Antibiotik Radang Tenggorokan Dewasa: Panduan Pengobatan yang Rasional dan Komprehensif

Radang tenggorokan, atau faringitis, adalah keluhan umum yang sering membawa pasien dewasa ke fasilitas kesehatan. Meskipun terasa sangat mengganggu dan menimbulkan nyeri yang hebat, perlu ditekankan bahwa sebagian besar kasus radang tenggorokan disebabkan oleh infeksi virus dan tidak memerlukan antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tepat dan rasional sangat krusial untuk mencegah resistensi antibiotik global dan memastikan efektivitas pengobatan jangka panjang.

Peringatan Penting: Artikel ini bersifat informatif. Keputusan untuk memulai pengobatan antibiotik harus selalu didasarkan pada diagnosis klinis dan tes laboratorium yang dilakukan oleh dokter atau profesional kesehatan berlisensi. Mengonsumsi antibiotik tanpa indikasi yang jelas dapat menyebabkan bahaya serius.

I. Memahami Penyebab Radang Tenggorokan pada Dewasa

Langkah pertama dalam menentukan apakah antibiotik diperlukan adalah membedakan penyebab radang tenggorokan. Kurang dari 15% kasus faringitis pada orang dewasa disebabkan oleh bakteri.

1. Etiologi Viral (Penyebab Paling Umum)

Infeksi virus menyumbang sekitar 85-90% dari kasus radang tenggorokan dewasa. Kasus ini bersifat self-limiting (sembuh dengan sendirinya) dan pengobatannya berfokus pada manajemen gejala.

2. Etiologi Bakteri (Indikasi Pemberian Antibiotik)

Satu-satunya penyebab bakteri yang secara konsisten memerlukan terapi antibiotik untuk mencegah komplikasi serius adalah Streptococcus pyogenes, dikenal juga sebagai Grup A Streptococcus (GAS).

A. Fokus pada Streptococcus Grup A (GAS)

GAS adalah patogen utama yang menjadi target terapi antibiotik. Tujuannya bukan hanya untuk menghilangkan gejala, tetapi yang lebih penting, untuk mencegah komplikasi non-supuratif yang parah, terutama Demam Reumatik Akut (DRA) dan Glomerulonefritis Pasca-Streptokokus (GNPS).

B. Mengapa Diagnosis GAS Sangat Penting?

Pengobatan infeksi GAS harus dimulai dalam waktu 9 hari sejak timbulnya gejala untuk secara efektif mencegah komplikasi DRA. Identifikasi yang cepat membenarkan inisiasi antibiotik dan mencegah penggunaan yang tidak perlu pada kasus viral.

Ilustrasi Tenggorokan Meradang dan Agen Infeksi Diagram yang membandingkan penyebab radang tenggorokan: Virus (simbol X) dan Bakteri (simbol ceklis untuk antibiotik). Tenggorokan Meradang Virus Bakteri

Diagram yang menunjukkan perlunya pembedaan antara infeksi virus (tidak perlu antibiotik) dan bakteri (perlu antibiotik).

II. Kapan Antibiotik Diperlukan? Alat Skrining Klinis

Karena pengobatan antibiotik hanya efektif melawan GAS, dokter menggunakan sistem penilaian klinis untuk memperkirakan kemungkinan adanya infeksi bakteri. Sistem yang paling umum digunakan adalah Skala Centor atau modifikasi McIsaac.

1. Kriteria Centor/McIsaac yang Dimodifikasi

Setiap faktor di bawah ini bernilai satu poin. Total skor memandu keputusan untuk pengujian atau pengobatan empiris.

2. Interpretasi Skor dan Keputusan Tatalaksana

Tabel Panduan Skor McIsaac (Fokus Dewasa)

  1. Skor 0-1 (Kemungkinan GAS Rendah, <10%):
    • Tidak diperlukan tes GAS atau terapi antibiotik. Gejala kemungkinan besar viral.
    • Rekomendasi: Terapi suportif dan simtomatik.
  2. Skor 2-3 (Kemungkinan GAS Sedang, 10-50%):
    • Diperlukan Pengujian: Tes Diagnostik Cepat Antigen (RADT) atau kultur tenggorokan.
    • Terapi dimulai hanya jika hasil tes positif.
  3. Skor ≥4 (Kemungkinan GAS Tinggi, >50%):
    • Terapi Empiris: Pertimbangan untuk memulai antibiotik segera tanpa menunggu hasil tes, terutama jika pasien memiliki risiko Demam Reumatik yang tinggi (meskipun pengujian tetap disarankan).
  4. 3. Peran Tes Diagnostik

    A. Tes Diagnostik Cepat Antigen (RADT)

    RADT memberikan hasil dalam beberapa menit. Meskipun sensitivitasnya lebih rendah daripada kultur (sekitar 70-80%), spesifisitasnya sangat tinggi. Pada orang dewasa, hasil RADT negatif biasanya cukup meyakinkan untuk menghentikan pengobatan, dan kultur tidak selalu diperlukan kecuali ada pertimbangan khusus.

