Surah An Nahl, yang berarti "Lebah," adalah surah ke-16 dalam Al-Qur'an. Ayat ke-64 dari surah ini memiliki kedalaman makna yang signifikan, seringkali menjadi perenungan tentang hikmah ilahiah dalam penurunan wahyu dan tujuan keberadaan manusia.
Berikut adalah teks aslinya dalam huruf Arab, diikuti dengan transliterasi Latin yang memudahkan pembacaan bagi mereka yang belum mahir membaca Al-Qur'an dalam aksara Arab.
Terjemahan Singkat:
Ayat ini merupakan penegasan mendasar mengenai fungsi utama Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Ayat ini menekankan bahwa Al-Qur'an bukanlah sekadar kumpulan cerita atau teks kuno, melainkan pedoman hidup yang dirancang untuk menyelesaikan konflik dan memberikan arah yang jelas.
Berikut adalah poin-poin penting dari makna ayat ini:
Secara historis, ketika ayat ini diturunkan, umat Islam seringkali berhadapan dengan perdebatan sengit, baik dengan kaum musyrik Mekah maupun dengan Ahli Kitab mengenai hakikat ajaran tauhid. Ayat ini menegaskan bahwa solusi atas semua perselisihan tersebut sudah tersedia secara definitif dalam Al-Qur'an.
Di era modern, di mana informasi dan ideologi berlomba-lomba membanjiri kesadaran manusia, relevansi An Nahl 64 semakin menguat. Dalam lautan opini dan kebingungan moral, Al-Qur'an tetap menjadi jangkar yang kokoh. Ia menawarkan pembedaan yang jelas antara kebenaran yang abadi dan ilusi sementara.
Ketika seseorang membaca transliterasi latin dari ayat ini—"Wa mā anzalnā ‘alayka al-kitāba illā litubayyina lahumul-ladhī ikhtalafū fīhi..."—ia diingatkan akan tanggung jawab intelektual dan spiritual. Al-Qur'an menuntut pembaca untuk tidak hanya membaca, tetapi juga memahami dan mengaplikasikan petunjuk tersebut untuk mencapai kedamaian batin yang merupakan inti dari rahmat ilahi.
Memahami ayat ini berarti menerima Al-Qur'an bukan hanya sebagai ibadah ritual, tetapi sebagai dokumen panduan operasional untuk kehidupan. Ia adalah sumber ketenangan di tengah hiruk pikuk perbedaan, asalkan hati telah disiapkan oleh iman.