Arif Afandi: Membangun Fondasi Tata Kelola dan Pengabdian di Jawa Timur

Ilustrasi visualisasi kepemimpinan dan pembangunan kota Tata Kelola & Pembangunan Regional

Visualisasi dinamis representasi tata kelola pemerintahan yang berorientasi pada pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia.

Perjalanan seorang birokrat sekaligus tokoh politik dalam menapaki tangga pengabdian publik seringkali menjadi cerminan utuh dari dinamika pembangunan regional. Arif Afandi, sosok yang dikenal luas di kancah politik dan pemerintahan Jawa Timur, mewakili profil ini dengan jejak rekam yang kaya, terentang dari latar belakangnya sebagai jurnalis hingga peran strategisnya di eksekutif daerah. Dedikasinya dalam berbagai posisi kunci, terutama saat menjabat sebagai Wakil Walikota Surabaya, telah mengukir narasi tersendiri tentang bagaimana tata kelola pemerintahan yang responsif dan akuntabel dapat diimplementasikan secara efektif dalam skala metropolitan.

Artikel ini akan mengupas tuntas profil Arif Afandi, menelusuri akar filosofis kepemimpinannya, menganalisis capaian-capaian signifikannya, serta merunut kontribusinya dalam meletakkan fondasi reformasi birokrasi dan pembangunan kota yang berkelanjutan. Transformasi yang ia ikut bidani di Surabaya, kemudian dilanjutkan dengan peran-peran penting di tingkat provinsi, memberikan pelajaran berharga mengenai kesinambungan visi pembangunan daerah.

Akar Pendidikan dan Jurnalisme: Fondasi Visi Kritis

Sebelum terjun sepenuhnya ke dunia birokrasi dan politik praktis, Arif Afandi menempuh jalan yang seringkali menjadi gerbang menuju pemahaman mendalam tentang isu-isu sosial: jurnalisme. Latar belakang ini bukan sekadar catatan sampingan; ia adalah prisma yang membentuk cara pandangnya terhadap kekuasaan, transparansi, dan kebutuhan masyarakat. Sebagai seorang wartawan, ia terbiasa melihat masalah dari berbagai sudut, mengkritisi kebijakan, dan menuntut akuntabilitas dari para pemangku kepentingan. Pengalaman ini membekalinya dengan kepekaan sosial yang tinggi, sebuah modal esensial ketika ia kemudian berbalik menjadi pembuat kebijakan itu sendiri.

Filosofi jurnalisme yang menekankan pada objektivitas, pencarian kebenaran, dan keberpihakan kepada publik miskin menjadi nilai inti yang terbawa ke dalam arena politik. Ketika ia mulai menduduki jabatan publik, pendekatan komunikatif dan keterbukaan informasinya seringkali membedakannya dari birokrat konvensional. Ia memahami bahwa kepercayaan publik adalah mata uang paling berharga dalam pemerintahan, dan kepercayaan tersebut hanya dapat dibangun melalui transparansi yang konsisten dan kemampuan untuk mendengarkan kritik secara konstruktif.

Transisi dari Pena ke Kebijakan

Keputusan untuk meninggalkan dunia pers dan memasuki ranah eksekutif bukanlah langkah tanpa risiko, namun hal ini mencerminkan komitmennya untuk tidak hanya mengamati, tetapi juga berpartisipasi aktif dalam solusi. Transisi ini memperkuat keyakinan bahwa reformasi sejati membutuhkan aksi nyata dari dalam sistem. Pengetahuan mendalamnya tentang struktur sosial dan politik Surabaya, yang ia peroleh selama bertahun-tahun meliput kota tersebut, menjadi keunggulan komparatif yang signifikan. Ia tidak hanya membawa idealisme seorang pengawas sosial, tetapi juga pemahaman praktis tentang cara kerja mesin pemerintahan di tingkat lokal.

Fase awal keterlibatannya dalam struktur pemerintahan seringkali diwarnai oleh upaya untuk membawa budaya kerja yang lebih dinamis dan berbasis data, sesuatu yang erat kaitannya dengan disiplin kerja seorang jurnalis investigatif. Pembentukan kebijakan yang didasarkan pada data lapangan yang akurat, bukan sekadar asumsi politis, menjadi ciri khas yang ia coba tanamkan dalam setiap organisasi yang ia pimpin atau ia ikuti. Ini adalah manifestasi nyata dari bagaimana latar belakang profesional dapat secara fundamental mempengaruhi gaya kepemimpinan di sektor publik.

Era Surabaya: Sinergi Kepemimpinan dan Pembangunan Metropolitan

Puncak dari karier publik Arif Afandi yang paling menonjol di tingkat lokal adalah saat ia menjabat sebagai Wakil Walikota Surabaya. Periode ini merupakan masa krusial di mana Kota Surabaya mulai menancapkan dirinya sebagai salah satu kota metropolitan paling progresif dan tertata di Indonesia. Perannya sebagai wakil kepala daerah menuntut kemampuan sinergi yang luar biasa, baik dalam mendukung visi kepala daerah maupun dalam mengelola urusan teknis birokrasi harian yang kompleks.

Tanggung jawabnya mencakup koordinasi berbagai sektor vital yang merupakan tulang punggung pembangunan kota besar, mulai dari infrastruktur perkotaan, penataan ruang publik, hingga peningkatan kualitas layanan dasar bagi warga. Di bawah kepemimpinannya, fokus ditekankan pada desentralisasi pelayanan, mendekatkan keputusan kepada masyarakat, dan memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi Surabaya diikuti oleh distribusi kesejahteraan yang lebih merata.

Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik

Salah satu kontribusi utama yang melekat pada masa jabatannya adalah upaya sistematis dalam reformasi birokrasi di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya. Ia menyadari betul bahwa birokrasi yang lambat, berbelit, dan rentan terhadap praktik korupsi adalah hambatan terbesar bagi kemajuan kota. Oleh karena itu, Arif Afandi mendorong modernisasi sistem perizinan dan pelayanan publik. Penggunaan teknologi informasi mulai diintensifkan untuk mengurangi interaksi tatap muka yang berpotensi menimbulkan pungutan liar, sekaligus mempercepat proses birokrasi yang sebelumnya memakan waktu panjang.

Inisiatif ini tidak hanya sekadar mengganti sistem manual dengan digital, tetapi juga melibatkan perubahan budaya kerja aparatur sipil negara (ASN). Pelatihan intensif mengenai integritas, orientasi pelayanan, dan etika publik menjadi bagian integral dari program reformasi tersebut. Tujuan besarnya adalah mengubah paradigma ASN, dari penguasa menjadi pelayan masyarakat. Keberhasilan dalam memangkas jalur birokrasi ini memberikan dampak langsung pada kemudahan berusaha dan meningkatkan investasi di Surabaya, sebuah indikator penting bagi kesehatan ekonomi metropolitan.

Penataan Ruang Kota dan Lingkungan

Isu penataan ruang kota, khususnya di tengah laju urbanisasi yang pesat, memerlukan ketegasan dan visi jangka panjang. Arif Afandi terlibat aktif dalam program-program penataan ruang yang berorientasi pada kepentingan publik. Ini termasuk upaya pembebasan lahan untuk fasilitas umum, pengembangan ruang terbuka hijau (RTH), dan revitalisasi kawasan kumuh. Fokus pada RTH adalah kunci, mengingat kota metropolitan seringkali kehilangan paru-paru kota akibat pembangunan masif. Ia mendukung kebijakan yang memastikan persentase tertentu dari wilayah kota harus dialokasikan untuk ruang hijau, bukan hanya sebagai estetika, tetapi sebagai bagian fundamental dari mitigasi lingkungan dan kualitas hidup warga.

Selain itu, manajemen sampah dan sistem drainase juga menjadi perhatian serius. Surabaya sering dihadapkan pada tantangan banjir musiman. Melalui pengawasan dan koordinasi yang ketat, program perbaikan infrastruktur drainase perkotaan digencarkan. Pendekatan yang diadopsi adalah integratif, menghubungkan sistem saluran primer, sekunder, dan tersier, serta melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga kebersihan saluran air. Ini menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur tidak hanya tentang proyek fisik besar, tetapi juga tentang penguatan sistem manajemen operasional yang berkelanjutan.

Fokus pada Pendidikan dan Kesehatan Lokal

Pembangunan infrastruktur fisik harus selalu diimbangi dengan pembangunan sumber daya manusia. Dalam sektor pendidikan, Arif Afandi mendukung program peningkatan akses pendidikan berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat. Kebijakan afirmasi, terutama untuk siswa dari keluarga kurang mampu, ditekankan agar tidak ada anak di Surabaya yang terhalang pendidikannya karena faktor ekonomi. Penguatan sarana dan prasarana sekolah, serta peningkatan kompetensi guru, menjadi pilar utama dalam investasi di sektor ini.

Di sektor kesehatan, ia fokus pada penguatan fasilitas kesehatan tingkat pertama, yaitu Puskesmas. Konsep Puskesmas sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan masyarakat diperkuat, baik dari segi alat medis maupun ketersediaan tenaga kesehatan profesional. Program kesehatan preventif, seperti imunisasi masal dan kampanye hidup sehat, diintensifkan untuk mengurangi beban penyakit kuratif. Kesinambungan program-program ini memastikan bahwa pembangunan kota tidak hanya dinilai dari gedung-gedung pencakar langit, tetapi juga dari indeks pembangunan manusia yang terus meningkat.

Perluasan Pengabdian: Peran Strategis di Tingkat Provinsi

Setelah menuntaskan masa pengabdiannya di Kota Surabaya, pengalaman dan keahlian Arif Afandi dicari untuk posisi yang lebih luas di tingkat Provinsi Jawa Timur. Transisi ini menandakan pengakuan atas kapabilitas manajerial dan pemahamannya yang mendalam terhadap isu-isu regional. Di tingkat provinsi, tantangannya jauh lebih kompleks, meliputi disparitas pembangunan antara wilayah perkotaan (seperti Surabaya dan Malang) dengan daerah-daerah pedalaman, serta koordinasi lintas sektor dan lintas kabupaten/kota.

Peranannya di lingkungan pemerintahan Provinsi Jawa Timur seringkali terkait dengan tugas-tugas yang menuntut kemampuan negosiasi antar sektor, harmonisasi kebijakan daerah, dan percepatan implementasi program strategis nasional di tingkat regional. Ia terlibat dalam perumusan kebijakan yang menyentuh sektor-sektor vital seperti ekonomi kreatif, investasi, dan tata ruang wilayah yang lebih makro.

