BT Shunt Adalah: Memahami Prosedur Blalock-Taussig untuk Penyakit Jantung Sianotik
BT Shunt adalah singkatan dari prosedur bedah paliatif yang dikenal sebagai Blalock-Taussig Shunt. Prosedur ini merupakan tonggak sejarah dalam kardiologi pediatrik, berfungsi sebagai intervensi penyelamat jiwa bagi bayi dan anak-anak dengan kondisi penyakit jantung bawaan (PJB) sianotik di mana aliran darah ke paru-paru (pulmonary blood flow/PBF) sangat berkurang atau bahkan terhalang. Tujuan utama dari BT Shunt adalah meningkatkan oksigenasi darah dan stabilitas klinis pasien, memberikan waktu bagi pasien untuk tumbuh sebelum dilakukan tindakan korektif definitif yang lebih kompleks.
I. Prinsip Dasar dan Definisi BT Shunt
Prosedur BT Shunt melibatkan penciptaan saluran buatan (anastomosis) yang menghubungkan sirkulasi sistemik (darah beroksigen rendah dari tubuh) ke sirkulasi paru-paru. Dengan kata lain, BT Shunt mengalihkan sebagian darah dari arteri yang biasanya memasok tubuh (seperti arteri subklavia) langsung ke arteri pulmonalis (yang membawa darah ke paru-paru). Peningkatan aliran darah ke paru-paru ini memungkinkan darah mengambil oksigen lebih banyak, mengurangi tingkat sianosis (kebiruan kulit) dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
1.1. Mengapa BT Shunt Diperlukan?
Penyakit jantung bawaan sianotik, seperti Tetralogi Fallot berat, Atresia Pulmonalis, dan Atresia Trikuspid, ditandai oleh kurangnya koneksi atau obstruksi berat pada jalur aliran darah dari jantung ke paru-paru. Akibatnya, darah yang kekurangan oksigen dipompa langsung ke tubuh, menyebabkan sianosis yang parah, hipoksemia, dan seringkali krisis hipersianotik (spells).
Pada bayi baru lahir, duktus arteriosus yang biasanya terbuka (patent ductus arteriosus/PDA) mungkin menyediakan aliran darah paru sementara. Namun, ketika PDA menutup secara alami setelah beberapa hari kehidupan, kondisi bayi dapat memburuk dengan cepat. BT Shunt menggantikan fungsi PDA yang hilang ini, memastikan suplai oksigen yang stabil.
1.2. Jenis-Jenis Utama BT Shunt
Seiring berjalannya waktu, prosedur Blalock-Taussig telah mengalami modifikasi signifikan untuk meningkatkan efikasi dan mengurangi komplikasi:
- BT Shunt Klasik (Original Blalock-Taussig Shunt): Prosedur asli yang melibatkan anastomosis langsung (penyambungan) antara arteri subklavia dan arteri pulmonalis pada sisi yang berlawanan. Prosedur ini kompleks karena memerlukan manipulasi pembuluh darah native secara langsung.
- BT Shunt Modifikasi (Modified Blalock-Taussig Shunt / MBTS): Jenis yang paling umum digunakan saat ini. Prosedur ini menggunakan graft (tabung buatan, biasanya terbuat dari PTFE atau Gore-Tex) untuk menghubungkan arteri sistemik (seringkali arteri subklavia atau arteri brakio-sefalika) ke arteri pulmonalis. Penggunaan graft ini membuat ukuran shunt lebih mudah dikontrol dan meminimalkan risiko kerusakan pembuluh darah asli, khususnya pada anak kecil.
- Shunt Sentral: Menghubungkan aorta asenden (atau arteri anonim) langsung ke arteri pulmonalis utama (main pulmonary artery/MPA). Biasanya digunakan pada kasus di mana anatomi pembuluh darah perifer tidak memadai.