    B. Kultur Tenggorokan

    Kultur adalah standar emas (gold standard). Dibutuhkan waktu 24-48 jam. Ini sering digunakan sebagai 'back-up' untuk hasil RADT negatif pada populasi berisiko tinggi (misalnya anak-anak, meskipun fokus kita adalah dewasa) atau dalam kasus kegagalan pengobatan. Pada dewasa, kebijakan terbaru cenderung tidak memerlukan kultur back-up setelah RADT negatif, mengingat risiko DRA yang lebih rendah dibandingkan anak-anak.

III. Pilihan Antibiotik untuk Faringitis Streptokokus pada Dewasa

Tujuan utama terapi adalah eradikasi penuh Streptococcus pyogenes dari faring. Kebanyakan pedoman klinis (IDSA, NICE, dll.) merekomendasikan Penicillin atau Amoxicillin sebagai agen lini pertama karena efektivitasnya, profil keamanan yang baik, dan biaya yang rendah.

1. Lini Pertama: Penisilin dan Amoksisilin

A. Penisilin V (Fenoksimetilpenisilin)

Penisilin V tetap menjadi pilihan utama global untuk pengobatan GAS karena tidak ada kasus resistensi S. pyogenes terhadap Penisilin yang terdokumentasi secara klinis. Mekanisme aksinya adalah mengganggu sintesis dinding sel bakteri.

B. Amoksisilin

Amoksisilin adalah turunan Penisilin yang sering disukai, terutama karena memiliki spektrum yang sedikit lebih luas dan, yang paling penting, lebih baik dalam hal rasa dan formulasi, yang sering meningkatkan kepatuhan pasien.

C. Benzatin Penisilin G (Suntikan Intramuskular)

Ini adalah pilihan untuk pasien yang tidak patuh terhadap pengobatan oral atau yang memiliki riwayat Demam Reumatik. Pemberiannya dilakukan sekali suntik dan memberikan kadar obat yang memadai selama 3-4 minggu.

2. Lini Kedua: Manajemen Alergi Penisilin

Sekitar 5-10% pasien melaporkan alergi terhadap Penisilin. Keputusan lini kedua bergantung pada tingkat keparahan reaksi alergi (misalnya, ruam non-serius vs. anafilaksis yang mengancam jiwa).

A. Jika Alergi Tidak Serius (Reaksi Kulit Tertunda)

Untuk pasien yang memiliki reaksi alergi ringan (non-anafilaksis) terhadap Penisilin, sefalosporin generasi pertama sering digunakan karena tingkat reaktivitas silang yang rendah (sekitar 5-10%).

  1. Sefaleksin (Cephalexin):
    • Golongan: Sefalosporin Generasi Pertama.
    • Dosis: 500 mg, dua kali sehari.
    • Durasi: 10 hari.
    • Mekanisme: Mirip dengan Penisilin, mengganggu sintesis dinding sel.
  2. Sefadroksil (Cefadroxil):
    • Dosis: 1 gram, sekali sehari.
    • Durasi: 10 hari.
    • Keunggulan: Dosis sekali sehari sangat meningkatkan kepatuhan pasien.
  3. B. Jika Alergi Serius (Anafilaksis atau Angioedema)

    Pada pasien dengan riwayat alergi Tipe I (anafilaksis), semua turunan Beta-Laktam (termasuk sefalosporin) harus dihindari. Agen yang digunakan adalah Makrolida atau Lincosamide.