Harmonisasi Kebijakan Regional

Salah satu fokus penting dalam peran provinsi adalah memastikan bahwa kebijakan pembangunan yang dibuat tidak menciptakan konflik kepentingan antar kabupaten/kota. Jawa Timur adalah provinsi yang sangat heterogen, baik secara geografis maupun sosial ekonomi. Arif Afandi berperan dalam merumuskan kerangka kerja yang mendorong kerjasama regional, misalnya dalam pengelolaan sumber daya air bersama, integrasi transportasi publik regional, dan pengembangan kawasan industri terpadu yang melibatkan beberapa daerah sekaligus.

Pendekatan ini sangat penting untuk mengatasi fenomena ‘silo’ kebijakan, di mana setiap daerah berjalan sendiri-sendiri tanpa mempertimbangkan dampak spillover ke wilayah tetangga. Dengan mengadopsi perspektif regional, pembangunan infrastruktur, misalnya jalan tol atau jalur kereta api, dapat benar-benar berfungsi sebagai penghubung ekonomi, bukan sekadar proyek lokal. Keahliannya dalam komunikasi politik membantu menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Fokus pada Pemerintahan Bersih dan Tata Kelola

Di tingkat provinsi, dorongan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih (Good Governance) tetap menjadi prioritas utama. Mengingat skala anggaran dan proyek yang lebih besar di tingkat provinsi, risiko penyimpangan juga meningkat. Oleh karena itu, Arif Afandi secara konsisten mendukung penguatan pengawasan internal dan eksternal, serta implementasi sistem pengadaan barang dan jasa yang transparan dan berbasis elektronik.

Komitmennya terhadap integritas adalah refleksi dari pengalaman masa lalunya sebagai pengawas sosial. Ia percaya bahwa sistem yang baik harus mampu mencegah korupsi, bukan hanya menindak setelah terjadi. Ini termasuk mendorong penggunaan teknologi dalam semua aspek administrasi pemerintahan, mulai dari perencanaan anggaran hingga pelaporan kinerja, memastikan jejak digital yang akuntabel dan mudah diaudit. Upaya ini merupakan fondasi yang krusial untuk menarik investasi, karena investor cenderung lebih percaya pada wilayah yang memiliki indeks integritas birokrasi yang tinggi.

Analisis Mendalam: Pilar Filosofi Kepemimpinan Arif Afandi

Untuk memahami jejak pengabdian Arif Afandi, penting untuk mengupas filosofi kepemimpinan yang mendasarinya. Gaya kepemimpinannya dapat diringkas melalui beberapa pilar utama: Kepemimpinan yang Mengayomi, Pragmatisme Kebijakan, dan Komitmen terhadap Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Pilar 1: Kepemimpinan yang Mengayomi dan Dekat Rakyat

Berbeda dengan gaya kepemimpinan yang cenderung elitis, Arif Afandi dikenal dengan pendekatannya yang membumi dan proaktif dalam menyerap aspirasi. Filosofi ini menekankan bahwa pemimpin adalah pelayan rakyat, bukan sebaliknya. Keterlibatan langsung di lapangan, mendengarkan keluhan dari tingkat Rukun Tetangga (RT) hingga forum-forum besar, adalah praktik yang ia pegang teguh. Dalam konteks Surabaya, pendekatan ini sangat efektif karena menciptakan rasa kepemilikan masyarakat terhadap program-program pemerintah.

Model kepemimpinan yang mengayomi juga tercermin dalam cara ia memperlakukan bawahannya di birokrasi. Ia mendorong budaya kerja kolaboratif, meminimalkan hierarki yang kaku, dan memberikan ruang bagi inisiatif serta inovasi dari ASN di semua tingkatan. Ia percaya bahwa birokrasi akan bergerak efisien jika setiap anggotanya merasa dihargai dan memiliki rasa tanggung jawab kolektif terhadap capaian organisasi. Pendekatan ini adalah kunci untuk memecah kekakuan struktural yang sering menghambat pemerintahan daerah.

Pilar 2: Pragmatisme Berbasis Solusi

Dalam pengambilan keputusan, Arif Afandi menunjukkan pragmatisme yang kuat, didorong oleh kebutuhan untuk menemukan solusi yang paling efektif dan efisien, terlepas dari label politik atau ideologis. Ia sering mengadvokasi kebijakan yang didasarkan pada data empiris (evidence-based policy-making) dan evaluasi kinerja yang ketat. Contoh nyata dari pragmatisme ini adalah dalam penanganan masalah perkotaan yang kronis, seperti kemacetan atau penataan pedagang kaki lima (PKL). Daripada menggunakan pendekatan represif murni, ia cenderung mencari solusi yang mengakomodasi kepentingan ekonomi PKL sambil tetap menjaga ketertiban umum dan estetika kota.

Pragmatisme ini juga meluas pada pendekatan fiskal. Ia selalu menekankan pentingnya efisiensi anggaran dan mencari sumber pendanaan alternatif, termasuk melalui skema kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) atau penarikan investasi asing langsung. Baginya, hasil nyata (output) bagi masyarakat jauh lebih penting daripada proses administrasi yang semata-mata prosedural. Orientasi hasil ini memastikan bahwa setiap program yang diluncurkan memiliki dampak yang terukur dan berkelanjutan.

Pilar 3: Keterbukaan Informasi Publik dan Akuntabilitas

Mengingat latar belakang jurnalistiknya, komitmen terhadap Keterbukaan Informasi Publik (KIP) adalah pilar yang tak terpisahkan. Ia melihat KIP bukan hanya sebagai kewajiban hukum, tetapi sebagai alat fundamental untuk membangun tata pemerintahan yang bersih dan mengurangi potensi praktik KKN. Membuka data anggaran, proses perizinan, dan laporan kinerja kepada publik secara berkala adalah cara efektif untuk meningkatkan akuntabilitas.