II. Sejarah Revolusioner Blalock-Taussig
Penemuan BT Shunt bukan hanya sebuah pencapaian bedah, tetapi juga kisah luar biasa tentang kolaborasi antara ahli bedah, kardiolog, dan teknisi. Prosedur ini pertama kali berhasil dilakukan pada pasien manusia pada tahun 1944.
2.1. Tokoh Kunci: Blalock, Taussig, dan Vivien Thomas
- Dr. Alfred Blalock: Seorang ahli bedah kepala di Johns Hopkins Hospital. Ia bertanggung jawab atas aspek bedah dan eksperimental prosedur.
- Dr. Helen B. Taussig: Seorang kardiolog anak perintis. Ia adalah orang pertama yang mengidentifikasi secara akurat patofisiologi ‘penyakit biru’ (Tetralogi Fallot) dan mencetuskan gagasan untuk mengalihkan darah ke paru-paru.
- Vivien Thomas: Seorang teknisi bedah kulit hitam yang otodidak. Kontribusinya sangat krusial; ia mengembangkan model hewan dan teknik bedah yang digunakan oleh Blalock. Tanpa keahlian Thomas dalam menyusun model eksperimental yang presisi, prosedur ini mungkin tidak akan berhasil dikembangkan pada manusia.
Prosedur pertama kali dilakukan pada Eileen Saxon, seorang bayi berusia 15 bulan yang menderita Tetralogi Fallot yang parah. Keberhasilan operasi ini membuka era baru dalam pengobatan PJB sianotik, mengubah prognosis dari penyakit yang sebelumnya hampir selalu fatal menjadi kondisi yang dapat diatasi.
III. Indikasi Klinis dan Patofisiologi
Keputusan untuk melakukan BT Shunt didasarkan pada penilaian klinis yang ketat mengenai seberapa parah hipoksia pasien dan ketidakmampuan sirkulasi paru untuk menopang kehidupan.
3.1. Kondisi yang Membutuhkan BT Shunt
BT Shunt biasanya diindikasikan sebagai prosedur paliatif pada bayi atau anak kecil yang belum siap menjalani operasi korektif total. Kondisi utama meliputi:
- Tetralogi Fallot (TOF) dengan Atresia Pulmonalis (AP): Salah satu indikasi paling umum. PBF sangat bergantung pada PDA.
- Atresia Pulmonalis dengan Septum Ventrikel Utuh: Ketergantungan total pada PDA untuk PBF.
- Atresia Trikuspid: Kondisi di mana tidak ada koneksi langsung antara atrium kanan dan ventrikel kanan, menyebabkan hipoplasia ventrikel kanan dan PBF yang berkurang.
- Ventrikel Tunggal Fungsional: Digunakan sebagai bagian dari strategi bertahap (seperti Fontan pathway) untuk memastikan pertumbuhan yang memadai pada arteri pulmonalis.
- Hipoplasia Jantung Kiri (HLHS): Meskipun jarang, shunt dapat digunakan dalam skenario tertentu sebelum prosedur Norwood.
3.2. Penilaian Pre-Operasi
Sebelum operasi, evaluasi diagnostik menyeluruh sangat penting, termasuk ekokardiografi untuk mengukur ukuran ventrikel dan arteri pulmonalis, serta kateterisasi jantung untuk mengukur tekanan arteri pulmonalis dan resistensi vaskular paru. Ukuran arteri pulmonalis (disebut juga Z-score) adalah faktor krusial, karena shunt yang berhasil harus mendorong pertumbuhan pembuluh darah paru yang memadai agar operasi definitif di masa depan dapat dilakukan.
IV. Teknik Bedah Modified Blalock-Taussig Shunt (MBTS)
MBTS telah menjadi standar emas karena kemampuannya untuk mengontrol aliran darah dan mengurangi risiko iskemia pada lengan yang dipasangi arteri subklavia, masalah yang umum terjadi pada prosedur klasik.
