Menggali Hikmah di Balik Diam: An Nahl Ayat 87

Dalam lembaran Al-Qur'an yang penuh hikmah, terdapat ayat-ayat yang memerlukan perenungan mendalam untuk memahami konteks dan pesan universalnya. Salah satu ayat tersebut adalah Surah An Nahl ayat 87, yang secara spesifik menggambarkan respons kaum musyrik Mekkah ketika mereka dihadapkan pada kebenaran Islam.

"Dan orang-orang yang kafir berkata (pada hari kiamat): 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah taat kepada pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).' (An Nahl: 87)

Konteks Penurunan dan Makna Literal

Ayat 87 dari Surah An Nahl (Lebah) ini menyingkap dialog mengerikan yang akan terjadi di hari penghisaban. Ayat ini bukanlah tentang diamnya orang beriman, melainkan tentang pengakuan penyesalan orang-orang yang memilih untuk mengikuti hawa nafsu dan otoritas yang keliru di dunia. Mereka mengakui telah patuh secara buta kepada para pemimpin, pemuka suku, atau figur otoritas yang ternyata menyesatkan mereka dari jalan Allah SWT.

Pada konteks sejarahnya di Mekkah, ayat ini sangat relevan. Kaum Quraisy yang menolak dakwah Nabi Muhammad SAW seringkali berpegang teguh pada tradisi nenek moyang mereka. Ketika ditegur mengenai kesesatan mereka dalam menyembah berhala, jawaban mereka seringkali berpusat pada, "Kami mendapati bapak-bapak kami melakukan demikian, dan kami mengikuti jejak mereka." Ayat 87 ini menjadi peringatan keras bahwa mengikuti tradisi atau otoritas tanpa landasan kebenaran ilahi adalah bentuk pengkhianatan terhadap akal dan nurani.

Pelajaran Penting dari Kata "Berdiam Diri" (Ketaatan Buta)

Meskipun ayat ini secara eksplisit berbicara tentang pengakuan di akhirat, kita dapat menarik pelajaran tentang bahaya "diam" atau ketaatan pasif di dunia. Kebisuan di hadapan kemungkaran, atau penerimaan tanpa telaah terhadap narasi yang menyesatkan, adalah benih dari penyesalan di masa depan. Ayat ini mengajarkan beberapa prinsip penting:

  1. Tanggung Jawab Individu: Setiap jiwa bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Menimpakan kesalahan sepenuhnya kepada pemimpin adalah upaya sia-sia.
  2. Bahaya Otoritas Absolut: Tidak semua yang berkuasa itu benar. Ketaatan harus bersyarat pada ketaatan kepada perintah Allah dan Rasul-Nya.
  3. Pentingnya Berpikir Kritis: Kaum musyrik tersebut bersikap pasif, membiarkan "pemimpin dan pembesar" menentukan arah hidup mereka, tanpa pernah menggunakan akal untuk membandingkan ajaran tersebut dengan petunjuk wahyu.
Dengar Jalan Kebenaran Dunia Akhirat

Relevansi Kontemporer An Nahl 87

Dalam era informasi saat ini, ayat ini menjadi semakin relevan. Kita dibombardir oleh berbagai informasi, opini, dan narasi dari berbagai sumber—media sosial, tokoh publik, bahkan tren populer. Jika kita menerima semua informasi ini tanpa melakukan verifikasi dan perbandingan dengan prinsip-prinsip kebenaran yang telah ditetapkan (yaitu Al-Qur'an dan Sunnah), kita berpotensi besar menjadi bagian dari mereka yang kelak berkata, "Kami telah taat kepada pemimpin kami."

Menjauhi sikap mengikuti arus secara buta (herd mentality) adalah inti dari keteguhan iman. Al-Qur'an berulang kali mendorong manusia untuk menggunakan akal (*afala ta’qilun, afala tatafakkarun*). Diam di sini bukan berarti tidak berbicara, melainkan diamnya hati dan pikiran dari proses evaluasi dan penimbangan. Ketika kebenaran jelas di hadapan mata, berdiam diri berarti memilih mengikuti kesesatan yang diusung oleh orang lain.

Konsekuensi dari Ketaatan yang Salah

Poin paling menyedihkan dalam ayat ini adalah pengakuan bahwa pemimpin yang mereka ikuti juga tersesat. Ini menunjukkan bahwa keengganan untuk mandiri dalam berpikir spiritual seringkali menjerumuskan kita ke dalam lingkaran kesesatan yang sama. Pemimpin yang benar akan selalu mengarahkan pengikutnya kepada kebenaran mutlak. Sebaliknya, pemimpin yang jahat akan menggunakan otoritasnya untuk mempertahankan kekuasaannya, seringkali dengan cara menekan suara akal sehat dan kebenaran ilahi.

Oleh karena itu, An Nahl ayat 87 berfungsi sebagai alarm universal: Sebelum terlambat, pastikan bahwa setiap langkah yang kita ambil, setiap figur yang kita ikuti, dan setiap keyakinan yang kita pegang telah disaring melalui cahaya wahyu. Karena di hadapan Allah SWT, alasan "saya hanya mengikuti mereka" tidak akan diterima.

🏠 Homepage