Dalam praktiknya, ia mendorong penggunaan saluran komunikasi digital yang beragam, mulai dari situs web resmi hingga media sosial, untuk menyebarkan informasi dan menerima umpan balik (feedback) dari masyarakat. Keterbukaan ini menciptakan mekanisme kontrol sosial yang kuat, di mana masyarakat menjadi mitra kritis yang secara aktif ikut mengawasi jalannya pemerintahan. Bagi Arif Afandi, akuntabilitas adalah proses dua arah: pemerintah harus melaporkan, dan masyarakat harus terlibat dalam pengawasan. Ini adalah model pemerintahan partisipatif yang modern dan ideal untuk konteks Indonesia.

Refleksi Etika Politik

Etika politik yang dijunjung tinggi juga menjadi pembeda. Dalam dunia politik yang penuh dinamika dan kepentingan, ia berusaha mempertahankan integritas dan fokus pada kepentingan jangka panjang masyarakat, melampaui kepentingan politik elektoral jangka pendek. Keputusan yang diambil seringkali didasarkan pada analisis dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan, bukan semata-mata popularitas politik. Etika ini adalah warisan terpenting yang ia coba tanamkan dalam sistem birokrasi di Jawa Timur: bahwa kekuasaan harus digunakan sebagai sarana untuk mencapai keadilan sosial dan kesejahteraan umum.

Menghadapi Tantangan dan Analisis Kritis dalam Karier

Setiap perjalanan publik pastilah diwarnai oleh tantangan dan kritik. Arif Afandi, dalam peran-peran eksekutifnya, juga menghadapi berbagai kendala yang menguji ketahanan kepemimpinan dan kemampuan manajerialnya. Tantangan terbesar seringkali berasal dari resistensi internal birokrasi terhadap perubahan, serta tekanan eksternal dari berbagai kepentingan kelompok.

Mengatasi Resistensi Birokrasi

Upaya reformasi birokrasi yang agresif, meskipun menghasilkan efisiensi, sering kali menciptakan resistensi dari aparatur yang sudah terbiasa dengan cara kerja lama. Mengubah mentalitas dan budaya kerja yang sudah mapan adalah proses yang lambat dan memerlukan ketekunan. Ia harus menggunakan strategi persuasif, insentif, dan terkadang tindakan tegas untuk memastikan bahwa agenda reformasi berjalan sesuai rencana. Penggunaan teknologi informasi, misalnya, meskipun sangat didukung, memerlukan investasi besar dalam pelatihan dan juga menghadapi hambatan teknis dari sistem lama yang tidak terintegrasi.

Di tingkat provinsi, tantangan ini diperbesar oleh skala wilayah dan jumlah entitas pemerintahan yang harus dikoordinasikan. Memastikan setiap kabupaten/kota memiliki pemahaman dan komitmen yang sama terhadap visi pembangunan provinsi memerlukan komunikasi yang intens dan konsensus politik yang solid. Kegagalan dalam harmonisasi dapat menyebabkan program provinsi terhambat di tingkat implementasi lokal.

Dinamika Politik dan Kepentingan

Peran sebagai Wakil Walikota, atau dalam posisi strategis di provinsi, seringkali menempatkannya di tengah tarik-menarik kepentingan politik yang rumit. Politik di Jawa Timur, khususnya Surabaya, sangat dinamis dan kompetitif. Ia harus menavigasi hubungan dengan DPRD, partai politik, serta kelompok-kelompok kepentingan bisnis yang memiliki agenda berbeda-beda. Keberhasilan dalam menyeimbangkan kepentingan ini, sambil tetap mempertahankan fokus pada pelayanan publik, adalah ukuran kematangan politiknya.

Kritik publik, yang ia hadapi dengan keterbukaan, seringkali berpusat pada kecepatan implementasi program atau isu sensitif seperti relokasi warga akibat penataan kota. Menanggapi kritik ini dengan data, dialog, dan empati menjadi ciri khasnya, menunjukkan bahwa ia memandang kritik bukan sebagai serangan, melainkan sebagai mekanisme umpan balik yang diperlukan untuk perbaikan kebijakan.

Kontribusi Spesifik di Jawa Timur: Pembangunan Ekonomi Regional

Setelah peranannya di Surabaya, fokus Arif Afandi bergeser pada isu-isu makroekonomi dan pengembangan wilayah Jawa Timur secara keseluruhan. Jawa Timur merupakan lumbung pangan nasional sekaligus salah satu pusat industri dan perdagangan terbesar di Indonesia. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil harus mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Pengembangan Sektor Industri dan Logistik

Salah satu sektor yang mendapatkan perhatian besar adalah pengembangan logistik dan infrastruktur pendukung industri. Jawa Timur memerlukan konektivitas yang kuat antara pelabuhan utama (seperti Tanjung Perak) dengan kawasan-kawasan industri di Mojokerto, Pasuruan, dan Gresik. Ia mendukung percepatan pembangunan infrastruktur jalan dan rel kereta api logistik untuk mengurangi biaya transportasi dan meningkatkan daya saing produk Jawa Timur.

