Angka diastolik (angka bawah) mewakili tekanan saat jantung beristirahat, dan nilai yang rendah memerlukan perhatian medis.
Tekanan darah, yang sering diukur menggunakan dua angka, adalah salah satu indikator vital terpenting dalam kesehatan manusia. Angka pertama, tekanan sistolik, mencerminkan tekanan saat jantung memompa darah ke seluruh tubuh. Sementara itu, angka kedua, dikenal sebagai tekanan diastolik, mewakili tekanan dalam pembuluh darah arteri ketika jantung berada dalam fase relaksasi dan mengisi kembali darah. Tekanan diastolik adalah waktu istirahat (diastole) dari siklus jantung.
Nilai diastolik yang optimal sangat penting karena nilai ini menentukan perfusi atau aliran darah ke arteri koroner yang memberi makan otot jantung itu sendiri. Jika tekanan diastolik terlalu rendah, terutama pada kondisi tertentu, jantung dan organ vital lainnya mungkin tidak mendapatkan pasokan oksigen yang memadai selama periode relaksasi ini. Kondisi Tekanan Diastolik Rendah sering didefinisikan secara klinis sebagai tekanan yang berada di bawah 60 mmHg, meskipun penafsiran ini harus selalu dikaitkan dengan tekanan sistolik dan kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan.
Penting untuk dicatat: Tekanan darah rendah secara umum (hipotensi) didefinisikan sebagai 90/60 mmHg atau lebih rendah. Namun, fokus pada tekanan diastolik yang rendah, terutama ketika tekanan sistolik tetap normal atau tinggi (fenomena yang dikenal sebagai Hipotensi Diastolik Terisolasi), membawa risiko kardiovaskular yang unik dan sering diabaikan.
Meskipun tidak ada batas mutlak yang sama untuk setiap individu, secara umum, nilai tekanan diastolik di bawah 60 mmHg dianggap sebagai hipotensi diastolik. Namun, konteks klinis menentukan seberapa signifikan nilai ini. Misalnya, seorang atlet muda mungkin memiliki tekanan diastolik 55 mmHg tanpa gejala, yang dianggap normal bagi mereka. Sebaliknya, pada pasien usia lanjut dengan riwayat penyakit arteri koroner, tekanan diastolik 65 mmHg mungkin sudah dianggap sub-optimal dan meningkatkan risiko iskemia (kekurangan aliran darah).
IDH adalah kondisi yang memerlukan perhatian khusus. Kondisi ini terjadi ketika tekanan sistolik berada dalam kisaran normal (misalnya, antara 100-140 mmHg) tetapi tekanan diastolik berada di bawah ambang batas yang ditentukan (umumnya < 60 mmHg). IDH sering dikaitkan dengan pengerasan arteri (arteriosklerosis) yang parah, di mana arteri telah kehilangan elastisitasnya. Karena arteri tidak dapat menahan tekanan balik secara efektif, tekanan diastolik menjadi sangat rendah. IDH adalah penanda risiko penyakit jantung yang serius.
IDH bukan sekadar angka; ini adalah cerminan dari dinamika vaskular tubuh. Ketika pembuluh darah besar kehilangan kepatuhan (compliance), mereka mengembang terlalu cepat, menyebabkan tekanan cepat turun saat jantung beristirahat. Efek ini diperparah pada pembuluh darah kecil yang harus mempertahankan perfusi stabil.
Tekanan nadi adalah perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik (Sistolik – Diastolik). Ketika tekanan diastolik sangat rendah, tekanan nadi akan melebar (wide pulse pressure). Tekanan nadi yang melebar, terutama pada IDH, adalah indikator penting disfungsi vaskular yang serius dan dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke dan gagal jantung. Dalam skenario IDH (misalnya 140/55), tekanan nadinya adalah 85 mmHg, jauh melebihi batas normal (biasanya 30-50 mmHg).
Tekanan diastolik rendah dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari gaya hidup sederhana hingga penyakit kardiovaskular yang kompleks. Pemahaman mendalam mengenai etiologi ini sangat krusial untuk penanganan yang tepat.