4.1. Pemilihan Lokasi Shunt dan Ukuran Graft
Shunt biasanya ditempatkan di sisi yang berlawanan dari lengkungan aorta (aortic arch), namun penempatan yang paling umum adalah pada sisi kanan (karena anatomi pembuluh darah yang lebih menguntungkan). Pemilihan ukuran diameter graft (misalnya, 3.0 mm, 3.5 mm, atau 4.0 mm) adalah keputusan kritis yang menentukan jumlah aliran darah paru.
- Graft Terlalu Kecil: Aliran darah paru tidak cukup, sianosis persisten.
- Graft Terlalu Besar (Overshunting): Dapat menyebabkan kelebihan aliran darah (pulmonary overcirculation) yang mengakibatkan gagal jantung kongestif dan, dalam jangka panjang, hipertensi pulmonal yang tidak dapat diperbaiki.
Dokter bedah harus menyeimbangkan kebutuhan oksigenasi dengan risiko overcirculation. Umumnya, graft yang lebih kecil digunakan pada bayi yang sangat muda dan kecil.
4.2. Langkah-Langkah Operasi
Operasi MBTS biasanya dilakukan tanpa menggunakan mesin pintas jantung (bypass jantung-paru), meskipun kondisi ini mungkin berbeda tergantung kebijakan institusi dan kondisi pasien.
- Pendekatan Bedah: Insisi dibuat melalui torakotomi (pembukaan dada) di sisi tempat shunt akan ditempatkan.
- Identifikasi Pembuluh Darah: Arteri subklavia atau pembuluh sistemik lain diisolasi, demikian pula Arteri Pulmonalis.
- Pemasangan Graft: Setelah arteri sistemik diklem sebentar, graft Gore-Tex dipotong sesuai panjang yang dibutuhkan dan disambungkan ke arteri sistemik. Anastomosis ini harus dibuat sehalus mungkin untuk meminimalkan turbulensi dan risiko trombosis.
- Anastomosis ke Arteri Pulmonalis: Ujung lain graft disambungkan ke salah satu cabang Arteri Pulmonalis. Klem dilepas, dan aliran darah ke paru-paru segera meningkat.
- Pemantauan dan Penutupan: Shunt diperiksa untuk memastikan aliran yang baik dan tekanan yang optimal. Saturasi oksigen pasien biasanya meningkat segera. Dada ditutup setelah memastikan hemostasis yang sempurna.
V. Manajemen Pasca Operasi dan Pemulihan Jangka Pendek
Periode pasca operasi segera, yang biasanya dihabiskan di Unit Perawatan Intensif Jantung (CICU), adalah masa kritis. Keberhasilan BT Shunt sangat bergantung pada manajemen intensif yang cermat.
5.1. Pemantauan Hemodinamik Kritis
Pasien harus dipantau secara ketat untuk mendeteksi tanda-tanda kegagalan shunt atau komplikasi hemodinamik:
- Saturasi Oksigen (SpO2): Target saturasi setelah BT Shunt biasanya berada di kisaran 75% hingga 85%. Saturasi yang terlalu rendah menunjukkan shunt gagal atau terlalu kecil. Saturasi yang mendekati 100% menunjukkan overshunting, yang dapat membebani ventrikel dan menyebabkan edema paru.
- Tekanan Darah Sistemik: Mempertahankan tekanan darah yang memadai sangat penting, karena tekanan ini adalah kekuatan pendorong aliran melalui shunt. Hipotensi dapat menyebabkan aliran shunt melambat, memicu trombosis.
- Pengelolaan Cairan dan Inotropik: Obat inotropik (seperti Dopamin atau Milrinone) sering digunakan untuk mendukung fungsi jantung. Pengelolaan cairan harus seimbang untuk menghindari gagal ginjal dan edema paru.
5.2. Risiko Trombosis Shunt dan Antikoagulasi
Trombosis (pembekuan darah) adalah komplikasi pasca operasi yang paling ditakuti dan dapat mengancam jiwa. Graft buatan memiliki permukaan yang tidak alami, yang memicu pembentukan bekuan darah, terutama jika aliran melambat. Strategi pencegahan meliputi:
- Terapi Antiplatelet: Penggunaan aspirin dosis rendah sering dimulai segera setelah operasi dan dilanjutkan selama shunt berfungsi.