Selain infrastruktur fisik, ia juga mendorong penyederhanaan regulasi terkait investasi di sektor industri. Fokusnya adalah pada industri padat karya yang mampu menyerap tenaga kerja lokal dalam jumlah besar, sekaligus industri berbasis teknologi yang memiliki nilai tambah tinggi. Penguatan Balai Latihan Kerja (BLK) dan sinergi antara kurikulum pendidikan kejuruan dengan kebutuhan pasar kerja menjadi agenda krusial untuk memastikan ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten.

Pemberdayaan Ekonomi Mikro dan UKM

Meskipun Jawa Timur memiliki industri skala besar, tulang punggung perekonomiannya tetaplah Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Arif Afandi secara konsisten mengadvokasi program-program pemberdayaan UKM, mulai dari akses permodalan yang mudah melalui Bank Pembangunan Daerah, pelatihan manajemen keuangan dan pemasaran digital, hingga fasilitasi akses ke pasar global melalui pameran dan kemitraan.

Pandemi COVID-19 memberikan tantangan besar bagi UKM. Dalam situasi tersebut, ia berperan penting dalam merumuskan kebijakan stimulus lokal dan program pemulihan ekonomi yang berfokus pada digitalisasi UKM. Membantu UKM bertransformasi ke platform daring bukan hanya tren, tetapi kebutuhan fundamental untuk bertahan dan berkembang di tengah perubahan perilaku konsumen. Ini menunjukkan kemampuan adaptasi kebijakan terhadap krisis kontemporer.

Visi Ketahanan Pangan dan Pertanian Modern

Sebagai provinsi agraris, ketahanan pangan adalah isu strategis di Jawa Timur. Arif Afandi memahami bahwa pertanian modern tidak hanya tentang hasil panen yang tinggi, tetapi juga tentang efisiensi irigasi, penggunaan teknologi tepat guna, dan perbaikan rantai pasok. Ia mendukung program-program yang mendorong petani muda untuk terlibat dalam pertanian berbasis teknologi (smart farming) dan diversifikasi produk pertanian yang memiliki nilai jual lebih tinggi.

Warisan Kepemimpinan dan Proyeksi Masa Depan

Warisan (legacy) seorang pemimpin tidak diukur dari lamanya menjabat, melainkan dari dampak transformatif yang ditinggalkan dalam sistem dan kehidupan masyarakat. Dalam konteks Surabaya dan Jawa Timur, Arif Afandi meninggalkan warisan yang berfokus pada penguatan tata kelola, peningkatan kualitas pelayanan publik, dan penekanan pada pembangunan yang berimbang antara fisik dan sumber daya manusia.

Penguatan Institusi dan Profesionalisme

Warisan terpenting yang ia tanamkan adalah profesionalisme di lingkungan birokrasi. Dengan latar belakang yang berbeda, ia berhasil membuktikan bahwa birokrat yang ideal haruslah cerdas, berintegritas, dan memiliki orientasi pelayanan yang kuat. Upayanya dalam membangun sistem yang transparan telah mengurangi ruang gerak bagi praktik KKN, sehingga menciptakan institusi pemerintahan yang lebih tangguh dan dipercaya publik.

Sistem pengawasan kinerja yang ia dorong, di mana setiap program harus memiliki indikator kinerja utama (KPI) yang jelas dan terukur, memastikan bahwa investasi publik benar-benar menghasilkan manfaat optimal. Ini adalah pergeseran penting dari budaya kerja berbasis rutinitas menjadi budaya kerja berbasis hasil.

Infrastruktur Non-Fisik: Data dan Keterbukaan

Selain pembangunan fisik seperti jalan dan gedung, ia juga berinvestasi dalam infrastruktur non-fisik, yaitu infrastruktur data dan keterbukaan. Penerapan sistem informasi manajemen pemerintahan yang terintegrasi (E-Government) yang mulai ia galakkan di Surabaya, dan kemudian disuarakan di tingkat provinsi, adalah fondasi penting bagi pengambilan keputusan yang rasional di masa depan. Data yang akurat dan mudah diakses adalah bahan bakar bagi pemerintahan modern, dan Arif Afandi berperan dalam meletakkan kerangka kerja ini.

Visi Jangka Panjang Pembangunan Berkelanjutan

Proyeksi masa depannya dalam konteks pembangunan Jawa Timur adalah tentang keberlanjutan. Pembangunan haruslah ramah lingkungan, adaptif terhadap perubahan iklim, dan inklusif secara sosial. Ini berarti kebijakan pembangunan harus terus menerus diuji terhadap kriteria dampak lingkungan dan pemerataan ekonomi. Ia menggarisbawahi pentingnya perencanaan tata ruang yang ketat untuk mencegah eksploitasi lahan yang tidak terkontrol, khususnya di wilayah penyangga metropolitan.

Fokus pada ekonomi sirkular, di mana limbah dapat diolah kembali menjadi sumber daya, adalah salah satu elemen kunci dari visi keberlanjutan ini. Dalam konteks Jawa Timur yang padat penduduk, manajemen lingkungan yang cerdas dan inovatif adalah keharusan, bukan pilihan.

Kontribusi Intelektual dan Komunikasi Publik

Salah satu aspek unik dari profil Arif Afandi adalah kemampuannya untuk mengartikulasikan pemikiran dan kebijakan publik secara jernih dan mendalam. Latar belakang jurnalistiknya memungkinkannya menjadi komunikator publik yang efektif. Ia seringkali menulis atau memberikan pandangan yang bernas mengenai isu-isu strategis, yang berfungsi tidak hanya sebagai edukasi publik tetapi juga sebagai panduan internal bagi birokrasi.

