Ilustrasi: Simbol Petunjuk dan Kebijaksanaan
Al-Qur'an, sebagai petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia, senantiasa menyajikan ayat-ayat yang sarat makna dan relevan di setiap zaman. Di antara lautan hikmah tersebut, Surah An Nisa ayat 80 hingga 86 menawarkan sebuah kompas moral dan spiritual yang fundamental. Ayat-ayat ini bukan sekadar bacaan, melainkan panduan yang membimbing kaum beriman dalam menghadapi berbagai situasi, meneguhkan prinsip, dan meningkatkan kualitas diri. Memahami dan mengamalkan kandungannya adalah kunci untuk meraih ketenangan dan keberkahan dalam kehidupan.
Ayat kedelapan puluh dari Surah An Nisa dimulai dengan penegasan mutlak terhadap ketaatan kepada Allah Swt. Firman-Nya berbunyi:
"Siapa yang menaati Rasul, sungguh ia menaati Allah. Dan siapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad) sebagai pemelihara mereka." (QS. An Nisa: 80)
Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa menaati Rasulullah Muhammad Saw. adalah esensial dan sama dengan menaati Allah Swt. Rasul adalah utusan yang membawa risalah dan petunjuk dari Sang Pencipta. Segala perintah dan larangan beliau yang sesuai dengan wahyu Allah adalah cerminan dari kehendak ilahi. Barangsiapa yang enggan mengikuti ajaran yang dibawa Rasul, maka ia sebenarnya sedang menjauhkan diri dari rahmat dan petunjuk Allah. Allah tidak menjadikan Nabi Muhammad sebagai penjaga atas setiap individu, yang berarti setiap orang bertanggung jawab atas pilihannya sendiri dalam menerima atau menolak kebenaran. Ini menekankan pentingnya kesadaran diri dan kemauan untuk tunduk pada ajaran agama.
Selanjutnya, ayat 81 melanjutkan diskusi tentang komitmen dan integritas:
"Dan mereka (orang munafik) berkata: 'Kami patuh.' Tetapi apabila mereka pergi dari sisimu, sebagian dari mereka menyusun siasat pada malam hari (berbeda) dengan apa yang mereka katakan. Dan Allah mencatat apa yang mereka rahasiakan. Maka berpalinglah engkau (Nabi Muhammad) dari mereka, dan bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai pelindung." (QS. An Nisa: 81)
Ayat ini menyoroti sifat orang-orang munafik yang hanya menunjukkan kepatuhan di hadapan Nabi, namun memiliki niat dan rencana lain di belakang layar. Allah Maha Mengetahui segala rahasia dan rencana tersembunyi mereka. Oleh karena itu, umat Islam diperintahkan untuk tidak terlalu ambil pusing dengan perkataan dan tipu daya mereka, melainkan fokus pada ketawakalan kepada Allah. Ini mengajarkan kita untuk tidak tertipu oleh penampilan luar dan meyakini bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Kepercayaan penuh kepada Allah adalah pondasi ketenangan dalam menghadapi orang-orang yang tidak tulus.
Ayat 82-83 kemudian membawa kita pada keajaiban Al-Qur'an itu sendiri:
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an? Kalau sekiranya Al-Qur'an itu datang dari selain Allah, tentulah mereka menemukan banyak pertentangan di dalamnya." (QS. An Nisa: 82)
"Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, mereka segera menyiarkannya. Padahal kalau mereka menyampaikannya kepada Rasul dan kepada pemimpin mereka yang dapat mengambil kesimpulan di antara mereka, tentulah berita itu dapat diuji oleh orang-orang yang dapat menyimpulkannya dari mereka. Dan kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja." (QS. An Nisa: 83)
Ayat 82 merupakan tantangan dan seruan untuk merenungi Al-Qur'an. Ketidakadaan pertentangan dan kontradiksi dalam Al-Qur'an adalah bukti otentik bahwa kitab suci ini berasal dari Allah. Ini adalah mukjizat intelektual yang membuktikan kebenaran wahyu. Ayat 83, di sisi lain, mengkritisi perilaku menyebarkan berita tanpa verifikasi, terutama terkait isu keamanan atau ketakutan. Ini mengajarkan pentingnya tabayyun (klarifikasi) dan mencari sumber yang terpercaya sebelum menyebarkan informasi. Mengembalikan urusan kepada Rasul dan pemimpin yang berilmu adalah cara untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekacauan. Pengingat akan karunia Allah yang melindungi kita dari kesesatan setan juga menjadi penegasan pentingnya terus berpegang teguh pada ajaran-Nya.
