Memahami Surat An-Nahl Ayat 58 dan 59

Visualisasi pesan ketuhanan

Teks dan Arti Surat An-Nahl Ayat 58 dan 59

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُم بِالْأُنثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ

Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar tentang (kelahiran) anak perempuan, gelaplah (kusamlah) wajahnya, dan dia sangat marah.

يَتَوَارَىٰ مِنَ الْقَوْمِ مِن سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ ۚ أَيُمْسِكُهُ عَلَىٰ هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ ۗ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ

Ia menyembunyikan dirinya dari kaumnya karena buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah ia akan memeliharanya dengan kehinaan ataukah akan menguburnya hidup-hidup ke dalam tanah? Sungguh, keputusan mereka itu sangatlah buruk.

Konteks dan Penjelasan Ayat

Dua ayat yang mulia ini, Surat An-Nahl (Lebah) ayat 58 dan 59, menyoroti salah satu praktik sosial paling kejam dan menyedihkan yang lazim terjadi di masa Jahiliyah (sebelum datangnya Islam) di Jazirah Arab, yaitu tradisi mengubur bayi perempuan hidup-hidup. Ayat-ayat ini berfungsi sebagai teguran keras dari Allah SWT terhadap perlakuan diskriminatif dan penghinaan terhadap kaum wanita.

Mengapa Kelahiran Anak Perempuan Menjadi "Berita Buruk"?

Di tengah masyarakat yang sangat patriarkal dan mengagungkan kekuatan suku (yang seringkali diasosiasikan dengan laki-laki), kelahiran anak perempuan dipandang sebagai aib atau beban. Ada beberapa alasan utama di balik pandangan ini:

  1. Ketakutan akan Dipermalukan: Ada kekhawatiran bahwa anak perempuan bisa dipermalukan, dilecehkan, atau bahkan menjadi tawanan perang, yang semuanya dianggap mencoreng kehormatan suku atau keluarga.
  2. Beban Ekonomi: Anak perempuan tidak secara langsung berkontribusi pada kekuatan militer suku atau warisan nama keluarga seperti anak laki-laki.
  3. Anggapan Status Rendah: Secara filosofis, mereka dianggap memiliki status sosial yang jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki.

Ayat 58 menggambarkan reaksi emosional yang sangat kuat ketika kabar kelahiran anak perempuan datang: wajah menjadi kusam (hitam karena menahan amarah dan rasa malu), dan perasaan sesak di dada (kadzim).

Pilihan Keji dan Keputusan yang Buruk

Ayat 59 kemudian melanjutkan dengan menjelaskan dua pilihan mengerikan yang dihadapi ayah tersebut:

  1. Memelihara dengan Kehinaan ('ala hunin): Membiarkan anak itu hidup, namun dalam kondisi terhina, dipandang sebelah mata, dan mungkin tidak diberi hak yang layak.
  2. Mengubur Hidup-hidup (yadussuhu fi turab): Praktik wa'dul banat (penguburan bayi perempuan) yang dilakukan untuk menghindari rasa malu sosial.

Penutup ayat ini memberikan vonis ilahi yang tegas: "Sungguh, keputusan mereka itu sangatlah buruk." (Ala sa'a ma yahkumun). Allah SWT menolak total penilaian mereka yang menganggap makhluk ciptaan-Nya hanya berdasarkan jenis kelamin.

Pelajaran Penting dari Ayat Ini

Surat An-Nahl ayat 58 dan 59 adalah tonggak penting dalam sejarah peradaban manusia. Islam datang untuk menghapus diskriminasi tersebut dan menegaskan bahwa nilai seorang manusia tidak ditentukan oleh jenis kelaminnya, melainkan oleh ketakwaannya. Ayat ini mengingatkan umat Islam untuk menghargai setiap anugerah keturunan, baik laki-laki maupun perempuan, dan memperlakukan semua anak dengan kasih sayang dan keadilan. Perubahan paradigma ini merupakan salah satu kontribusi terbesar Islam bagi kemanusiaan di awal abad ke-7 Masehi.

Renungan terhadap ayat-ayat ini mengajarkan kita untuk selalu mengembalikan standar nilai pada hukum Allah, bukan pada prasangka atau adat istiadat manusia yang keliru. Setiap anak adalah rezeki, dan menjadi orang tua adalah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab moral dan spiritual.

🏠 Homepage