Apapun penyebabnya, volume darah yang rendah (hipovolemia) akan mengurangi tekanan keseluruhan dalam sistem peredaran darah, memengaruhi angka sistolik maupun diastolik. Ini adalah penyebab yang paling mudah diidentifikasi dan diatasi dalam banyak kasus.
Ini adalah kelompok penyebab yang paling serius, di mana masalah struktural pada jantung atau pembuluh darah mencegah tekanan diastolik dipertahankan secara efektif.
AR adalah penyebab klasik dari hipotensi diastolik yang parah dan tekanan nadi yang melebar. Kondisi ini terjadi ketika katup aorta tidak menutup sepenuhnya setelah kontraksi jantung. Akibatnya, sebagian darah yang baru saja dipompa ke aorta mengalir kembali (regurgitasi) ke ventrikel kiri selama fase diastole. Karena darah terus-menerus mengalir kembali, tekanan dalam arteri menurun sangat cepat, menyebabkan angka diastolik menjadi sangat rendah.
Pada beberapa bentuk gagal jantung, terutama yang melibatkan penurunan output jantung (cardiac output), tubuh mungkin mencoba mengkompensasi dengan menurunkan resistensi perifer total (Total Peripheral Resistance - TPR) secara berlebihan. Penurunan TPR ini, yang merupakan penyempitan pembuluh darah di perifer, menyebabkan tekanan diastolik tidak dapat dipertahankan. TPR yang rendah berarti kurangnya "ketahanan" terhadap aliran balik, menghasilkan tekanan diastolik yang jatuh.
Seperti disebutkan dalam konteks IDH, hilangnya elastisitas (compliance) pada pembuluh darah besar, terutama aorta, memainkan peran sentral. Aorta yang kaku tidak mampu bertindak sebagai "tangki tekanan" untuk mempertahankan tekanan selama diastole. Akibatnya, tekanan sistolik meningkat (karena kekakuan) dan tekanan diastolik menurun tajam.
Banyak obat yang diresepkan untuk mengobati hipertensi atau kondisi jantung lainnya bekerja dengan mengurangi resistensi vaskular. Jika dosisnya terlalu tinggi atau pasien menjadi sangat sensitif, efeknya dapat menyebabkan hipotensi diastolik yang signifikan.
Beberapa kondisi hormonal atau infeksi dapat mengganggu regulasi tekanan darah:
Tingkat keparahan gejala tekanan diastolik rendah sangat bergantung pada seberapa cepat penurunan itu terjadi dan seberapa efektif tubuh mampu mengkompensasi, terutama melalui peningkatan denyut jantung (takikardia kompensasi).
Karena otak sangat sensitif terhadap kekurangan aliran darah (hipoperfusi), banyak gejala awal berhubungan dengan fungsi neurologis:
Aliran darah ke jantung terjadi paling dominan selama diastole. Jika tekanan diastolik terlalu rendah, terutama pada pasien yang arteri koroner-nya sudah menyempit, tekanan perfusi koroner (diastolic pressure minus left ventricular end-diastolic pressure) dapat turun hingga menyebabkan serangan jantung akut.
Tekanan diastolik rendah yang kronis, terutama IDH, bukanlah kondisi yang jinak. Penelitian telah menunjukkan korelasi kuat antara tekanan diastolik rendah (di bawah 70 mmHg pada populasi lansia) dengan peningkatan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular.
Ginjal memerlukan tekanan yang stabil dan memadai untuk menyaring darah (filtrasi glomerulus). Hipotensi diastolik yang persisten dapat menyebabkan hipoperfusi ginjal kronis. Hal ini mengurangi kemampuan ginjal untuk membuang limbah dan mengatur volume cairan, yang pada akhirnya dapat memicu cedera ginjal akut (AKI) atau mempercepat progresi penyakit ginjal kronis (CKD).
Dalam kondisi tekanan diastolik yang sangat rendah, autoregulasi ginjal terganggu, dan tekanan perfusi yang diperlukan untuk mempertahankan laju filtrasi glomerulus tidak tercapai, menyebabkan kerusakan nefron secara bertahap.
Tekanan nadi yang melebar, seringkali menyertai hipotensi diastolik, merupakan prediktor kuat kekakuan arteri serebral. Arteri yang kaku lebih rentan terhadap kerusakan dan ruptur. Studi observasional besar menunjukkan bahwa IDH dan tekanan nadi yang lebar secara signifikan meningkatkan risiko stroke, baik iskemik maupun hemoragik, terutama pada individu berusia di atas 65 tahun.