- Antikoagulasi (Heparin): Pada beberapa pusat, heparin dosis rendah dapat digunakan, terutama pada hari-hari pertama pasca operasi, atau pada pasien dengan risiko trombosis tinggi.
- Monitoring Aliran: Pemeriksaan Doppler atau ekokardiografi berkala digunakan untuk memastikan shunt tetap terbuka (patent).
5.3. Penanganan Komplikasi Dini
Komplikasi yang mungkin terjadi dalam minggu pertama pasca operasi meliputi:
- Gagal Shunt Akut: Biasanya karena trombosis atau kinking (tertekuknya) graft. Membutuhkan intervensi segera, baik berupa trombektomi bedah atau trombolisis kateter.
- Krisis Hipertensi Pulmonal: Meskipun jarang terjadi pada MBTS, jika terjadi overshunting parah, paru-paru dapat mengalami kelebihan beban aliran yang tiba-tiba.
- Infeksi Shunt: Infeksi pada graft buatan sangat serius dan biasanya memerlukan pengangkatan shunt dan pemberian antibiotik yang berkepanjangan.
VI. Pertumbuhan Arteri Pulmonalis dan Prognosis Jangka Panjang
BT Shunt adalah jembatan menuju operasi korektif definitif. Keberhasilan jangka panjang dinilai dari dua faktor utama: fungsi shunt yang berkelanjutan dan pertumbuhan Arteri Pulmonalis (AP).
6.1. Tujuan Pertumbuhan Vaskular Paru
Tujuan utama dari shunt yang berfungsi baik adalah untuk memastikan bahwa AP kanan dan kiri menerima aliran darah yang cukup untuk tumbuh dan berkembang secara proporsional. Arteri Pulmonalis yang hipoplastik (kurang berkembang) akan membuat operasi definitif (seperti koreksi total Tetralogi Fallot atau prosedur Fontan) menjadi sangat sulit, atau bahkan tidak mungkin.
Echocardiogram berkala dan MRI digunakan untuk memetakan dan mengukur perkembangan vaskulatur paru. Jika shunt terlalu kecil, pasien mungkin memerlukan revaskularisasi melalui kateterisasi intervensi atau bahkan penempatan shunt kedua.
6.2. Waktu untuk Koreksi Definitif
BT Shunt biasanya dirancang untuk bertahan selama beberapa bulan hingga beberapa tahun. Waktu untuk operasi definitif bergantung pada:
- Pertumbuhan Pasien: Pasien harus mencapai berat badan dan usia yang memadai untuk mentolerir operasi yang lebih lama dan invasif.
- Perkembangan AP: AP harus cukup besar.
- Kondisi Klinis: Indikasi untuk melepas shunt dan melakukan koreksi total adalah ketika pasien menunjukkan tanda-tanda overshunting (gagal jantung kongestif) atau, yang lebih umum, ketika pasien mulai ‘tumbuh’ melampaui kemampuan shunt (yaitu, kebutuhan oksigenasi meningkat, tetapi aliran shunt tidak dapat mengimbanginya, menyebabkan penurunan saturasi yang progresif).
6.3. Pelepasan Shunt (Shunt Takedown)
Ketika koreksi definitif dilakukan, graft BT Shunt diikat atau dilepas seluruhnya. Hal ini diperlukan karena sirkulasi sistemik yang baru (setelah koreksi) tidak lagi membutuhkan aliran tambahan, dan mempertahankan shunt akan menyebabkan overcirculation yang merusak sirkulasi paru yang baru diperbaiki.
VII. Komplikasi Khusus dan Tantangan Jangka Menengah
Meskipun BT Shunt sangat efektif, prosedur ini bukannya tanpa tantangan yang memerlukan pengawasan medis yang berkelanjutan.
