan darah tinggi, mengganggu aliran darah ke area-area vital otak. Kontrol TD yang ketat terbukti menjadi salah satu strategi non-farmakologis terbaik untuk pencegahan demensia vaskular pada lansia.
Karena lansia sering mengalami variabilitas TD yang tinggi dan ISH, pengukuran TD yang akurat dan berulang sangat penting. Kesalahan pengukuran dapat menyebabkan diagnosis yang salah atau pengobatan yang tidak tepat, meningkatkan risiko hipotensi atau hipertensi yang tidak terkontrol.
Pada beberapa lansia dengan kekakuan arteri yang signifikan, terdapat fenomena "celah auskultasi." Ini adalah hilangnya suara Korotkoff setelah bunyi sistolik pertama dan sebelum munculnya kembali suara pada tekanan yang lebih rendah. Jika tenaga kesehatan tidak mengukur TD cukup tinggi (di atas estimasi TD sistolik), mereka dapat secara keliru menganggap TDD sebagai TDS, menyebabkan pembacaan yang jauh lebih rendah dari nilai sebenarnya.
Banyak lansia menunjukkan TD tinggi hanya saat diukur di lingkungan klinis (White Coat Hypertension). Kondisi ini harus dibedakan dari hipertensi sejati melalui pengukuran di rumah (HBPM) atau pemantauan ambulans 24 jam (ABPM).
HBPM sangat dianjurkan untuk lansia. Ini memberikan gambaran yang lebih akurat tentang tekanan darah mereka sehari-hari dan dapat membantu menilai respons terhadap pengobatan. Protokol pengukuran yang tepat meliputi:
Modifikasi gaya hidup adalah landasan terapi hipertensi pada semua usia, dan ini tidak terkecuali bagi lansia. Intervensi gaya hidup yang konsisten sering kali dapat mengurangi kebutuhan akan obat-obatan, atau setidaknya memfasilitasi dosis obat yang lebih rendah, sehingga mengurangi risiko efek samping.
Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) terbukti efektif dalam menurunkan TD. Inti dari DASH adalah fokus pada peningkatan asupan buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, produk susu rendah lemak, serta pembatasan lemak jenuh dan kolesterol.
Lansia seringkali sensitif terhadap garam, yang berarti asupan natrium memiliki dampak besar pada TD mereka. Rekomendasi ketat adalah membatasi asupan natrium hingga kurang dari 1.500 mg per hari, meskipun target yang lebih realistis dan dapat dicapai adalah kurang dari 2.300 mg per hari (sekitar satu sendok teh garam).
Strategi untuk mengurangi asupan garam pada lansia:
Mineral ini memainkan peran penting dalam menyeimbangkan efek natrium. Asupan kalium yang cukup (melalui pisang, alpukat, ubi jalar, bayam) telah terbukti membantu menurunkan TD. Namun, perlu hati-hati pada lansia yang menderita gagal ginjal atau yang mengonsumsi obat seperti ACE inhibitor atau ARB, karena kadar kalium yang terlalu tinggi (hiperkalemia) dapat berbahaya.
Olahraga aerobik secara teratur dapat menurunkan TDS rata-rata sebesar 4–12 mmHg. Bagi lansia, aktivitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat kebugaran dan kondisi kesehatan mereka. Fokus harus pada kombinasi:
Obesitas merupakan kontributor signifikan terhadap hipertensi. Penurunan berat badan sederhana, bahkan 5–10% dari berat badan total, dapat menghasilkan penurunan TD yang signifikan dan meningkatkan sensitivitas terhadap obat antihipertensi. Perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) harus diikuti dengan penilaian lingkar pinggang, karena lemak visceral (di perut) sangat terkait dengan risiko kardiovaskular.
Konsumsi alkohol berlebihan dapat secara akut meningkatkan TD dan mengurangi efektivitas obat. Merokok adalah faktor risiko kardiovaskular independen yang harus dihentikan sepenuhnya, karena merusak lapisan pembuluh darah (endotel) dan mempercepat aterosklerosis.
Gambar: Keseimbangan antara Diet dan Aktivitas Fisik
Ketika perubahan gaya hidup saja tidak cukup untuk mencapai tekanan darah lansia normal (biasanya di atas 140/90 mmHg atau 130/80 mmHg pada lansia fit), terapi obat harus dimulai. Pemilihan obat pada lansia sangat kompleks karena faktor-faktor seperti polifarmasi (penggunaan banyak obat), perubahan metabolisme obat, dan risiko efek samping yang lebih tinggi.