Pada kasus yang disebabkan oleh Regurgitasi Aorta, ventrikel kiri dipaksa untuk bekerja lebih keras untuk memompa volume darah yang lebih besar (karena darah yang kembali selama diastole). Beban volume kronis ini menyebabkan pembesaran ventrikel kiri (hipertrofi) dan pada akhirnya dapat menyebabkan disfungsi dan gagal jantung kongestif.
Mekanisme utama peningkatan risiko pada IDH adalah ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan oksigen miokard. Selama diastole, arteri koroner yang menyempit tidak dapat mengembang sepenuhnya karena tekanan yang rendah. Ini menciptakan "zona bahaya" perfusi, di mana jantung, yang merupakan organ yang paling membutuhkan oksigen, justru kekurangan suplai di saat ia seharusnya beristirahat dan diisi kembali.
Diagnosis tekanan diastolik rendah yang bermakna memerlukan lebih dari sekadar satu pembacaan di klinik. Dokter akan melakukan evaluasi menyeluruh untuk menentukan penyebab yang mendasari dan menilai risiko organ.
Penanganan harus selalu ditujukan pada akar penyebab masalah, bukan hanya mencoba menaikkan angka diastolik secara artifisial, yang bisa berbahaya.
Jika penyebabnya adalah dehidrasi, solusinya adalah restorasi cairan dan garam. Peningkatan asupan air dan cairan elektrolit sering kali cukup. Pasien dengan kondisi kronis mungkin memerlukan edukasi diet garam yang lebih tinggi (jika tidak ada kontraindikasi hipertensi).
Jika hipotensi diastolik disebabkan oleh obat antihipertensi, penyesuaian dosis atau penggantian jenis obat mungkin diperlukan. Dokter mungkin beralih ke agen yang memiliki efek lebih kecil pada vasodilatasi perifer total, atau mengurangi diuretik.
Kasus Regurgitasi Aorta yang parah sering kali memerlukan intervensi bedah untuk perbaikan atau penggantian katup. Dalam kondisi ini, menaikkan tekanan diastolik secara farmakologis tanpa memperbaiki katup tidak akan berhasil dan hanya menunda pengobatan definitif.
Penanganan IDH sangat kompleks. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan perfusi koroner yang memadai. Ini melibatkan:
Bagi mereka yang mengalami penurunan diastolik yang signifikan saat berdiri, penanganan meliputi:
Tekanan diastolik rendah masih menjadi subjek penelitian intensif, terutama dalam populasi lansia dan pasien dengan penyakit ginjal kronis, di mana regulasi tekanan darah sangat rentan terhadap kegagalan.
Banyak atlet ketahanan (endurance athletes) memiliki tekanan diastolik yang secara fisiologis rendah (misalnya, 50-60 mmHg). Hal ini disebabkan oleh peningkatan volume stroke (jumlah darah yang dipompa per detak) dan vasodilatasi sistemik yang terlatih. Dalam kasus ini, tekanan diastolik rendah dianggap sebagai adaptasi yang sehat, asalkan tidak disertai gejala iskemia atau disfungsi organ. Penting untuk membedakan hipotensi fisiologis ini dari hipotensi patologis.
Pada pasien CKD, manajemen tekanan darah adalah pedang bermata dua. Hipertensi merusak ginjal, tetapi IDH meningkatkan risiko AKI. Pada populasi ini, target tekanan darah harus lebih hati-hati. Terlalu agresif menurunkan sistolik dapat menyebabkan diastolik turun terlalu jauh, membahayakan perfusi ginjal yang sudah terganggu. Oleh karena itu, para ahli merekomendasikan target diastolik minimum yang lebih tinggi (misalnya, tidak di bawah 65 mmHg) pada pasien CKD.