7.1. Distorsi Arteri Pulmonalis
Salah satu komplikasi klasik yang lebih sering terlihat pada BT Shunt Klasik (namun juga dapat terjadi pada MBTS) adalah distorsi atau stenosis (penyempitan) di lokasi anastomosis pada Arteri Pulmonalis. Stenosis ini dapat menghambat aliran darah ke paru-paru dan memerlukan intervensi kateter (seperti angioplasti balon) atau bedah tambahan untuk memperbaiki cabang AP sebelum koreksi definitif.
7.2. Konsekuensi pada Arteri Sistemik
Karena shunt mengambil darah dari arteri sistemik (misalnya subklavia), aliran darah ke lengan sisi tersebut berkurang. Meskipun jarang, ini dapat menyebabkan:
- Iskemia Lengan: Aliran yang tidak memadai ke lengan, biasanya hanya terjadi pada BT Shunt Klasik.
- Perbedaan Tekanan Darah: Tekanan darah pada lengan di sisi shunt mungkin lebih rendah daripada sisi yang berlawanan.
7.3. Fenomena Pencurian Darah (Steal Phenomenon)
Shunt yang terlalu besar dapat menyebabkan aliran darah sistemik 'dicuri' oleh sirkulasi paru, terutama pada fase diastol. Hal ini dapat mengurangi perfusi (aliran darah) ke organ vital lainnya, termasuk pembuluh koroner, berpotensi menyebabkan iskemia miokard, meskipun ini adalah komplikasi yang jarang dan umumnya terkait dengan overshunting parah.
VIII. Peran Modifikasi dan Inovasi dalam Kardiologi Paliatif
8.1. Peran Stenting Ductus Arteriosus sebagai Alternatif
Dalam beberapa kasus, terutama pada bayi yang sangat kecil atau berisiko tinggi, kardiolog intervensi dapat memilih untuk melakukan stenting pada duktus arteriosus (saluran alami yang seharusnya menutup). Stenting PDA dapat mempertahankan PBF secara minimal invasif, memberikan keuntungan untuk menunda operasi besar hingga pasien lebih besar dan lebih kuat. Namun, BT Shunt tetap menjadi pilihan yang lebih stabil dan tahan lama untuk PBF dalam jangka menengah.
8.2. Shunt Tipe Sano (Central Shunt)
Untuk pasien dengan ventrikel tunggal fungsional (seperti HLHS), prosedur Norwood, langkah pertama dalam rangkaian Fontan, seringkali menyertakan Shunt Sano. Shunt Sano menghubungkan Ventrikel Kanan (melalui graft) langsung ke Arteri Pulmonalis. Keuntungan utama dari Shunt Sano dibandingkan MBTS adalah menjaga tekanan darah diastolik sistemik tetap lebih tinggi dan berpotensi mengurangi beban volume pada ventrikel fungsional. Pilihan antara Sano dan MBTS adalah salah satu perdebatan utama dalam manajemen HLHS.
8.3. Aspek Farmakologi Jangka Panjang
Manajemen jangka panjang sering melibatkan terapi farmakologi untuk mendukung shunt dan sirkulasi sistemik. Selain antiplatelet, pasien mungkin memerlukan diuretik (untuk mengatasi kelebihan cairan jika ada sedikit overshunting) dan obat untuk membantu pertumbuhan (seperti nutrisi yang diperkaya dan dukungan endokrinologis jika pertumbuhan terhambat).
IX. Aspek Psikososial dan Kualitas Hidup Pasien BT Shunt
Intervensi bedah seperti BT Shunt memiliki dampak signifikan pada kualitas hidup anak dan keluarga. Meningkatnya saturasi oksigen secara dramatis memperbaiki toleransi latihan, kemampuan makan, dan pertumbuhan keseluruhan.