    Pilihan Antibiotik Non-Beta Laktam

    1. Azitromisin (Azithromycin):
      • Golongan: Makrolida.
      • Durasi: Hanya 5 hari. Ini adalah keunggulan utama dalam hal kepatuhan.
      • Dosis: 500 mg dosis tunggal hari 1, diikuti 250 mg selama 4 hari berikutnya, atau 500 mg sehari sekali selama 3 hari.
      • Perhatian: Di beberapa daerah, resistensi GAS terhadap Makrolida mulai menjadi masalah. Jika resistensi lokal tinggi, penggunaannya harus dihindari.
    2. Klaritromisin (Clarithromycin):
      • Golongan: Makrolida.
      • Durasi: 10 hari.
      • Perhatian: Berpotensi lebih banyak interaksi obat dan efek samping gastrointestinal daripada Azitromisin.
    3. Klindamisin (Clindamycin):
      • Golongan: Lincosamide.
      • Dosis: 300 mg, tiga kali sehari.
      • Durasi: 10 hari.
      • Indikasi Khusus: Pilihan yang sangat baik untuk kasus kegagalan pengobatan atau resistensi Makrolida, karena Klindamisin sangat efektif melawan GAS dan memiliki risiko resistensi yang relatif rendah.
      • Perhatian: Memiliki risiko yang sedikit lebih tinggi untuk menyebabkan Clostridium difficile (C. diff) dibandingkan agen lini pertama.

IV. Isu Khusus: Resistensi, Kegagalan Terapi, dan Kehamilan

1. Isu Resistensi Antibiotik

Resistensi terhadap GAS menjadi perhatian utama dalam penggunaan antibiotik. Pemahaman tentang pola resistensi sangat memengaruhi pemilihan lini kedua.

A. Resistensi Beta-Laktam (Penisilin/Amoksisilin)

Seperti yang telah disebutkan, S. pyogenes secara klinis tidak menunjukkan resistensi terhadap Penisilin. Namun, kegagalan pengobatan Penisilin dapat terjadi, yang disebut "kegagalan terapi Penicillin".

Penyebab Kegagalan Terapi Penisilin (Bukan Resistensi Sejati):

B. Resistensi Makrolida

Resistensi Makrolida (Eritromisin, Azitromisin) bervariasi secara geografis, berkisar antara 5% hingga 30%. Jika Makrolida digunakan, dan GAS gagal dieradikasi, obat lini ketiga seperti Klindamisin menjadi pilihan yang direkomendasikan karena Klindamisin memiliki target aksi yang berbeda (menghambat sintesis protein). Klindamisin umumnya tetap efektif bahkan ketika Makrolida gagal.

2. Manajemen Kegagalan Pengobatan

Kegagalan pengobatan didefinisikan sebagai gejala yang berulang dalam beberapa minggu setelah menyelesaikan rejimen 10 hari yang memadai.

  1. Konfirmasi Ulang Diagnosis: Pastikan bahwa gejala berulang bukan infeksi virus yang baru. Lakukan kultur ulang.
  2. Perubahan Regimen: Jika pasien awalnya menggunakan Penisilin, beralihlah ke:
    • Klindamisin (10 hari) – Pilihan terbaik untuk mengatasi fenomena shielding.
    • Amoksisilin/Klavulanat (10 hari) – Kombinasi ini mengatasi bakteri penghasil beta-laktamase.
    • Sefalosporin Generasi Pertama (10 hari).

3. Pertimbangan Khusus: Kehamilan

Pengobatan radang tenggorokan GAS pada wanita hamil sangat penting untuk mencegah risiko demam reumatik dan komplikasi infeksi. Sebagian besar antibiotik yang digunakan adalah aman.

V. Farmakologi dan Profil Keamanan Obat Antibiotik Kunci

Memahami bagaimana obat bekerja (Farmakodinamik) dan bagaimana obat diproses oleh tubuh (Farmakokinetik) adalah kunci untuk memaksimalkan efikasi dan meminimalkan risiko pada pasien dewasa.

1. Golongan Beta-Laktam (Penisilin, Amoksisilin, Sefalosporin)

Semua Beta-Laktam bekerja dengan menghambat Transpeptidase, yang berperan penting dalam pembentukan Peptidoglikan (komponen utama dinding sel bakteri). Ini menghasilkan efek bakterisida (membunuh bakteri).

A. Farmakokinetik Beta-Laktam

B. Efek Samping dan Keamanan

2. Golongan Makrolida (Azitromisin, Klaritromisin)

Makrolida bekerja dengan mengikat sub-unit ribosom 50S bakteri, sehingga menghambat sintesis protein. Mereka bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bakterisida pada konsentrasi tinggi.

