Zawawi Imron, seorang penyair Indonesia yang karyanya kaya akan nuansa religius dan kearifan lokal, seringkali menempatkan sosok ibu sebagai sentral dari spiritualitas dan makna kehidupan. Puisi-puisinya mengenai ibu bukan sekadar ungkapan cinta filial biasa, melainkan sebuah penyelaman mendalam terhadap esensi pengorbanan, kesabaran, dan sumber segala berkah. Memahami amanat puisi ibu karya Zawawi Imron berarti kita membuka pintu menuju pemahaman tentang bagaimana cinta tanpa syarat membentuk fondasi kemanusiaan.
Dalam pandangan Zawawi Imron, sosok ibu sering kali diangkat melampaui batas biologisnya. Ibu bukan hanya melahirkan fisik, tetapi juga "melahirkan" batin dan ruh. Amanat utama yang sering tersirat adalah bahwa keikhlasan seorang ibu mencerminkan sebagian kecil dari keikhlasan Tuhan. Ketika ia mendoakan, doa itu seolah memiliki bobot spiritual yang lebih besar karena terlahir dari rahim yang penuh pengorbanan.
Kisah-kisah tentang perjuangan ibu, seperti menahan lapar demi anaknya atau bekerja keras tanpa mengeluh, diabadikan sebagai simbol keteguhan iman. Pengorbanan yang dilakukan tanpa pamrih ini menjadi pelajaran moral tertinggi. Bagi Zawawi, jika seseorang ingin memahami konsep pengabdian sejati, ia hanya perlu melihat bagaimana seorang ibu merawat kehidupan yang ia kandung. Ini adalah amanat untuk menghargai setiap tetes keringat dan air mata yang telah dicurahkan seorang ibu.
Salah satu amanat paling kuat adalah bahwa ibu adalah poros ketenangan dalam hiruk pikuk dunia. Ketika dunia terasa kejam dan penuh kepalsuan, pelukan ibu adalah pelabuhan terakhir. Zawawi sering menggunakan metafora tentang "rumah" yang selalu terbuka, sebuah tempat di mana penilaian dan kritik berhenti, digantikan oleh penerimaan total.
Hal ini mengajarkan kita bahwa dalam pencarian makna hidup yang seringkali membuat kita tersesat, kembali pada akar—yaitu ibu—adalah bentuk penyucian diri. Amanatnya jelas: jaga hubungan itu, karena ia adalah jembatan spiritual menuju kedamaian batin. Jika seorang anak telah kehilangan ibunya, maka ia kehilangan tempat berlindung yang paling suci di dunia fisik.
Meskipun Zawawi Imron sangat memuja kesucian ibu, karyanya juga mengandung amanat penting bagi anak. Amanat ini bukan hanya tentang hormat secara lahiriah, tetapi tentang respons batiniah. Karena kebaikan ibu mustahil dibayar lunas—bahkan dengan nyawa—maka kewajiban anak adalah meneladani sifat-sifat baik ibu tersebut dan menyebarkan cinta kasih itu kepada sesama.
Puisi-puisi tersebut menuntut introspeksi: Apakah kita sudah cukup mendengarkan? Apakah kita sudah cukup memberi waktu? Amanatnya adalah menjadikan hidup kita sebagai cerminan terbaik dari ajaran hidup yang telah ditanamkan oleh ibu sejak kecil. Kegagalan dalam berbakti pada ibu dianggap sebagai kegagalan spiritual yang mendasar, karena ia adalah guru pertama kita dalam mengenal cinta yang tulus.
Di luar hubungan personal, Zawawi Imron sering menggunakan sosok ibu sebagai metafora bagi tanah air atau komunitas yang harus dijaga kelestariannya. Jika ibu adalah penjaga nilai-nilai luhur, maka amanatnya meluas menjadi tanggung jawab sosial. Melindungi ibu berarti melindungi kearifan lokal, tradisi, dan nilai-nilai kemanusiaan yang ia representasikan.
Kesimpulannya, amanat puisi ibu karya Zawawi Imron adalah panggilan untuk spiritualitas praktis. Cinta ibu mengajarkan kita tentang ketulusan tanpa syarat. Ia adalah pengingat abadi bahwa di tengah modernitas yang serba cepat, ada nilai-nilai dasar—kasih sayang, kesabaran, dan pengorbanan—yang harus terus dijaga dan dihidupi, dan sumber utama dari nilai-nilai tersebut adalah sosok ibu.