Ayat-ayat Al-Qur'an senantiasa mengandung hikmah dan petunjuk yang mendalam bagi umat manusia. Di antara lautan hikmah tersebut, terdapat dua ayat spesifik dalam surah Ali Imran, yaitu ayat 90 dan 91, yang menjadi sorotan karena membahas tema krusial tentang kekufuran, pertobatan, serta keadilan mutlak dari Allah SWT. Ayat-ayat ini memberikan gambaran gamblang mengenai konsekuensi dari kekafiran dan pintu maaf yang selalu terbuka bagi mereka yang mau kembali kepada jalan yang benar. Memahami kandungan Ali Imran 90-91 berarti merenungkan betapa luasnya rahmat Tuhan, namun juga betapa teguhnya keadilan-Nya.
Mari kita telaah lebih dalam makna yang tersirat dalam kedua ayat ini.
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima pertobatannya, dan mereka itulah orang-orang yang sesat." (QS. Ali Imran: 90)
Ayat ke-90 ini secara tegas menyatakan bahwa mereka yang telah merasakan nikmatnya iman, lalu memilih untuk kembali ingkar dan bahkan semakin tenggelam dalam kekufuran, tidak akan diterima pertobatannya. Kata "sesudah beriman" mengindikasikan adanya pernah mengenal kebenaran dan merasakan kelemahlembutan hidayah. Namun, pilihan untuk menolaknya secara sadar dan terus-menerus dalam kesesatan, membawa mereka pada jurang yang berbeda. Pertobatan yang dimaksud di sini adalah pertobatan yang tulus, yang dibuktikan dengan perubahan sikap dan kembali kepada jalan Allah. Jika kekafiran terus menguasai hati tanpa adanya niat untuk kembali, maka pertobatan tersebut dianggap tidak akan diterima. Ini bukan berarti Allah menutup pintu maaf selamanya, melainkan menekankan bahwa sikap keras kepala dan kesengajaan dalam menolak kebenaran setelah mengetahuinya, akan menjadi penghalang terbesar untuk mendapatkan pengampunan. Mereka digolongkan sebagai orang-orang yang sesat, terjerumus dalam kegelapan tanpa arah.
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati dalam keadaan kafir, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas (sebanyak) dunia, walaupun dia menebus diri dengan emas (sebanyak) itu." (QS. Ali Imran: 91)
Melanjutkan penegasan pada ayat sebelumnya, ayat ke-91 ini memperjelas ancaman bagi mereka yang mati dalam keadaan kufur. Konsekuensi di akhirat sangatlah berat. Disebutkan bahwa tidak ada tebusan yang akan diterima, bahkan seandainya seseorang menawarkan emas sebesar dunia sekalipun. Ini menunjukkan betapa tidak berharganya seluruh kekayaan duniawi di hadapan keadilan Ilahi ketika seseorang telah melewati batas dan menemui ajalnya dalam keadaan menolak kebenaran. Emas sebanyak dunia, yang di dunia seringkali menjadi tolok ukur kekuasaan dan kemakmuran, tidak memiliki nilai sedikit pun untuk menyelamatkan dari siksa azab kekal. Ayat ini menggarisbawahi bahwa iman adalah komoditas yang paling berharga, dan mati dalam keadaan beriman adalah keberuntungan yang tak ternilai. Sebaliknya, mati dalam kekafiran adalah kerugian terbesar yang tidak dapat ditutupi oleh harta benda apapun.
Pesan moral yang dapat kita petik dari Ali Imran 90-91 sangatlah penting. Pertama, ayat-ayat ini mengingatkan kita untuk senantiasa menjaga keimanan kita. Hidayah adalah anugerah yang harus disyukuri dan dijaga dengan sungguh-sungguh. Jangan pernah merasa aman dari godaan setan dan hawa nafsu yang bisa menyeret kita kembali ke lembah kekufuran. Kedua, ayat ini membuka harapan lebar bagi mereka yang terlanjur terjerumus dalam kesesatan, selama masih ada kesempatan. Pintu taubat selalu terbuka bagi mereka yang menyesali perbuatannya dan bertekad untuk kembali kepada Allah. Namun, kita harus sadar bahwa taubat yang diterima adalah taubat yang tulus dan dibuktikan dengan perubahan nyata.
Lebih jauh lagi, Ali Imran 90-91 mengajarkan tentang hakikat keadilan dan rahmat Allah. Keadilan-Nya tidak mengenal kompromi terhadap penolakan kebenaran yang disengaja, namun rahmat-Nya meliputi segala sesuatu. Peringatan ini sejatinya adalah bentuk kasih sayang Allah agar kita tidak tersesat dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dengan merenungkan ayat-ayat ini, diharapkan kita semakin terdorong untuk senantiasa berada dalam naungan iman, memohon ampun atas segala kekhilafan, dan meyakini bahwa hanya dengan ridha-Nya kita akan meraih keselamatan. Kehidupan dunia ini adalah kesempatan emas untuk memperbaiki diri dan mempersiapkan bekal terbaik menuju kehidupan abadi. Jangan sampai kesempatan berharga ini terlewatkan begitu saja, terutama ketika menyangkut hal paling fundamental seperti keimanan.