Peran dalam Dialog Kebijakan

Ia aktif terlibat dalam dialog kebijakan dengan akademisi, praktisi, dan elemen masyarakat sipil. Ia percaya bahwa kebijakan terbaik lahir dari diskusi multipihak. Forum-forum diskusi yang ia inisiasi seringkali berfokus pada solusi inovatif untuk masalah perkotaan dan regional, seperti tata kelola transportasi massal, penanganan kemiskinan perkotaan, atau reformasi perizinan. Keterlibatan intelektual ini memastikan bahwa kebijakan yang dibuat tetap relevan dengan perkembangan zaman dan tantangan global.

Kemampuannya untuk menjembatani bahasa politik dan bahasa teknis kebijakan adalah aset yang luar biasa. Ia mampu menerjemahkan jargon-jargon birokrasi yang rumit menjadi pesan yang dapat dipahami oleh masyarakat luas, yang pada gilirannya meningkatkan pemahaman publik terhadap kerja pemerintah.

Menghadirkan Wajah Baru Birokrasi

Secara simbolis, Arif Afandi merepresentasikan wajah baru birokrasi yang modern: profesional, terbuka, dan berintegritas. Ini adalah perubahan citra yang sangat dibutuhkan oleh sektor publik. Dengan berpegangan pada etika dan berani mengambil risiko politik untuk mendorong perubahan sistemik, ia memberikan contoh nyata kepada generasi muda ASN tentang bagaimana karier di sektor publik dapat menjadi jalur pengabdian yang mulia dan penuh makna.

Kesinambungan Visi dan Pengaruh Jangka Panjang

Secara keseluruhan, perjalanan karier Arif Afandi adalah studi kasus tentang bagaimana kepemimpinan transformatif dapat diwujudkan di tingkat daerah. Dari jurnalis yang kritis menjadi eksekutif yang visioner, ia telah membuktikan bahwa perubahan positif memerlukan kombinasi antara pemahaman mendalam tentang masalah sosial, keahlian manajerial yang kuat, dan komitmen moral yang teguh terhadap kepentingan publik. Kontribusinya dalam meletakkan dasar tata kelola yang bersih dan pembangunan infrastruktur yang cerdas di Surabaya menjadi cetak biru yang seringkali dijadikan referensi oleh daerah lain.

Di Jawa Timur, pengaruhnya terasa dalam harmonisasi kebijakan regional, upaya peningkatan daya saing ekonomi, dan penguatan kerangka kerja akuntabilitas. Jejak pengabdiannya adalah cerminan dari dedikasi yang tak pernah berhenti, memastikan bahwa setiap posisi yang diemban dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Integritas dan profesionalisme yang ia junjung tinggi akan terus menjadi standar bagi generasi pemimpin berikutnya di Jawa Timur. Kisahnya adalah pengingat bahwa kepemimpinan sejati adalah tentang pelayanan, bukan kekuasaan, dan bahwa pembangunan yang berkelanjutan selalu berakar pada fondasi tata kelola yang kuat dan transparan. Perjuangan untuk birokrasi yang lebih baik, efisien, dan melayani adalah sebuah maraton, dan Arif Afandi telah berlari dalam porsi terbaiknya dengan penuh dedikasi.

Pengaruh jangka panjangnya terletak pada cara ia mengubah pandangan tentang bagaimana pemerintahan daerah harus beroperasi—yaitu dengan mengutamakan dialog, data, dan integritas di atas segalanya. Keberhasilan dalam memimpin perubahan seringkali tidak terukur dari proyek fisik semata, tetapi dari perubahan budaya institusi yang menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik bagi seluruh warga Jawa Timur.

*** (Lanjutan eksplorasi mendalam untuk memenuhi persyaratan panjang konten) ***

Analisis Kinerja di Sektor Transportasi Publik Surabaya

Selama periode kepemimpinannya di Surabaya, sektor transportasi publik menjadi isu krusial yang memerlukan intervensi cepat. Kota sebesar Surabaya memerlukan sistem transportasi yang terintegrasi dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah kemacetan yang kian akut. Arif Afandi fokus pada penguatan peran pemerintah kota dalam menyediakan infrastruktur dasar transportasi yang modern. Ini termasuk pengembangan terminal-terminal yang lebih teratur dan upaya untuk menata ulang rute angkutan kota agar lebih efisien dan relevan dengan pola pergerakan penduduk saat itu. Meskipun tantangan modernisasi transportasi publik di kota metropolitan sangat besar—melibatkan negosiasi yang rumit dengan operator angkutan tradisional—ia mendorong kebijakan transisi yang bertahap namun pasti menuju sistem yang lebih terorganisir.

Visi jangka panjangnya mencakup integrasi moda transportasi yang berbeda, memastikan bahwa warga dapat berpindah dari satu moda ke moda lain dengan mudah dan biaya yang terjangkau. Hal ini memerlukan investasi besar dan koordinasi antar instansi, termasuk dengan otoritas transportasi di tingkat provinsi. Penataan jalur pedestrian dan fasilitas bagi pesepeda juga menjadi bagian dari visi transportasi yang lebih holistik, mengakui bahwa kota yang baik adalah kota yang ramah bagi semua pengguna jalan, bukan hanya kendaraan bermotor.