9.1. Perbaikan Kualitas Hidup Anak
Sebelum shunt, anak-anak sering mengalami kelelahan ekstrem, kesulitan makan (yang menyebabkan kegagalan pertumbuhan, atau failure to thrive), dan keterbatasan aktivitas fisik. Setelah shunt berhasil, perbaikan PBF memungkinkan peningkatan kapasitas fisik, yang berdampak positif pada perkembangan motorik dan kognitif.
9.2. Dukungan Keluarga dan Perawatan Kronis
Orang tua memerlukan edukasi ekstensif mengenai manajemen shunt, terutama pengenalan dini tanda-tanda kegagalan shunt (misalnya, sianosis yang memburuk, perubahan perilaku, atau kesulitan bernapas). Perawatan PJB adalah perjalanan kronis, dan sistem dukungan sosial dan psikologis sangat penting untuk menghadapi operasi bertahap dan ketidakpastian jangka panjang.
9.3. Transisi Perawatan
Ketika anak yang menjalani BT Shunt bertumbuh dan mencapai usia remaja atau dewasa muda, terjadi transisi perawatan dari kardiolog anak ke spesialis Penyakit Jantung Bawaan Dewasa (Adult Congenital Heart Disease/ACHD). Meskipun shunt akan dilepas pada saat koreksi definitif dilakukan, bekas luka bedah dan perubahan sirkulasi yang diinduksi oleh shunt harus dipantau seumur hidup.
X. Mekanisme Seluler dan Respons Endotel Terhadap Shunt
Untuk memahami sepenuhnya keberhasilan BT Shunt, perlu dipahami bagaimana tubuh merespons aliran darah yang tinggi dan tekanan yang berubah di arteri pulmonalis. Ini melibatkan studi mendalam tentang lapisan sel endotel pembuluh darah.
10.1. Peran Aliran Geser (Shear Stress)
Aliran darah yang ditingkatkan melalui BT Shunt menghasilkan peningkatan tekanan aliran geser (shear stress) pada dinding arteri pulmonalis. Peningkatan aliran geser ini adalah sinyal mekanis vital yang merangsang sel-sel endotel untuk melepaskan zat vasoaktif, seperti Nitric Oxide (NO). Pelepasan NO ini menyebabkan vasodilatasi dan remodelling pembuluh darah paru, yang secara krusial mendorong pertumbuhan arteri pulmonalis (AP) dan penurunan resistensi vaskular paru.
Jika aliran geser tidak memadai (shunt terlalu kecil), pertumbuhan AP terhambat. Sebaliknya, aliran yang terlalu tinggi (overshunting) dapat menyebabkan kerusakan endotel dan fibrosis, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penyakit vaskular paru ireversibel (Hipertensi Pulmonal).
10.2. Angiogenesis dan Vaskulogenesis
Shunt yang sukses mendorong angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru) dan vaskulogenesis (pengembangan struktur pembuluh darah). Aliran yang ditingkatkan dari sirkulasi sistemik membawa lebih banyak faktor pertumbuhan dan sitokin yang diperlukan untuk perbaikan dan pembangunan jaringan vaskular paru, memastikan sirkulasi paru siap untuk menanggung seluruh curah jantung setelah koreksi definitif.
10.3. Pengaruh pada Darah Sistemik
Kehadiran shunt juga memengaruhi darah sistemik, terutama dalam hal hematologi. Pasien dengan PJB sianotik sering mengalami polisitemia sekunder (peningkatan produksi sel darah merah) sebagai respons terhadap hipoksia kronis. BT Shunt yang berhasil mengurangi hipoksia, yang secara bertahap menormalisasi kadar hemoglobin dan hematokrit, mengurangi risiko komplikasi hiperviskositas seperti stroke.
XI. Metode Evaluasi dan Monitoring Lanjutan
Monitoring patensi dan fungsi shunt seiring waktu memerlukan serangkaian alat diagnostik canggih selain ekokardiografi rutin.
