Dalam lautan ajaran Islam, Al-Qur'an hadir sebagai petunjuk hidup yang komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan manusia. Di antara ribuan ayat yang terkandung di dalamnya, terdapat ayat-ayat yang memiliki makna mendalam dan relevansi universal. Salah satunya adalah **Surat An-Nisa ayat 66**. Ayat ini bukan sekadar narasi sejarah, melainkan sebuah penegasan tentang nilai ketaatan, konsekuensi dari penolakan, dan bukti otentik keimanan seseorang. Memahami isi dan pesan tersirat dari ayat ini sangat penting bagi setiap Muslim untuk memperkuat keyakinan dan mengarahkan langkah hidup sesuai dengan kehendak Ilahi.
Ayat ini, sebagaimana dijelaskan oleh para mufasir (ahli tafsir Al-Qur'an), merupakan sebuah ujian hipotesis dari Allah SWT terhadap kaum munafik atau orang-orang yang imannya lemah. Allah memberikan sebuah gambaran tentang perintah yang sangat berat dan menuntut pengorbanan luar biasa. Perintah tersebut memiliki dua opsi: "Bunuhlah dirimu" atau "Keluarlah kamu dari kampungmu". Kedua pilihan ini mengandung kesulitan dan risiko yang sangat besar, yang secara naluriah akan dihindari oleh kebanyakan orang.
Dalam konteks turunnya ayat ini, seringkali dikaitkan dengan situasi pertempuran atau kondisi genting yang dihadapi oleh kaum Muslimin pada masa awal Islam. Perintah untuk "membunuh diri" di sini tidak selalu diartikan sebagai bunuh diri harfiah, melainkan bisa bermakna keberanian untuk menghadapi risiko kematian demi membela kebenaran atau perintah Allah. Sedangkan "keluar dari kampungmu" berarti meninggalkan segala kemapanan, harta benda, keluarga, dan tanah air demi perjuangan fisabilillah atau hijrah.
Namun, poin krusial dari ayat ini adalah firman Allah: "niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka." Pernyataan ini menunjukkan bahwa jumlah orang yang benar-benar siap menjalankan perintah seberat itu sangatlah sedikit. Ini adalah cerminan dari kondisi keimanan yang sesungguhnya. Orang yang munafik atau imannya dangkal akan selalu mencari jalan keluar dari kesulitan, enggan berkorban, dan lebih mementingkan keselamatan diri sendiri daripada kewajiban agama.
Bagian kedua dari ayat ini memberikan pencerahan yang lebih lanjut: "Dan kalau mereka benar-benar melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka)." Kalimat ini mengandung dua pesan penting. Pertama, ia menegaskan bahwa melaksanakan perintah Allah, meskipun berat, adalah kebaikan hakiki. Kebaikan di sini tidak hanya bersifat duniawi, tetapi juga ukhrawi, karena berujung pada keridhaan Allah dan keselamatan abadi.
Kedua, perintah yang dilaksanakan tersebut akan menjadi sarana untuk "lebih menguatkan iman mereka." Ini adalah poin yang sangat fundamental. Keimanan bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dinamis. Ia bisa bertambah kuat seiring dengan ketaatan dan ujian yang dihadapi. Ketika seseorang bersungguh-sungguh dalam menjalankan perintah Allah, bahkan yang paling sulit sekalipun, ia akan merasakan kedekatan dengan Tuhannya, mendapatkan ketenangan jiwa, dan keyakinannya akan semakin kokoh. Ketaatan menjadi pupuk bagi pertumbuhan spiritual.
Sebaliknya, orang yang menolak atau enggan melaksanakan perintah tersebut, meskipun tampak selamat di dunia, sejatinya telah merugikan dirinya sendiri. Mereka kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kebaikan yang lebih besar, memperkuat iman, dan meraih pahala yang berlipat ganda. Mereka juga tergolong orang-orang yang "kecil" dalam artian kuantitas keimanan mereka.
Meskipun konteks historisnya penting, makna Surat An-Nisa ayat 66 jauh melampaui zamannya. Dalam kehidupan modern ini, kita mungkin tidak dihadapkan pada perintah untuk "membunuh diri" atau "keluar dari kampung" secara harfiah. Namun, Allah SWT senantiasa menguji keimanan hamba-Nya melalui berbagai bentuk perintah dan larangan yang juga menuntut pengorbanan dan pengorbanan diri.
Contohnya bisa berupa:
Setiap kali kita memilih untuk taat pada perintah Allah di tengah godaan dunia, itulah manifestasi dari "melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka." Dan setiap kali kita memilih ketaatan tersebut, iman kita akan bertambah kuat. Ayat ini mengajarkan bahwa keimanan sejati teruji bukan hanya saat kita dalam keadaan lapang, tetapi terutama saat kita dihadapkan pada ujian yang menuntut pengorbanan, bahkan yang tampaknya berat sekali pun.
Oleh karena itu, mari kita jadikan Surat An-Nisa ayat 66 sebagai pengingat untuk selalu mengukur kedalaman iman kita. Apakah kita termasuk dari "sebagian kecil" yang siap berkorban demi Allah, ataukah kita lebih memilih kemudahan dunia yang bersifat sementara? Pilihan ada di tangan kita, dan konsekuensinya akan membentuk hakikat keimanan kita di hadapan Sang Pencipta. Memahami dan merenungkan ayat ini adalah langkah awal untuk meraih kebaikan yang hakiki dan kekuatan iman yang kokoh.