Seiring bertambahnya usia, kekakuan arteri (kekeraskerasa vaskular) adalah proses alami yang tak terhindarkan. Hal ini menjelaskan mengapa IDH lebih umum terjadi pada lansia. Kekakuan ini dipercepat oleh hipertensi kronis, diabetes, dan dislipidemia (kolesterol tinggi). Pencegahan kekakuan vaskular sejak usia muda melalui manajemen faktor risiko tetap menjadi garis pertahanan terbaik terhadap IDH di kemudian hari.
PWV adalah metode diagnostik non-invasif yang digunakan untuk mengukur seberapa cepat gelombang tekanan bergerak melalui arteri. PWV yang tinggi adalah indikator langsung dari kekakuan arteri. Dalam konteks IDH, PWV seringkali sangat tinggi, mengkonfirmasi adanya kerusakan struktural pada pembuluh darah besar yang bertanggung jawab atas kegagalan mempertahankan tekanan diastolik.
Beberapa pasien mengalami penurunan tekanan darah yang berlebihan saat tidur (extreme nocturnal dipping), di mana tekanan diastolik mungkin jatuh ke 40-50 mmHg. Fenomena ini telah dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke, karena otak mengalami hipoperfusi selama berjam-jam saat tidur. Pengobatan dapat melibatkan pemindahan waktu pemberian obat antihipertensi dari malam hari ke pagi hari, untuk meminimalkan penurunan tekanan darah yang berlebihan ini.
Pasien diabetes sering mengalami neuropati otonom, yang merusak sistem saraf yang mengontrol penyempitan dan pelebaran pembuluh darah. Neuropati ini dapat menyebabkan disregulasi tekanan darah, termasuk ketidakmampuan untuk melakukan vasokonstriksi (menyempitkan pembuluh darah) saat berdiri, menghasilkan hipotensi ortostatik yang didominasi oleh penurunan diastolik yang signifikan. Manajemen dalam kasus ini memerlukan fokus pada kontrol gula darah yang ketat, selain intervensi sirkulasi.
Dalam kasus-kasus kompleks yang melibatkan komorbiditas seperti diabetes, gagal jantung, atau penyakit ginjal, pemantauan tekanan darah harus dilakukan lebih sering dan menggunakan perangkat yang akurat. Pasien harus didorong untuk mencatat bukan hanya angka tekanan darah, tetapi juga gejala yang menyertai, seperti pusing atau sesak napas, yang mungkin merupakan indikasi hipoperfusi pada tekanan diastolik yang rendah.
Kekurangan perfusi kronis akibat tekanan diastolik rendah yang tidak terdeteksi dapat menyebabkan kerusakan mikrovaskular yang luas, memengaruhi mata, saraf perifer, dan terutama jaringan miokard. Ini menekankan perlunya evaluasi kardiologis rutin pada individu dengan nilai diastolik yang secara konsisten di bawah 60 mmHg, bahkan jika mereka awalnya tanpa gejala.
Tekanan diastolik rendah adalah parameter klinis yang kompleks. Meskipun angka diastolik rendah pada individu muda dan sehat seringkali merupakan tanda kebugaran fisik, pada populasi yang lebih tua, terutama mereka dengan faktor risiko kardiovaskular atau IDH, angka rendah ini bisa menjadi bendera merah yang mengindikasikan kekakuan arteri yang mendasarinya atau kebocoran katup yang berbahaya.
Angka diastolik tidak hanya sekadar angka kedua; ini adalah ukuran kritis dari tekanan perfusi yang memberi makan jantung itu sendiri selama fase relaksasi. Pemahaman yang mendalam mengenai etiologi – mulai dari dehidrasi sederhana hingga regurgitasi aorta yang mengancam jiwa – sangat penting untuk menentukan jalur penanganan yang paling aman dan paling efektif. Pasien dan penyedia layanan kesehatan harus selalu waspada terhadap gejala perfusi yang buruk, seperti pusing atau angina, dan mengambil tindakan segera ketika tekanan diastolik jatuh ke ambang batas yang meresahkan.
Dalam era pengobatan modern, pendekatan yang terpersonalisasi, didukung oleh pemantauan tekanan darah 24 jam dan pencitraan jantung, memungkinkan diagnosis yang akurat dan penyesuaian terapi yang cermat untuk menyeimbangkan kebutuhan penurunan tekanan sistolik tanpa membahayakan perfusi organ yang bergantung pada tekanan diastolik minimal yang memadai.