Selanjutnya, ayat 84-85 berbicara tentang tanggung jawab individu dan sikap terhadap peperangan:
"Maka berperanglah engkau (Nabi Muhammad) di jalan Allah; tidaklah engkau dibebani melainkan dengan dirimu sendiri. Kobarkanlah semangat orang-orang mukmin (untuk berjihad). Mudah-mudahan Allah menolak kekuatan orang-orang yang tidak percaya itu. Dan Allah sangat besar kekuatan-Nya dan sangat berat siksa-Nya." (QS. An Nisa: 84)
"Barangsiapa memberikan pertolongan (dalam kebaikan), niscaya ia mendapat bagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi pertolongan (dalam kejahatan), niscaya ia mendapat bagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Mengawasi segala sesuatu." (QS. An Nisa: 85)
Ayat 84 menekankan bahwa setiap individu bertanggung jawab atas tindakannya sendiri, terutama dalam perjuangan membela kebenaran (jihad). Nabi Muhammad diperintahkan untuk memimpin pertempuran dan membangkitkan semangat para sahabat. Kemenangan atau kekalahan adalah urusan Allah, namun usaha maksimal adalah kewajiban manusia. Ayat ini juga mengingatkan bahwa Allah memiliki kekuatan yang lebih dahsyat untuk menghukum orang-orang yang mengingkari kebenaran. Ayat 85 kemudian memperluas konsep kontribusi, bukan hanya dalam peperangan, tetapi juga dalam segala bentuk interaksi. Memberikan dukungan atau pertolongan dalam kebaikan akan mendatangkan pahala, sedangkan dukungan dalam keburukan akan mendatangkan dosa. Ini adalah pengingat kuat tentang akuntabilitas atas setiap tindakan sosial yang kita lakukan.
Terakhir, ayat 86 memberikan penutup yang tegas mengenai balasan atas perbuatan:
"Dan apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan (ucapan salam), maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (setidaknya) dengan yang serupa. Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu." (QS. An Nisa: 86)
Ayat ini mengajarkan adab dalam berinteraksi, khususnya dalam membalas salam. Ajaran ini menekankan pentingnya kebaikan dalam setiap perlakuan, bahkan dalam hal yang sekecil salam. Membalas dengan yang lebih baik menunjukkan kemurahan hati, sementara membalas dengan yang serupa tetap menunjukkan penghargaan. Penutup ayat ini kembali menegaskan bahwa Allah Maha Teliti dalam memperhitungkan setiap perbuatan hamba-Nya. Tidak ada satu pun kebaikan atau keburukan yang luput dari perhitungan-Nya. Ini menjadi motivasi untuk senantiasa berbuat baik dan berhati-hati dalam setiap ucapan dan tindakan.
Secara keseluruhan, Surah An Nisa ayat 80-86 memberikan pelajaran komprehensif tentang pentingnya ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, kewaspadaan terhadap kemunafikan, keajaiban Al-Qur'an, tanggung jawab individu, sikap dalam perjuangan membela kebenaran, serta etika dalam berinteraksi. Ayat-ayat ini merupakan bingkai moral yang kokoh untuk membimbing umat Islam dalam menjalani kehidupan yang penuh makna dan ridha Allah.