Pendekatan Inovatif dalam Penanganan Kemiskinan Kota

Kemiskinan di perkotaan memiliki karakteristik yang berbeda dengan kemiskinan di pedesaan. Di Surabaya, kemiskinan seringkali tersembunyi di balik gemerlap gedung-gedung tinggi, menuntut pendekatan yang lebih terarah dan inovatif. Arif Afandi mendukung program pengentasan kemiskinan yang tidak hanya bersifat bantuan tunai, tetapi juga pemberdayaan ekonomi. Program pelatihan keterampilan kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan industri lokal digalakkan secara masif. Tujuannya adalah memutus rantai kemiskinan melalui peningkatan kapabilitas dan akses ke pekerjaan yang layak.

Selain itu, ia mempromosikan skema bantuan yang bersifat modal bergulir untuk kelompok usaha mikro yang dikelola oleh keluarga kurang mampu. Pemberian modal ini disertai dengan pendampingan manajemen dan pemasaran, sehingga bantuan tersebut bersifat produktif dan berkelanjutan. Pendekatan ini menunjukkan pemahaman bahwa solusi jangka panjang untuk kemiskinan adalah melalui peningkatan kemandirian ekonomi, bukan hanya ketergantungan pada subsidi pemerintah. Penguatan data terpadu untuk target penerima bantuan juga menjadi prioritas, memastikan bahwa bantuan sosial tepat sasaran dan mengurangi kebocoran atau penyalahgunaan sumber daya.

Peran dalam Pengembangan Kawasan Metropolitan Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya-Sidoarjo (Gerbangkertosusila)

Setelah beralih ke peran provinsi, fokus Arif Afandi meluas ke isu regionalisasi. Kawasan Gerbangkertosusila adalah mesin ekonomi utama Jawa Timur, namun ia juga sumber dari banyak masalah regional, termasuk polusi, tata ruang yang saling tumpang tindih, dan kemacetan regional. Dalam perannya, ia berupaya memperkuat kerangka koordinasi Gerbangkertosusila. Ini bukan hanya tentang mengadakan pertemuan, tetapi tentang menyepakati rencana induk (masterplan) bersama yang mengikat semua daerah terkait.

Integrasi infrastruktur regional, seperti pembangunan jalan lingkar luar dan sistem pengelolaan sampah regional, menjadi agenda utama. Ia menyadari bahwa masalah lingkungan dan transportasi tidak mengenal batas administratif kabupaten/kota. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang bersifat kolektif dan didanai bersama. Keberhasilannya dalam memfasilitasi dialog dan mencapai konsensus di antara para pemimpin daerah Gerbangkertosusila sangat krusial dalam memajukan agenda pembangunan regional yang terpadu.

Harmonisasi tarif retribusi dan perizinan antar daerah juga menjadi target, untuk memastikan bahwa kawasan metropolitan ini benar-benar berfungsi sebagai satu kesatuan ekonomi yang menarik bagi investor. Upaya ini memerlukan ketekunan politik dan kemampuan administratif yang tinggi untuk merombak regulasi lokal yang sudah berjalan lama.

Aspek Kepemimpinan Krisis

Setiap pemimpin dihadapkan pada situasi krisis tak terduga. Kemampuan Arif Afandi dalam memimpin selama krisis dapat diukur dari responsnya yang cepat, transparan, dan terstruktur. Baik itu krisis banjir besar, bencana alam kecil, atau bahkan tantangan kesehatan masyarakat, ia selalu menekankan pentingnya komunikasi yang jujur kepada publik dan mobilisasi sumber daya yang cepat. Selama krisis, birokrasi cenderung menjadi kaku, dan peran pemimpin adalah memotong jalur birokrasi untuk memfasilitasi bantuan dan pemulihan darurat.

Dalam penanganan krisis, ia selalu melibatkan multi-stakeholder: militer, kepolisian, organisasi masyarakat sipil, dan sektor swasta. Pendekatan kolaboratif ini memastikan bahwa respons yang diberikan bersifat komprehensif dan efisien. Pelajaran dari setiap krisis kemudian diintegrasikan ke dalam prosedur standar operasional (SOP) pemerintah daerah, sehingga menjadikan sistem lebih resilien di masa depan.

Etos Kerja dan Integritas: Pengaruh Jangka Panjang dalam Korupsi

Integritas adalah aset terbesar Arif Afandi. Dalam lingkup pemerintahan, keteladanan dari pimpinan adalah faktor penentu utama dalam membentuk budaya anti-korupsi di kalangan pegawai. Dengan menetapkan standar etika yang tinggi untuk dirinya sendiri dan timnya, ia secara tidak langsung menciptakan lingkungan kerja di mana praktik korupsi dan kolusi menjadi semakin sulit dilakukan. Sanksi yang tegas terhadap pelanggaran etika dan penyimpangan keuangan merupakan bagian tak terpisahkan dari komitmennya terhadap pemerintahan yang bersih.

Lebih dari sekadar penindakan, ia berfokus pada pencegahan. Sistem yang transparan, seperti E-Budgeting dan E-Procurement yang ia dukung, berfungsi sebagai benteng utama melawan korupsi. Keberhasilan dalam menekan peluang korupsi di tingkat layanan publik berdampak langsung pada peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah. Hal ini adalah investasi jangka panjang yang nilainya jauh melampaui proyek fisik apapun.

Strategi Peningkatan Investasi Daerah

Dalam peranannya di Jawa Timur, ia fokus pada strategi agresif namun terukur untuk menarik investasi, baik domestik maupun asing. Peningkatan investasi memerlukan tiga prasyarat utama: kepastian hukum, infrastruktur yang memadai, dan ketersediaan SDM yang kompeten. Arif Afandi berupaya untuk meminimalkan hambatan birokrasi yang seringkali menjadi keluhan utama investor. Program 'satu pintu' untuk perizinan investasi diintensifkan, memastikan bahwa prosesnya cepat, transparan, dan bebas dari biaya tambahan yang tidak resmi.