11.1. Pencitraan Resonansi Magnetik Jantung (CMR)
CMR telah menjadi alat penting. Ia memberikan gambaran anatomi yang detail dari cabang-cabang arteri pulmonalis, mengukur kecepatan aliran (velocity flow) melalui shunt dan pembuluh darah paru, serta menilai fungsi ventrikel. CMR sangat efektif dalam mendeteksi stenosis pada cabang AP yang mungkin tidak terlihat jelas pada ekokardiografi.
11.2. Kateterisasi Jantung Diagnostik dan Intervensi
Pada titik tertentu dalam perjalanan klinis pasien, kateterisasi jantung mungkin diperlukan. Tujuan utamanya adalah:
- Mengukur tekanan aktual di Arteri Pulmonalis (PA pressure) dan resistensi vaskular paru (PVR) sebelum operasi korektif.
- Melakukan intervensi pada shunt yang mulai menyempit (misalnya, menggunakan balon angioplasti untuk dilatasi) atau pada stenosis cabang AP.
11.3. Biomarker dan Fungsi Endotel
Di masa depan, penggunaan biomarker serum untuk menilai kesehatan endotel dan risiko trombosis akan menjadi lebih umum. Pengukuran molekul adhesi dan faktor pertumbuhan sirkulasi dapat memberikan peringatan dini tentang potensi disfungsi shunt, memungkinkan intervensi pencegahan sebelum kegagalan shunt terjadi.
XII. Pertimbangan Khusus pada Bayi Prematur dan Berat Badan Rendah
Melakukan BT Shunt pada bayi dengan berat badan di bawah 2.5 kg menyajikan tantangan bedah dan manajemen yang unik.
12.1. Risiko dan Proporsionalitas
Pada bayi prematur, pembuluh darah sistemik (seperti arteri subklavia) sangat kecil, membuat anastomosis graft sangat sulit dan meningkatkan risiko trombosis. Selain itu, bayi prematur memiliki paru-paru yang lebih rentan terhadap kerusakan akibat overshunting atau fluktuasi tekanan darah. Manajemen ventilasi dan cairan harus sangat hati-hati.
12.2. Ukuran Graft Minimal
Dokter bedah sering menggunakan graft berdiameter minimal (misalnya, 3.0 mm atau bahkan 2.5 mm pada kasus ekstrem) untuk mencegah overcirculation. Namun, graft yang terlalu kecil memiliki laju oklusi (penutupan) yang lebih tinggi. Keseimbangan yang rumit harus dicapai untuk memastikan aliran yang memadai tanpa membebani jantung yang belum matang.
12.3. Peran Terapi Prostaglandin
Pada bayi prematur yang sangat bergantung pada PDA, infus Prostaglandin E1 sering dipertahankan hingga saat operasi BT Shunt. Hal ini memastikan suplai oksigen yang stabil selama prosedur induksi anestesi dan pembedahan, meminimalkan risiko dekompensasi akut.
XIII. Kesimpulan
BT Shunt adalah prosedur bedah paliatif yang revolusioner dan tetap menjadi intervensi penyelamat jiwa bagi ribuan anak di seluruh dunia yang lahir dengan penyakit jantung bawaan sianotik. Dari penemuan historisnya di Johns Hopkins hingga modifikasi modern menggunakan graft Gore-Tex, prosedur ini secara efektif menciptakan jembatan yang memungkinkan pertumbuhan pasien dan perkembangan arteri pulmonalis yang penting, mempersiapkan mereka untuk operasi korektif total di kemudian hari.
Manajemen BT Shunt memerlukan pemantauan multidisiplin yang ketat, fokus pada pencegahan trombosis, kontrol hemodinamik yang tepat, dan pemastian bahwa tujuan utama tercapai: pertumbuhan vaskular paru yang optimal. Dengan kemajuan teknologi pencitraan dan teknik bedah, prognosis bagi pasien yang membutuhkan BT Shunt terus membaik, menggarisbawahi pentingnya inovasi berkelanjutan dalam bidang kardiologi pediatrik.