A. Farmakokinetik Makrolida

B. Efek Samping dan Interaksi

3. Golongan Lincosamide (Klindamisin)

Klindamisin juga menghambat sintesis protein dengan mengikat sub-unit 50S, bersaing dengan Makrolida.

A. Farmakokinetik dan Indikasi Khusus

Klindamisin memiliki penetrasi jaringan yang baik dan efektif melawan bakteri yang mungkin terlindungi (misalnya, pada biofilm), menjadikannya pilihan kuat untuk kasus kegagalan terapi GAS.

B. Risiko Utama: Diare Terkait C. Difficile (CDAD)

Meskipun ampuh, Klindamisin memiliki risiko tertinggi di antara semua obat untuk faringitis dalam menyebabkan Kolitis Pseudomembranosa yang disebabkan oleh Clostridium difficile. Hal ini terjadi karena Klindamisin mengganggu flora usus normal secara signifikan, memungkinkan pertumbuhan berlebihan C. difficile.

VI. Terapi Suportif dan Manajemen Gejala Tanpa Antibiotik

Meskipun antibiotik penting untuk infeksi GAS, terapi non-antibiotik adalah garis depan pengobatan untuk semua kasus faringitis, terutama yang disebabkan oleh virus (85-90% kasus).

1. Manajemen Nyeri dan Demam (Analgesia dan Antipiretik)

Mengurangi rasa sakit di tenggorokan (odinofagia) sangat penting untuk menjaga hidrasi dan nutrisi pasien dewasa.

2. Perawatan Lokal dan Alternatif

3. Hidrasi dan Nutrisi

Dehidrasi adalah risiko serius pada pasien dewasa dengan faringitis berat karena rasa sakit saat menelan. Menganjurkan minum cairan secara teratur, meskipun sedikit-sedikit, sangat penting. Makanan lembut atau cair lebih mudah dikonsumsi saat gejala parah.

Pentingnya Kepatuhan Dosis Antibiotik Ilustrasi kapsul antibiotik dengan tanda centang yang menekankan kepatuhan pengobatan. Kepatuhan 10 Hari: Sangat Penting

Ilustrasi yang menekankan durasi penuh pengobatan antibiotik untuk eradikasi total bakteri.

VII. Dampak Jangka Panjang Faringitis Streptokokus dan Komplikasi

Alasan utama mengapa pengobatan GAS dengan antibiotik begitu ketat adalah untuk mencegah komplikasi, terutama yang bersifat autoimun. Walaupun kasus Demam Reumatik Akut (DRA) di negara maju sudah menurun, risiko ini tetap ada dan menjadi fokus utama di negara berkembang.

1. Komplikasi Non-Supuratif (Autoimun)

A. Demam Reumatik Akut (DRA)

DRA adalah respons autoimun terhadap infeksi GAS yang tidak diobati yang dapat menyebabkan peradangan serius pada jantung (karditis), sendi (artritis), otak (Korea Sydenham), dan kulit. Kerusakan katup jantung akibat karditis reumatik bisa bersifat permanen dan melemahkan.

B. Glomerulonefritis Pasca-Streptokokus Akut (GNPS)

GNPS adalah sindrom nefritis akut yang timbul setelah infeksi GAS. Tidak seperti DRA, pencegahan GNPS melalui antibiotik tidak seefektif pencegahan DRA. GNPS disebabkan oleh strain GAS tertentu (nefritogenik).

2. Komplikasi Supuratif (Abses dan Infeksi Lokal)

Komplikasi lokal terjadi ketika infeksi menyebar ke struktur di sekitar tenggorokan.

Untuk komplikasi supuratif, antibiotik spektrum luas, seringkali yang mencakup anaerob (seperti Klindamisin atau Amoksisilin/Klavulanat) dan pemberian melalui intravena (IV), mungkin diperlukan awalnya.

3. Pentingnya Edukasi Pasien

Edukasi harus mencakup:

  1. Durasi Penuh: Penekanan bahwa antibiotik harus dihabiskan selama 10 hari, bahkan jika gejala hilang setelah 2-3 hari.
  2. Kebersihan: Pencegahan penyebaran GAS, termasuk mencuci tangan, menutup mulut saat batuk/bersin, dan tidak berbagi peralatan makan.
  3. Manajemen Efek Samping: Mengenali gejala alergi parah atau diare yang memerlukan perhatian medis segera.