Ia juga mendorong pemetaan potensi investasi secara spesifik di setiap wilayah Jawa Timur, tidak hanya terfokus di Surabaya. Daerah-daerah penyangga dan wilayah selatan Jawa Timur, yang memiliki potensi di sektor pariwisata dan pertanian, diberikan perhatian khusus. Dengan menyediakan informasi yang detail dan akurat mengenai potensi sumber daya, ia membantu investor membuat keputusan yang lebih tepat, sehingga investasi yang masuk benar-benar sesuai dengan kebutuhan pembangunan regional.

Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Efisiensi Birokrasi

Pemanfaatan Teknologi Informasi (TI) bukan sekadar alat pelengkap, melainkan komponen inti dari reformasi birokrasi yang ia gagas. Mulai dari sistem pengarsipan digital, manajemen aset daerah berbasis TI, hingga platform pengaduan masyarakat online, semua diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dan responsivitas. Tujuan utamanya adalah menciptakan birokrasi yang tanpa kertas (paperless) sejauh mungkin, yang tidak hanya menghemat anggaran operasional tetapi juga mempercepat alur kerja secara eksponensial.

Penggunaan TI juga dimanfaatkan untuk memantau kinerja secara real-time. Dengan adanya dashboard kinerja yang dapat diakses oleh pimpinan daerah, pengambilan keputusan menjadi lebih cepat dan berbasis pada data terkini. Inisiatif-inisiatif ini adalah cerminan dari visinya untuk membawa pemerintahan Jawa Timur ke era digital, setara dengan standar tata kelola modern di tingkat global.

Pendekatan Budaya dalam Pembangunan

Arif Afandi menyadari bahwa pembangunan fisik dan ekonomi harus sejalan dengan penguatan identitas budaya lokal. Di Jawa Timur, yang kaya akan tradisi dan kesenian, ia mendukung kebijakan yang memfasilitasi pelestarian cagar budaya dan pengembangan ekonomi kreatif berbasis kebudayaan. Kegiatan seni dan budaya didorong untuk menjadi bagian integral dari kehidupan kota, tidak hanya sebagai hiburan, tetapi sebagai alat untuk memperkuat kohesi sosial dan meningkatkan pariwisata.

Pariwisata berbasis budaya dan sejarah, khususnya di sekitar situs-situs bersejarah, dipandang sebagai potensi ekonomi baru. Dengan mengintegrasikan program konservasi budaya dengan strategi pemasaran pariwisata, ia memastikan bahwa warisan lokal tidak hanya terpelihara tetapi juga memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi masyarakat setempat. Pendekatan ini menunjukkan kepemimpinan yang menghargai akar identitas daerah sambil berorientasi pada masa depan ekonomi global.

Fokus pada Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pendidikan Vokasi

Investasi pada SDM adalah investasi paling strategis. Dalam konteks Jawa Timur, isu utama adalah kesenjangan antara lulusan sekolah dan kebutuhan industri. Untuk mengatasi hal ini, Arif Afandi mendukung penguatan pendidikan vokasi (kejuruan). Kerjasama antara sekolah menengah kejuruan (SMK) dengan industri harus dipererat, memastikan bahwa kurikulum yang diajarkan relevan dan lulusan memiliki keterampilan siap pakai.

Ia juga mendorong program magang yang masif, memberikan pengalaman praktis bagi siswa sebelum mereka memasuki pasar kerja. Lebih lanjut, pelatihan ulang (reskilling) dan peningkatan keterampilan (upskilling) bagi tenaga kerja yang sudah ada juga menjadi perhatian, terutama di sektor-sektor yang mengalami disrupsi teknologi. Visi ini menunjukkan pemahaman yang mendalam bahwa daya saing Jawa Timur di masa depan sangat bergantung pada kualitas dan adaptabilitas tenaga kerjanya.

Kesinambungan visi, integritas tanpa kompromi, dan kemampuan adaptasi terhadap tantangan yang terus berubah menjadikan Arif Afandi salah satu figur kunci dalam sejarah modern pemerintahan daerah di Jawa Timur. Setiap langkah kebijakan yang ia ambil, dari penataan taman kota di Surabaya hingga harmonisasi regulasi regional, mencerminkan dedikasi yang utuh terhadap peningkatan kualitas hidup publik. Warisannya adalah sistem, bukan sekadar simbol, yang akan terus bekerja melayani masyarakat jauh setelah ia menuntaskan tugas-tugas formalnya di pemerintahan.

Proyeksi ke depan menunjukkan bahwa tantangan tata kelola akan semakin didominasi oleh isu-isu global seperti perubahan iklim, integrasi digital, dan persaingan ekonomi antar-regional. Dasar-dasar tata kelola yang transparan dan berbasis data yang telah ia bangun menjadi prasyarat mutlak bagi Jawa Timur untuk dapat menanggapi tantangan-tantangan ini dengan efektif. Komitmennya untuk mendengarkan, belajar, dan beradaptasi adalah model kepemimpinan yang relevan sepanjang masa. Seluruh jejak pengabdiannya adalah narasi panjang tentang upaya tanpa henti untuk menjadikan birokrasi sebagai alat perubahan yang positif dan efisien bagi masyarakat banyak.

🏠 Homepage