Surat An-Nisa, yang berarti "Wanita", merupakan salah satu surat terpanjang dalam Al-Qur'an dan menempati urutan keempat. Surat ini kaya akan ajaran dan pedoman hidup, khususnya terkait dengan urusan keluarga, hak-hak wanita, dan tanggung jawab sosial dalam masyarakat Islam. Bagian awal surat ini, dari ayat 1 hingga 15, meletakkan dasar yang kuat mengenai pentingnya persaudaraan, keadilan, dan perlindungan terhadap kaum lemah.
Surat An-Nisa dibuka dengan seruan takwa kepada Allah SWT dan pengingat akan asal usul penciptaan manusia. Allah SWT berfirman:
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (QS. An-Nisa: 1)
Ayat ini menekankan bahwa semua manusia berasal dari satu sumber, yaitu Adam dan Hawa. Ini menjadi pengingat bahwa tidak ada dasar untuk kesombongan berdasarkan ras, suku, atau keturunan. Selain itu, ayat ini juga menyerukan pentingnya menjaga tali silaturahmi dan kehati-hatian dalam menggunakan nama Allah dalam sumpah. Allah senantiasa mengawasi setiap tindakan kita.
Selanjutnya, ayat 2-5 membahas mengenai pengurusan harta anak yatim, yang merupakan salah satu fokus utama dalam surat ini. Allah memerintahkan:
"Dan berikanlah kepada anak-anak yatim harta mereka, dan jangan kamu menukar mengambil harta yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu memakan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan demikian itu adalah dosa yang besar." (QS. An-Nisa: 2)
Ayat-ayat ini secara tegas melarang penguasaan atau pencampuran harta anak yatim dengan harta sendiri secara tidak adil. Keharusan untuk menyerahkan harta kepada anak yatim ketika mereka telah mencapai usia dewasa menunjukkan perhatian Islam terhadap perlindungan ekonomi kaum yang rentan.
Bagian ini melanjutkan pembahasan mengenai harta anak yatim. Allah SWT berfirman:
"Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah; kemudian jika menurutmu mereka sudah cerdas (pintar membawa pendapat) hengatlah harta mereka, dan janganlah kamu memakannya harta itu melampaui batas karena terburu-buru (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Siapa saja (di antara pemelihara yatim) yang mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari mengambil upah), dan siapa saja yang miskin, maka bolehhlah ia makan harta itu menurut cara yang patut." (QS. An-Nisa: 6)
Ayat ini memberikan panduan lebih lanjut mengenai kapan dan bagaimana harta anak yatim dapat diserahkan. Ujian kecerdasan dan kedewasaan menjadi kriteria penting. Bagi pemelihara yang mampu, dianjurkan untuk tidak mengambil upah, sementara yang miskin diperbolehkan mengambil secukupnya sebagai imbalan atas pengasuhannya. Prinsip keadilan dan menghindari pemborosan tetap ditekankan.
Selanjutnya, ayat 7-10 mengingatkan tentang hak waris dan perintah untuk berlaku adil dalam pembagiannya:
"Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabat, dan bagi orang perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabat, baik harta itu sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan." (QS. An-Nisa: 7)
Ayat ini menegaskan bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama atas warisan. Al-Qur'an menetapkan bagian-bagian yang telah ditentukan, yang kemudian dirinci lebih lanjut dalam hukum waris Islam. Ini adalah penegasan penting terhadap hak-hak perempuan di masa lalu yang sering terpinggirkan.
Ayat 11 hingga 15 dari Surat An-Nisa merinci lebih lanjut hukum waris, memberikan penjelasan tentang pembagian harta warisan kepada ahli waris yang berhak, termasuk orang tua, suami/istri, dan anak-anak. Ini menunjukkan betapa detailnya Islam mengatur urusan keluarga dan harta benda agar tidak menimbulkan perselisihan.
Ayat-ayat ini juga memberikan peringatan keras terhadap orang-orang yang melanggar hukum Allah dalam pembagian waris:
"Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar batas-batasnya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang amat menghinakan." (QS. An-Nisa: 14)
Sanksi berat dijanjikan bagi mereka yang tidak mematuhi hukum Allah dan Rasul-Nya, termasuk dalam urusan pembagian warisan. Hal ini menegaskan keseriusan Allah SWT dalam menjaga keadilan dan hak-hak setiap individu.
Ayat 15 kemudian menyebutkan tentang perbuatan zina dan sanksinya, yang merupakan bagian dari upaya Islam untuk menjaga kesucian moral masyarakat. Namun, penekanan utamanya dalam beberapa ayat awal ini adalah pada keadilan, perlindungan kaum lemah, dan tatanan keluarga.
Secara keseluruhan, surat An-Nisa ayat 1-15 meletakkan fondasi penting bagi umat Muslim. Ayat-ayat ini mengajarkan tentang takwa, pentingnya menjaga hubungan baik, keadilan dalam pengelolaan harta anak yatim dan warisan, serta menegaskan hak-hak setiap individu. Pemahaman mendalam terhadap ayat-ayat ini diharapkan dapat membentuk pribadi yang bertakwa dan masyarakat yang adil serta harmonis.