Pendekatan umum dalam farmakoterapi lansia adalah "Start Low, Go Slow" (Mulai dengan dosis rendah, tingkatkan perlahan). Tujuannya adalah mencapai target TD tanpa menyebabkan hipotensi ortostatik atau efek samping yang mengganggu kualitas hidup.
Konsensus internasional umumnya merekomendasikan empat kelas obat utama sebagai lini pertama untuk hipertensi lansia, terutama untuk ISH:
CCB, khususnya golongan dihidropiridin (seperti Amlodipin), sangat efektif dalam mengobati ISH karena bekerja dengan melebarkan pembuluh darah, yang membantu mengatasi kekakuan arteri. Obat ini sering menjadi pilihan utama pada lansia.
Diuretik (misalnya, Chlorthalidone atau Indapamide) bekerja dengan meningkatkan ekskresi natrium dan air, yang pada gilirannya mengurangi volume darah dan menurunkan TD. Diuretik Tiazid memiliki bukti kuat dalam pencegahan stroke pada lansia.
Obat ini bekerja dengan menghambat sistem RAAS. Mereka sangat bermanfaat pada lansia yang juga menderita kondisi penyerta seperti diabetes, gagal jantung, atau penyakit ginjal kronis (karena efek perlindungan ginjalnya).
Meskipun bukan pilihan lini pertama rutin untuk hipertensi murni pada lansia, Beta Blocker (BB) direkomendasikan jika lansia memiliki indikasi lain, seperti gagal jantung, angina, atau pasca-infark miokard.
Mayoritas lansia akan membutuhkan terapi kombinasi (dua atau lebih obat) untuk mencapai target TD normal. Kombinasi yang paling umum dan efektif adalah CCB + ACEi/ARB, atau CCB + Diuretik. Kombinasi dosis tetap (Fixed-Dose Combination/FDC) sering dianjurkan untuk menyederhanakan rejimen pengobatan dan meningkatkan kepatuhan pasien lansia.
Dua jenis hipotensi sangat umum terjadi pada lansia yang menjalani pengobatan antihipertensi:
Manajemen tekanan darah lansia normal harus selalu mempertimbangkan penyakit penyerta (komorbiditas) yang mereka miliki, karena kondisi ini memengaruhi pemilihan obat, target TD, dan potensi interaksi obat.
Diabetes dan hipertensi sering terjadi bersamaan. Hipertensi pada DM mempercepat kerusakan ginjal, mata, dan saraf.
Pada PGK, pengendalian TD adalah kunci untuk memperlambat laju penurunan fungsi ginjal.
Telah terbukti bahwa pengobatan hipertensi pada usia paruh baya dan lansia yang lebih muda mengurangi risiko demensia di kemudian hari. Namun, pada pasien yang sudah memiliki demensia lanjut, target TD harus lebih longgar untuk memastikan perfusi otak yang memadai.
Kepatuhan terhadap rejimen pengobatan sering menjadi kendala terbesar dalam mencapai tekanan darah lansia normal. Lansia mungkin menghadapi tantangan seperti kesulitan mengingat waktu minum obat (terutama jika ada polifarmasi), biaya obat, atau kurangnya pemahaman tentang pentingnya pengobatan jangka panjang.
Mencapai target tekanan darah lansia normal memerlukan keseimbangan yang cermat antara penurunan tekanan darah untuk mencegah morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, sambil menghindari efek samping yang merusak kualitas hidup, seperti hipotensi ortostatik dan jatuh. Target 130–139/< 80 mmHg sering dianggap ideal untuk lansia yang sehat dan tanggap.
Namun, dalam setiap kasus, keputusan harus didasarkan pada penilaian geriatri yang komprehensif, yang mencakup evaluasi status fungsional, status kognitif, komorbiditas, dan harapan hidup. Pengelolaan hipertensi pada lansia adalah maraton, bukan sprint, yang membutuhkan peninjauan dan penyesuaian strategi pengobatan secara teratur.
Melalui monitoring yang rajin, kepatuhan gaya hidup yang ketat, dan pemilihan terapi obat yang bijaksana, populasi lansia dapat menikmati tahun-tahun berikutnya dengan risiko penyakit kardiovaskular yang diminimalkan dan kualitas hidup yang terjaga.
Kesehatan kardiovaskular pada usia lanjut adalah hadiah dari manajemen yang konsisten dan terinformasi. Dengan pemahaman yang tepat tentang dinamika tekanan darah yang unik pada lansia, kita dapat memastikan bahwa mereka mendapatkan perawatan terbaik dan hidup yang lebih panjang serta lebih berkualitas.