Al-Qur'an adalah kitab suci yang tidak hanya berisi petunjuk moral dan hukum bagi umat manusia, tetapi juga menyimpan banyak deskripsi mendalam tentang ciptaan Allah di alam semesta. Salah satu ayat yang seringkali menjadi perenungan mendalam bagi para ilmuwan dan pejalan spiritual adalah Surat An-Nahl (Lebah) ayat ke-68. Ayat ini secara eksplisit menunjuk pada salah satu makhluk kecil yang memiliki peran besar dalam ekosistem dan kehidupan manusia, yaitu lebah.
Ayat ini berfungsi sebagai bukti nyata atas kekuasaan dan kebijaksanaan Sang Pencipta. Ketika manusia merenungkan bagaimana sebuah serangga kecil dapat menjadi produsen makanan yang sangat bermanfaat (madu), kesadaran akan kebesaran Allah SWT akan semakin menguat. Ayat 68 An-Nahl ini adalah contoh utama dari 'ayat-ayat kauniyah' (tanda-tanda alam semesta) yang mendorong kita untuk berfikir kritis dan bertafakur.
Ilustrasi simbolis lebah dan proses pencarian nektar.
Berikut adalah bunyi dari Surat An-Nahl ayat ke-68, yang merupakan wahyu langsung dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW:
Aspek yang paling mencolok dari surat an nahl 68 adalah penggunaan kata "أَوْحَىٰ" (wahyu). Dalam konteks ilahi, wahyu biasanya merujuk pada komunikasi Allah kepada para nabi dan rasul. Namun, di sini, kata tersebut digunakan untuk menggambarkan perintah dan insting yang ditanamkan Allah kepada lebah. Ini menunjukkan bahwa bimbingan ilahi tidak terbatas pada manusia; setiap ciptaan memiliki petunjuk eksistensialnya.
Wahyu ini memberikan tiga lokasi utama bagi lebah untuk membangun sarangnya:
Penting untuk memahami bahwa 'wahyu' kepada lebah bukanlah wahyu dalam artian penerimaan syariat, melainkan ilham atau insting yang sempurna. Lebah membangun sarangnya dalam bentuk heksagonal yang sangat efisien secara struktural dan matematis. Mereka secara otomatis mengetahui bagaimana mengumpulkan nektar, memprosesnya menjadi madu (yang kemudian dijelaskan lebih lanjut di ayat-ayat berikutnya sebagai penyembuh), dan menjaga struktur sarang tanpa pernah menerima pelajaran formal.
Ayat ini mengajarkan bahwa kerumitan dan kesempurnaan dalam sistem alam adalah cerminan langsung dari kebijaksanaan Sang Pencipta. Jika seekor lebah, yang hanya memiliki otak sekecil titik, dapat melaksanakan perintah ini dengan presisi mutlak, betapa jauh lebih sempurnanya bimbingan yang diberikan Allah kepada manusia melalui Al-Qur'an.
Renungan terhadap surat an nahl 68 memberikan pelajaran penting bagi kehidupan bermasyarakat. Lebah adalah simbol kerja keras, organisasi, dan kontribusi. Mereka bekerja tanpa pamrih demi keberlangsungan koloni, dan hasil kerja mereka (madu) menjadi manfaat bagi makhluk lain, termasuk manusia.
Sebagai umat Islam, kita didorong untuk meneladani sifat-sifat tersebut: bekerja keras, memiliki organisasi yang baik dalam komunitas, dan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Kegigihan lebah dalam mencari sumber makanan, menavigasi jarak jauh, dan kembali ke sarang yang ditentukan, adalah metafora kuat bagi perjalanan spiritual seorang mukmin yang harus fokus pada tujuan akhir penciptaannya, yaitu mencari ridha Allah.
Surat An-Nahl ayat 68 adalah salah satu permata dalam Al-Qur'an yang menghubungkan keimanan dengan observasi alam. Ayat ini menegaskan bahwa Allah adalah Pengatur Agung yang tidak hanya membimbing umat manusia melalui wahyu kenabian, tetapi juga mengarahkan setiap ciptaan-Nya, dari bintang terjauh hingga lebah terkecil, dengan sistem yang sempurna dan terencana. Dengan merenungkan insting lebah yang diwahyukan, kita semakin yakin akan kebenaran risalah Islam dan kebesaran Allah SWT yang menciptakan tatanan alam semesta yang harmonis dan penuh hikmah.