VIII. Rasionalisasi dan Pencegahan Misuse Antibiotik

Salah satu tantangan terbesar dalam praktik klinis adalah tekanan pasien untuk mendapatkan antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat pada kasus viral adalah pendorong utama resistensi antimikroba global (AMR).

1. Konsekuensi Penggunaan Antibiotik yang Tidak Tepat

2. Strategi Pengurangan Misuse pada Dewasa

Strategi pengawasan antimikroba (Antimicrobial Stewardship) harus diterapkan untuk memastikan diagnosis yang akurat sebelum meresepkan.

3. Karakteristik Pembawa (Carrier State) GAS pada Dewasa

Sekitar 5-15% orang dewasa dapat menjadi 'pembawa' GAS, yang berarti mereka memiliki bakteri di tenggorokan tanpa mengalami gejala. Jika pembawa kronis mengalami faringitis viral, dan tes GAS mereka positif (karena mereka adalah pembawa), pengobatan antibiotik mungkin tidak diperlukan.

Kapan Pembawa GAS Tidak Perlu Diobati?

IX. Ringkasan Algoritma Pengobatan Faringitis pada Dewasa

Langkah 1: Penilaian Klinis (Skor Centor/McIsaac)

Menentukan kemungkinan infeksi GAS. Jika skor rendah, fokus pada terapi suportif. Jika skor sedang hingga tinggi, lakukan pengujian.

Langkah 2: Konfirmasi Bakteriologis

Lakukan RADT. Jika positif, lanjutkan ke Langkah 3. Jika negatif, dan tidak ada faktor risiko tinggi, hentikan pengujian dan obati secara simtomatik.

Langkah 3: Pemilihan Antibiotik Lini Pertama

A. Pasien Tanpa Alergi Penisilin

Pilih salah satu dari berikut, dengan durasi minimal 10 hari:

  1. Penisilin V (Pilihan paling hemat biaya dan sangat efektif).
  2. Amoksisilin (Lebih disukai karena kepatuhan dosis dua kali sehari).

B. Pasien Alergi Penisilin Non-Anafilaksis

Pilih sefalosporin generasi pertama (Sefaleksin atau Sefadroksil) selama 10 hari.

C. Pasien Alergi Penisilin Anafilaksis atau Reaksi Serius

Pilih salah satu agen non-Beta Laktam:

  1. Azitromisin (5 hari) – Pilihan yang disukai karena durasi pendek.
  2. Klindamisin (10 hari) – Disukai di area dengan resistensi Makrolida tinggi atau untuk kegagalan pengobatan.

Langkah 4: Evaluasi dan Kepatuhan

Evaluasi perbaikan gejala dalam 48-72 jam. Jika tidak ada perbaikan, pertimbangkan kembali diagnosis atau lakukan pengujian kultur. Tekankan kepatuhan penuh terhadap durasi 10 hari (kecuali untuk rejimen 5 hari Azitromisin).

Langkah 5: Penanganan Efek Samping

Instruksi yang jelas mengenai risiko GI, alergi, dan risiko CDAD (terutama pada Klindamisin).

Proses pengambilan keputusan yang terstruktur ini memastikan bahwa antibiotik, yang merupakan sumber daya berharga, digunakan hanya ketika manfaatnya jelas melebihi risiko resistensi dan efek samping pada populasi dewasa.

X. Kesimpulan

Pengelolaan radang tenggorokan pada orang dewasa membutuhkan pendekatan yang terukur, dimulai dengan pembedaan etiologi viral versus bakteri. Antibiotik adalah pengobatan yang efektif dan diperlukan hanya untuk infeksi yang disebabkan oleh Streptococcus pyogenes (GAS), dengan tujuan utama mencegah Demam Reumatik Akut.

Penisilin dan Amoksisilin tetap menjadi standar emas. Dalam kasus alergi, Makrolida atau Klindamisin menjadi pilihan yang aman, dengan mempertimbangkan pola resistensi lokal. Kepatuhan penuh terhadap rejimen dosis dan durasi, yang umumnya 10 hari, adalah faktor penentu keberhasilan pengobatan dan pencegahan komplikasi serta resistensi antibiotik di masa depan.

Meskipun kemudahan akses terhadap obat sering kali menjadi godaan, setiap pasien dewasa harus didorong untuk menjalani skrining yang tepat sebelum memulai terapi antibiotik, mendukung upaya global dalam memerangi ancaman resistensi antimikroba.

🏠 Homepage